cinta dalam jas putih

Asisten pribadi



Asisten pribadi

0Yoga menghampiri nita setelah dia selesai bicara dari ponselnya, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tertawa kecil ke arah nita.     

"Kebanyakan gombal, ada telpon Cito jadi kacau semuanya! " Cetus yoga.     

Nita pun tertawa dengan pembicaraan yoga yang ketus, "tidak apa-apa, pasien nomor satu istri kan bisa nomor selanjutnya. Itu kan sudah kewajiban seorang petugas kesehatan, mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi "     

Yoga tertawa malu, dia menutupinya dengan menggaruk kepalanya kembali.     

"Kalau aku minta kamu temani aku pergi ke rumah sakit malam ini, apa kamu mau? " Yoga terduduk dihadapan nita dengan wajahnya yang memelas.     

Dahi nita berkerut mendengar permintaan yoga yang tidak seperti biasanya. Sepertinya hari ini suaminya itu sedikit manja padanya.     

"Temani aku ya.. " dia kembali membuat permohonan pada nita. Matanya yang berbinar memandangi Nita, membuat wanita itu akhirnya mengalah mengikuti keinginannya.     

"Iya, baiklah.aku ganti baju dulu " Nita lalu beranjak dari duduknya menuju ke depan lemari pakaian miliknya.     

Yoga tersenyum lebar, dan segera menuju ke dalam kamar mandi.     

"Jangan lupa memakai jaket yang tebal sayang! " teriak yoga dari kamar mandi, "di rumah sakit jika malam hari udaranya sangat dingin! "     

"Iyaaaa.. " nita menjawabnya dengan nada datar. Dia segera mengganti pakaian tidurnya dan memakai jaket yang sudah yoga sebutkan tadi.     

Yoga melihat ke arah jam di tangannya yang menunjukan pukul sepuluh malam, dan melirik ke arah nita yang berjalan menemaninya menyusuri koridor rumah sakit menuju ke ruang ibs. Dia tersenang karena ketika pertama kali dia meminta nita menemaninya untuk pergi ke ruang operasi, wanita itu pun tidak menolaknya. Dia dengan senang hati menemaninya walaupun dia lelah karena seharian ini setelah bekerja dia harus mengobati axel dan melakukan tugasnya sebagai seorang istri.     

"Dokter, baju OK nya sudah siap " dion datang keruangan yoga dengan pakaiannya seragamnya dan tertegun memandangi seseorang yang dilihatnya.      

"Ibu kanita? " Dia terkejut melihat Nita.     

Nita tersenyum ke arah Dion, "abaikan saja, aku cuma ikut tuan besar tugas "     

Tapi bukan kehadiran yang membuatnya terkejut, ini pertama kalinya dia melihat nita tanpa ikat rambut dan membiarkan rambutnya tergerai panjang di bawah bahunya. Wanita itu terlihat jauh lebih muda dari usianya jika berpenampilan seperti itu.     

"Satu jam aku usahakan selesai " ucap yoga pada nita, "kamu mau menunggu disini atau di ponek? "     

"Aku ke ponek sebentar, dan nanti menunggu disini! " Nita beranjak dari duduknya, "semoga lancar operasinya dan hati-hati jangan lupa berdoa pada tuhan supaya diberi kelancaran "     

"Baiklah, terima kasih sayang " ucapan yoga disertai ciuman di kepala membuat wajah Nita memerah dihadapan Dion, untuk menghindari rasa malunya dia segera melangkahkan kakinya keluar ruangan meninggalkan yoga dan Dion. Nita tampak mengusap dadanya untuk mengatur irama jantungnya yang berdebar lebih cepat dari biasanya.     

"Dia cantik kan jika rambutnya terurai seperti itu? "     

"Saya tidak akan berani dokter " Dion tersenyum dengan wajah ketakutan dan mengusap kepalanya      

Pertanyaan yoga itu sengaja untuk menggoda Dion yang terkejut melihat penampilan nita tadi membuat staf yang paling dipercayainya itu salah tingkah, tapi dia tidak akan merasa aneh jika semua laki-laki memandangnya karena kecantikan istrinya itu.     

"Nah, bu inilah konsekuensi menjadi seorang istri petugas kesehatan! " Erin yang secara kebetulan berjaga malam menanggapi kehadiran nita selarut ini.      

"Lagi manja ya bu? " Tanya aline, "tumben minta ditemenin "     

Nita hanya tersenyum menanggapi semua perkataan erin dan aline yang menyindirnya.     

"Mungkin memang dokter yoga membutuhkan dukungan orang tersayang di dekatnya ketika bekerja kak Aline " Erin bicara pada aline, "cinta sejati itu membutuhkan dukungan yang baik dari pasangannya! "     

"Dukungan apa asisten ayo? " Aline memperjelas perkataan erin.     

Nita tertawa kecil, "mulai deh rusuh kalo sama kalian.. "     

"Tidak apa-apa bu, jangan berkecil hati " Erin menghibur nita, "jabatan menjadi asisten pribadi suami itu setara dengan bura atau kamih di dunia kecamatan, masih memiliki kedudukan yang berharga "     

Nita mengernyit, "Bura? Apa itu? Apalagi kamih? "     

"Bura itu ibu Raden " jawabnya, "kalau kamih itu kanjeng mamih, bu "     

Nita dan aline saling memandang dan menertawakan julukan baru untuk kepala ruangannya itu.     

Nita menggelengkan kepalanya, "memang jiwa sosialita kamu itu bagus sekali, sudah sampai tingkat kecamatan pula! "     

Aline terkekeh, "kalau kepala ruangan itu bukan bu kanita, sudah habis kamu masuk buku ketidakdisiplinan ilmu attitude dalam bekerja! "     

"Jangan ya bu, Erin kan hanya bercanda supaya suasana malam yang dingin ini menjadi hangat.. "      

Nita lagi-lagi dibuat Erin tertawa dengan semua ucapannya.     

"Kak, Aline juga dua hari lagi mau pendekatan nih sama calon suami perjodohannya! " Sindir Erin pada aline yang sedari tadi mengomentari perkataannya.     

"Benarkah? " Nita tersenyum ke arah aline, "aku yakin kalian pasti bisa cocok, pak Adit kan orangnya baik, pekerja keras, pasti penyayang juga "     

Wajah Aline seketika memerah, "kami cuma berkenalan bu, bukan pacaran "     

"Kan tak kenal maka tak sayang " sela Erin, "cinta itu muncul karena terpaksa, buktinya kakakku dulu nangis sampai mau kabur waktu dijodohkan sama orang tuaku, ternyata sekarang sudah ada empat orang anak! Coba terpaksanya darimana? "     

Nita dan aline tidak berhenti dibuat Erin tertawa, wanita bertubuh ekstra itu bukan saja memiliki cadangan makanan di tubuhnya. Tapi dipikirannya pun selalu tersimpan cadangan perkataan-perkataan lucu yang membuat orang dihadapannya tertawa.     

"Jalani saja dulu " saran nita, "menikah dengan orang yang dicintai itu memang membahagiakan, tapi menikah dengan restu orang tua akan lebih menenangkan! "     

"Bukankah jika sudah tenang bahagia akan menghampiri kita " Nita menyambung perkataannya.     

Aline tersipu, "iya bu, aku jalani saja dulu. Lagipula pak adit juga pernah menghubungiku bicara sama seperti ibu "     

"Jangan lupakan kami ya kak kalau sudah jadi istri Wadir " celetuk erin.     

Aline tertawa menjulurkan lidahnya ke arah erin yang sedari tadi menggodanya dengan memakai nama Aditya. Sebenarnya dia menangkap satu kesamaan antara sikap yang dimiliki Nita dan Aditya, jika saja pimpinannya itu belum memiliki pendamping dia akan menjadi orang pertama yang akan membantu Aditya untuk mendapatkan nita.     

"Semoga sukses acara pendekatannya " nita mengusap pundak Aline dengan lembut, "semoga jaga malam ini aman, hati-hati dalam melakukan pekerjaan sekecil apapun. Aku harus kembali ke ruangan IBS sekarang "     

Dia lalu beranjak dari duduknya, "nanti dokter yoga selesai operasi melihat asistennya tidak ada bisa gawat! "     

Aline dan Erin tertawa secara bersamaan mendengarkan candaan Nita. Mereka masih melihat semangat besar pada sosok pimpinan mereka itu walaupun hari sudah selarut ini.     

"Terima kasih, bu " ucap aline dan erin secara bersamaan sebelum nita pergi dari hadapan mereka.     

"Aku sebenarnya lebih suka ibu dengan pak adit " ucap aline pada Erin, "aku tidak setuju ibu menikah dengan dokter yoga yang sudah memiliki seorang anak "     

"Mungkin Dimata ibu putra dokter yoga itu yang menjadi nilai tambahnya " Erin menanggapi perkataan aline, "dia selalu mengatakan menyayangi putra dokter yoga seperti anaknya sendiri "     

Aline tersenyum kecil, "ya, dia memang orang yang sangat baik "     

Nita melangkahkan kakinya menuju ke ruangan yoga di ruang ibs, langkahnya terhenti ketika melihat sosok wanita muda yang terduduk di ruang tunggu tepat di depan ruang operasi yang tersenyum ke arahnya dan berjalan menghampirinya.     

"Boleh saya meminta tolong kak? " Wanita itu berucap pada nita.     

Nita memastikan bahwa wanita itu bicara padanya dengan menerawangkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan ini hanya ada dia.     

"Saya harus menolong apa? " Tanya nita pada wanita muda itu.     

Dia lalu menyerahkan ponsel miliknya di telapak tangan Nita, membuatnya kebingungan.     

"Saya tidak bisa masuk ke ruang operasi untuk menemani ibu, tolong putarkan video itu. Dokter tadi bilang ibu sedang kritis di dalam sana "     

Nita tertegun mendengar kondisi pasien yang dibicarakan wanita tadi, dia langsung teringat pada yoga yang sedang melakukan operasi saat ini.     

"Akan saya coba berikan kepada petugas ruang operasi di dalam "      

"Terima kasih kak "      

Nita tersenyum ke arah wanita muda itu dan segera masuk ke dalam ruang ibs menuju kedalam ruangan yoga tempat awal dimana dia menunggu yoga.     

Dan sepertinya kehadirannya kali ini begitu tepat dengan kedua mata yoga yang memandang ke arahnya. Masih dengan baju khusus operasi dan penutup kepala, ketika dokter andien menangis di dadanya.     

Yoga tampak mengangkat kedua tangannya yang masih memakai sarung tangan. Matanya tidak berpaling sedikitpun dari nita, ketika andien tiba-tiba menangis seperti itu padanya.     

"Dokter aku minta maaf karena tadi hampir melakukan kesalahan fatal, itu alasan kenapa aku menghubungi dokter "     

Nita mematung terdiam mendengarkan perkataan dokter andien pada yoga dalam tangisannya. Dan lagi, wanita itu menangis di dada suaminya.     

"Sudah, pasien juga sudah menjalani operasi. Semoga dia bisa melewati masa kritisnya " ucapan yoga memberikan semangat pada rekan kerjanya itu.     

"Dan, Andien kanita ada di belakangmu sekarang ini " sambung yoga dengan suara pelan.     

Membuat wanita itu segera mengangkat kepalanya dan berbalik seraya menghapus air matanya.      

Dia menatap nita yang masih berdiri di depan pintu tanpa suara sedikitpun memandang ke arahnya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.