cinta dalam jas putih

Axel



Axel

0Kedua bola mata nita tidak kalah tajam melirik ke arah yoga, dia yang kali ini melindungi putranya itu. Ini pertama kalinya dia tidak menyetujui sikap yoga pada axel.     

"Iya, aku mengerti.. " ucap yoga pelan.     

Yoga tampak mengusap kening dengan satu tangannya, perlahan dia mengalah karena axel memiliki pendukung yang begitu kuat sekarang.     

"Pak dokter, maaf saya tiba-tiba mengantarkan Axel " ucap guru yang menjadi wali kelas putranya itu.     

Yoga tersenyum tipis, "justru saya sangat berterima kasih karena ibu telah mengantar axel pulang "     

"Sebelumnya saya minta maaf, saya dengan sangat menyesal mengatakan bahwa axel untuk tiga hari kedepan mendapatkan hukuman karena perbuatannya berkelahi dengan teman satu kelasnya "     

"Axel! " Cetus nita pelan begitu tidak percaya dengan apa yang sudah didengarnya, dalam benaknya pastilah putranya yang selalu bersikap baik itu telah mendengar sesuatu yang dibencinya sehingga dia berkelahi dengan teman satu kelasnya.     

"Dan,, radit teman yang berkelahi dengan Axel saat ini sudah dibawa kerumah sakit, kita berdoa saja semoga radit tidak mengalami luka yang serius "     

Mendengar ucapan yang begitu mengerikan dari ibu guru yang mengantar putranya itu pulang membuat nita merasakan jantungnya bekerja ekstra kali ini. Axel melakukan hal yang mencelakai temannya separah itu.     

"Saya minta maaf karena Axel telah menyusahkan semua pihak sekolah " yoga harus menarik nafasnya untuk bisa menahan kekesalannya pada perbuatan putranya itu.     

"Mungkin selama tiga hari ini saya akan menyerahkan pengawasan axel pada kedua orang tuanya, mohon kerja sama untuk bimbingannya pada Axel dirumah selama dia mendapat hukuman "     

"Baik, bu. Saya akan lebih memperhatikan axel kedepannya terima kasih atas perhatian ibu guru pada Axel "     

"Itu sudah menjadi tugas saya, mungkin saya akan pamit sekarang "     

Yoga mengikuti wali kelas Axel yang beranjak dari duduknya, dan menyalaminya sebelum pergi.      

Setelah yoga mengantarnya sampai di depan rumah, dia masih mendapati axel dalam pelukan nita. Dia terduduk tepat didepan putra dan istrinya itu.     

"Axel cepat ganti pakaianmu yang kotor itu " akhirnya yoga berkata setelah beberapa saat suasana hening melanda mereka.     

"Kamu harus membersihkan badanmu, jadi kamu mandi dan setelah itu kita harus bicara " yoga melanjutkan ucapannya dengan nada yang begitu tenang.     

"Baik, yah " dia berucap setelah memperlihatkan wajahnya yang sedari tadi berlindung pada nita.     

Dengan segera dia menuruti semua yang diucapkan ayahnya itu, dia beranjak dari duduknya dan mengambil tas miliknya sebelum dia berjalan ke arah kamarnya.     

"Bisakah aku minta pertolonganmu? " Yoga bicara pada nita setelah axel pergi.     

Nita tersenyum kecil menganggukan kepalanya sebagai jawaban pada yoga.     

"Gantikan aku untuk mengobati lukanya " ucap yoga, "aku memang seorang dokter, tapi melihat putraku yang terluka aku merasa menjadi manusia lemah "     

Mendengar yoga berkata seperti itu nita segera beranjak dari duduknya dan menghampiri yoga untuk lebih dekat. Dia memberikan pelukan dari arah belakang.     

"Semua akan baik-baik saja " bisik nita, "itu sudah menjadi tanggung jawabku sebagai ibu dari putra kita, oppa dokter bukan lemah tapi sangat penyayang "     

Yoga menoleh ke arah nita, "ketika dia bayi sampai usia sekarang ini aku berusaha melindunginya, ketika melihat keadaannya tadi aku kesal pada diriku sendiri karena tidak dapat menjaganya dengan baik "     

"Aku yang salah " ucap Nita, "belum bisa menjadi ibu yang baik, maafkan aku. Aku mohon jangan salahkan axel, dia sudah mendapatkan hukuman di sekolah jadi yang harus kita lakukan sekarang adalah memberikannya pengertian "     

"Aku tidak menyalahkan siapapun! " Cetus yoga seraya mengusap tangan nita, "aku juga sering berkelahi ketika seusia axel, tapi tidak pernah memikirkan perasaan ayah dan ibu. Sekarang setelah menjadi orang tua aku baru bisa merasakan kekhawatiran mereka pasti sama sepertiku "     

"Ternyata buah memang tidak akan jatuh jauh dari pohonnya " Nita tersenyum kecil, "anak kita itu cermin untuk kita sendiri! "     

Yoga menganggukan kepalanya membenarkan pernyataan yang Nita sebutkan.     

"Ternyata aku memang membutuhkanmu "      

Nita tersenyum kecil, "dengan senang hati aku akan selalu disampingmu "     

Dia lalu melepaskan pelukannya, "suamiku juga harus mandi, dan aku akan menyiapkan obat untuk axel dan menyiapkan makan malam "     

"Baiklah " yoga beranjak dari duduknya, dia menghampiri nita yang sedang mengambil kotak obat dari lemari yang terletak tidak jauh dari posisi awal mereka.     

"Terima kasih, sayang! " Tiba-tiba yoga mengejutkan nita dengan ciuman kilat di pipi kanannya.     

Mata Nita terbelalak karena terkejut yang lalu diikuti tawa kecilnya menanggapi sikap yoga padanya.     

"Love you " ucap yoga sebelum dia masuk kedalam kamar.     

Nita tersenyum geli, "love you too "     

Dia menggelengkan kepalanya dalam senyumannya, meskipun yoga telah masuk kedalam kamar tapi dia masih merasakan bulu kuduknya yang berdiri karena sikap berlebihan suaminya itu.     

"Boleh bubu masuk? " Nita mengetuk pintu kamar axel.     

Axel muncul membuka pintu kamarnya dan dia sudah lebih baik dari ketika awal tadi Nita melihatnya.     

Nita tersenyum ke arah Axel, "ada yang harus jadi pasien ibu hari ini, jagoan kecilnya bubu terluka jadi harus segera diobati supaya lekas sembuh "     

Axel tersenyum ke arah Nita, "bukankah semua pasien bubu itu perempuan yang hamil?aku kan tidak melahirkan bu "     

Nita tertawa kecil, "tenang saja, bubu juga ahlinya merawat luka! "     

Axel tersenyum malu dan meraih tangan nita yang membawa kotak obat untuknya, mereka terduduk di atas tempat tidur milik axel.     

"Coba ibu lihat dulu lukanya " nita memegang dagu kecil axel dan mengarahkannya ke arah kiri dan kanan secara perlahan.     

Untuk beberapa saat nita harus menarik nafasnya dalam-dalam ketika melihat luka lebam di pipi dan ujung bibir axel.     

Axel melihat tangan sang ibu yang gemetar ketika akan menumpahkan cairan antiseptik ke dalam kassa hydrofil yang dipegangnya.     

"Bu, maafkan aku! " Ucap Axel seraya membantu nita memegang botol antiseptik agar tidak tertumpah dan lalu memegang tangan nita dengan tatapan penuh penyesalannya.     

"Aku sudah membuat ayah dan ibu kecewa "     

Nita berusaha untuk bisa menahan matanya yang berkaca agar tidak menjadi bulir airmata, dia mengusap luka tersebut dengan hati-hati.     

"Pasti sakit sekali mendapat pukulan sampai memar seperti ini " ucapan Nita mengalihkan rasa sedihnya dihadapan axel.     

"Sedikit " jawab axel yang terlihat meringis karena merasakan perih akibat larutan antiseptik yang menyentuh lukanya.     

"Sekarang tinggal luka di tanganmu " nita lalu berfokus pada luka di tangan axel. Dia begitu telaten mengobati semua luka yang didapatkan putranya.     

"Apa bubu akan percaya jika aku menceritakan kenapa aku berkelahi dengan Radit? "      

Pertanyaan Axel membuat nita menghentikan sejenak kefokusannya mengobati luka axel. Dia menatap Axel dengan lembut, dan tersenyum.     

"Tentu saja bubu percaya pada semua perkataanmu "     

"Aku berkelahi karena aku tidak suka dia! "     

Nita mengernyit mendengar alasan axel berkelahi dengan sahabatnya itu karena hal sepele. Dia belum mengerti apa yang dimaksudkan oleh axel sekarang ini, pandangannya beralih menuju axel yang juga memandanginya sedari tadi.     

"Tidak suka karena apa? " Nita memastikan pada Axel bahwa dia tidak salah mendengar ucapan dari Axel tadi.     

Dan kali inipun Axel tidak menjawabnya dan terlihat mulutnya yang tertutup rapat, dan satu tangannya mengusap lembut pipi nita.     

"Karena aku tidak suka dia berkata hal yang dia tidak ketahui tentang orang lain pada teman-temanku dan menjadikannya bahan ejekan! "     

Perkataannya pun membuat bubunya itu kebingungan dengan perkataan ejekan yang axel maksudkan, nita hanya bisa terdiam melihat dan mendengarkan axel yang bicara padanya. Dan akan membicarakan semua alasan yang membuatnya berani melakukan hal yang sama sekali tidak pernah dia lakukan...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.