cinta dalam jas putih

Manis yang menusuk



Manis yang menusuk

0"Pak Dion " suara lembut seseorang memanggilnya dari arah belakang, Dion berbalik dan mendapati sosok filla yang lalu tersenyum ke arahnya.     

"Aku tidak menyangka bisa bertemu dengan bapak disini " filla berkata padanya ketika dia sudah berada tepat di hadapannya.     

Dion tersenyum malu, "filla, ini bukan kampus jadi jangan panggil bapak. Lagipula aku sudah lama tidak mengajar jadi aku sudah bukan dosenmu lagi.. "     

Filla melemparkan senyuman manisnya pada Dion, kedua matanya terus memandangi Dion.     

"Bapak tetap dosen terbaik buat aku " ada sedikit pujian di perkataan filla pada Dion.     

"Jadi saya harus panggil apa? Kakak atau mas atau Abang,,, atau Dion saja? "     

Dion menggaruk kepalanya yang tidak gatal dia jadi salah tingkah disapa oleh wanita yang dulu pernah disukainya dan membuat heboh seisi kampus tempatnya mengajar.     

"Apa saja terserah kamu "     

"Kak Dion saja " akhirnya filla memutuskan, "kakak tidak ada acara nanti siang dengan Erin? "     

Dion sedikit berpikir sebelum dia menjawabnya, "sepertinya tidak ada, kenapa? "     

"Aku kan baru ke kota ini, kalau kakak antar aku jalan-jalan nanti sepulang kerja bisa tidak? "      

Dion kembali berpikir sebelum memberikan jawabannya.     

"Aku takut seperti kemarin, ada orang yang tidak dikenal mengikutimu.. " filla kembali memberikan alasan yang membuat Dion semakin tidak bisa berpikir cepat.     

"Baiklah, nanti aku antar " akhirnya Dion pun menyetujui permintaan filla.     

Wanita cantik itu tersenyum manis, "terima kasih, aku tunggu di depan gerbang depan ya, kak! "     

"Ya " Dion menjawab dengan senyumannya, mereka harus menyudahi pembicaraan mereka karena harus cepat masuk ke ruangan masing-masing.     

Dion tersenyum tipis melihat filla yang dulu ketika dia masih mengajar tidak pernah sedikitpun menyapanya, apalagi melemparkan senyuman padanya. Hari ini dia seolah-olah berubah begitu drastis, dan lalu dia menepis semua pikiran negatifnya untuk fokus pada pekerjaannya pagi ini.     

"Ayolah, bu. Sekali ini saja! " Rengek Erin di telponnya pada Nita.     

"Aku mau merubah kakak seniorku itu menjadi wanita feminim sebelum dia bertemu dengan keluarga pak aditya pria kelas VVIP "     

"Lalu kenapa aku harus ikut juga? " Nita menarik nafasnya dalam-dalam, karena sepagi ini telinganya harus mendengarkan ocehan dari rekan kerjanya itu.     

"Karena ibu yang harus ajarkan kak Aline berbicara yang lembut, dan santuy supaya pak Adit klepek-klepek nanti ketika mereka ngobrol berdua! "     

"Ibu kan tahu pak aditya itu kriteria wanita nya itu seperti ibu.. " dan lalu Erin mengeluarkan tawanya setelah ucapannya itu.     

"Tapi aku bawa Axel " nita memberikan satu syarat pada Erin.     

"Tidak apa-apa, ibu mau bawa dokter yoga boleh,, mau bawa mba Mumu boleh,, pak itor juga hayuu "     

Nita menahan tawanya, "aku harus ijin dulu, jadi aku tidak janji bisa. Kalau dokter mengijinkan aku ikut, kalau tidak kalian berdua saja ya.. "     

"Aku yakin dokter yoga pasti kasih ijin "     

Nita tersenyum, "nanti aku menghubungimu setelah aku mendapatkan ijin dari dokter "     

"Siap, ibu kepalaku yang cantik, baik hati, dan selalu taat pada dokter yoga... "      

"Erin! " Geram nita Nita.     

Hanya terdengar tawa Erin sebelum akhirnya Nita memutuskan pembicaraannya dengan Erin di telepon.     

Dia ingin memastikan semua pekerjaan pagi ini dapat terkendali dengan Karin yang bertugas pagi ini bersama Rafa. Dia juga melihat sosok filla yang masih mempelajari tempat dan tindakan baru untuk tiga bulan kedepan dia akan berjaga pagi dengannya.     

"Bukan seperti itu cara membersihkan alat setelah pakai " Karin terlihat sedang mengkoreksi pekerjaan filla yang sepertinya terdapat sedikit kesalahan.     

"Kita dekontaminasi terlebih dahulu " dia lalu memberitahukan cara yang benar, dan semua alat yang telah terpakai tadi akhirnya Karin yang mensterilkan.     

"Siapa yang mengajarimu seperti itu? " Tanya Karin.     

"Kemarin Erin yang mengajarkan.. " filla tertunduk, menyembunyikan rasa bersalahnya. "Dia bilang aku tinggal bersihkan saja, asalkan setelah bersih kita langsung mensterilkanya.. "     

"Erin! " Karin bicara pelan, dahinya berkerut. Dia sedikit tidak percaya Erin yang mengajarkan filla seperti itu, mereka semua sudah terbiasa dengan tindakan dekontaminasi alat yang tepat sesuai dengan yang sudah di pelajari. Tetapi senyumannya menutupi rasa curiganya itu.     

Nita yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan pun teraneh dengan Erin yang mengajarkan filla seperti itu, dia lalu melangkahkan kakinya lebih dekat ke arah mereka berdua.     

"Filla " panggil Nita, "maaf aku berbicara seperti ini padamu, kita saling mengingatkan dan belajar saja.. "     

"Agar kamu lebih cepat terbiasa dengan tindakan disini, ketika Karin mengajarkanmu tadi kamu yang melakukannya dan Karin yang memberitahumu. Hanya melihat saja akan membuat kita mudah lupa, tapi jika kamu mempraktekannya pasti kamu akan selalu ingat.. "     

"Baik, bu. Maafkan saya.. " wajah filla sudah terlihat memerah dengan suaranya yang memelan.     

"Mulai dari sekarang kamu coba belajar kembali " Nita tersenyum mengusap pundak Aline dengan lembut, "kita disini harus menjadi tim yang bukan hanya mengejar kekompakan saja, aman petugas dan aman pasien harus menjadi satu hal yang kita harus jaga! "     

"Baik, bu saja akan belajar " filla berkata pelan, dia telah kehilangan muka ketika Nita yang sebagai kepala ruangannya berbicara seperti itu dihadapannya dan kedua rekan barunya.      

Walaupun Nita berkata dengan halus dan tidak tidak terlihat memojokkan sepertinya filla tidak dapat menerima perlakuan seperti ini oleh Nita.     

"Aku terlalu curiga dengannya " Karin bicara dengan nita di kantor dengan suara yang begitu pelan.     

Nita tersenyum kecil masih fokus dengan laporan yang sedang dibuatnya.     

"Erin tidak pernah seperti itu! " Cetusnya tambah pelan.     

"Iya, aku tahu " jawab Nita, "kita tidak perlu memperpanjang ini, perlakukan saja dia dengan baik agar supaya dia tidak merasa kita tidak mempercayainya. Berikan dia kesempatan untuk belajar dan menerima semua orang disini sebagai temannya.. "     

"Dia belum mendapatkan feeling saja dengan semua orang baru.. " Nita melanjutkan ucapannya, dia meyakinkan Karin untuk menghilangkan kecurigaannya pada rekan barunya itu.     

Karin tersenyum lebar, "aku beruntung sekali mempunyai kepala ruangan yang seperti ini.. "     

"Hentikan " nita tersenyum menerima semua pujian dari Karin, "kalau kamu melanjutkan kata-kata itu lagi nanti semakin membuatku besar kepala! "     

Karin terkekeh, "dipuji kok malah takut? "     

"Nanti aku malah nyaman karena pujian kalian, tapi tidak melakukan evaluasi kinerja kita. Salah besar itu.. "     

Nita kembali fokus pada catatan di buku kecilnya, dan sedang memikirkan sesuatu. Dia harus bisa membuat filla menjadi rekan yang mau menerima perubahan beban kerja yang tidak sama seperti pekerjaannya terdahulu. Dia harus memutarkan pikirannya, karena menurut perasaannya filla itu sosok yang tertutup dan biasanya mudah merasakan tersinggung pada setiap perkataan baik dari orang lain padanya.     

Ponselnya yang berbunyi membuyarkan semua pemikirannya tentang rekan kerja barunya itu, dia segera menerima panggilan dari yoga yang pagi tadi telah nita kirimkan pesan singkat.     

"Maaf, tadi aku sedang ada pasien " ucap yoga ketika nita menerima panggilannya.     

Nita tersenyum, "iya, tidak apa-apa. Itu kenapa tadi aku hanya kirim pesan singkat, karena pasti sedang banyak pasien "     

"Singkat apanya.. " yoga mengkoreksi pesan yang Nita kirimkan, "isinya ada dua paragraf bahkan lebih! "     

Nita tertawa tanpa suara, "baiklah aku memang jagonya menulis kata-kata, jawablah apa aku diijinkan pergi? "     

Suara tawa yoga terdengar di telinga Nita, "jika aku tidak ijinkan untuk pergi? "     

"Aku akan hubungi Erin dan tidak jadi ikut mereka, mudah kok! "     

Lagi-lagi suara tawa yoga terdengar, "bercanda, sayang. Aku ijinkan, pergilah bersenang-senang dengan teman-temanmu "     

Nita tersenyum kecil, "terima kasih, sayangg "     

"Sama-sama cintaku "     

Nita menahan tawanya mendengar panggilan yoga padanya kali ini.     

"Oh, iya. Jangan bawa Axel "     

Dahi nita berkerut, "kenapa? "     

"Nanti dia malah akan mengacaukan semua acaramu! Kamu antar saja dia pulang terlebih dulu.. "     

"Axel tidak akan mengacau, aku jamin. Boleh ya please? "     

"Inikan waktumu berkumpul dengan teman-teman, kenapa kamu harus membawa Axel? "     

Nita tersenyum mendengar ucapan-ucapan suaminya itu, dia begitu sangat pengertian memberikan kesempatan padanya.     

"Aku lebih suka membawa Axel, oppa diluar sana diantara banyak orang pasti ada orang yang kita kenal. Terkadang mereka suka berasumsi sendiri, jadi untuk menghindari fitnah aku bawa putraku saja. Karena jika membawa suamiku pasti dia akan kesal karena mendengar obrolan kami.. "     

Lagi-lagi yoga tertawa mendengarkan setiap perkataan Nita yang kesemuanya hanya untuk menjaga nama baik suaminya saja, dia tidak memikirkan tentang kesenangan dirinya sendiri.     

"Baiklah, selamat bersenang-senang dengan putra dan teman-temanmu tuan putriku.. "     

"Terima kasih sayang " nita menarik nafasnya dalam-dalam karena harus menahan tawanya.     

"Hati-hati di perjalanan "     

"Iya, aku diantar pak itor tenang saja! "     

"Baiklah.. "     

Tawa kecil nita muncul ketika menutup telponnya, dia hanya akan pergi ke satu tempat yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Tapi ucapan yoga itu seolah-olah dia akan pergi jauh dan melupakan waktu karena terlalu senang setelah berkumpul dengan sahabat-sahabatnya itu.     

Dia lalu mengirimkan pesan singkat pada Erin untuk menunggunya di mall yang dekat dengan daerah sekolah axel, karena selain mudah dia berencana membelikan axel buku mewarnai baru.     

"Axel, berhenti dulu melihat ponselmu kita sedang berjalan diluar! " Ucap nita, dia memperhatikan sedari tadi putranya itu tidak pernah melepaskan ponselnya dari kedua tangannya bahkan ketika turun dari mobil.     

"Ibu kan menuntunku pasti aku tidak akan jatuh atau menabrak sesuatu " jawab Axel masih fokus dengan ponselnya.     

Nita tersenyum menggelengkan kepalanya, "kalau begitu minta saja ponselmu untuk menuntun langkahmu! "     

Axel mendengarnya dengan jelas, dan dia tahu sepertinya bubunya itu sedang tidak suka dengan kebiasaannya kali ini. Kedua matanya melihat ke arah Nita yang memandanginya. Kedua alis ibunya itu terangkat di perlihatkan ke arahnya.     

Axel tersenyum lebar, "maaf ya bubu sayang, aku masukan ponselku sekarang.. "     

"Kenapa berhenti? Bukannya kamu suka bermain game online daripada bermain dengan bubu di mall? Permainannya jadul dan cuma buat anak kecil! "     

Nita menyindir Axel dengan perkataan lembutnya, agar supaya putranya itu belajar membagi waktunya dengan gadget, dia harus sedikit bekerja keras menghilangkan kecanduan teknologi yang bisa membuat Axel tidak dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya karena benda kecil yang selalu berada di tangannya.     

"Iya, maaf bubu sayang. Aku senang pergi dengan bubu walaupun aku selalu pusing mendengar kak Erin yang cerewet, tapi karena ayah tidak ikut,,, jadi hari ini tanggung jawab aku menggantikan ayah menjaga bubu! "     

Kedua pupil mata nita membesar mendengar perkataan Axel yang begitu mirip dengan perkataan suaminya itu. Wajahnya Yang terkejut dengan sedikit senyuman memperlihatkan ketidakpercayaannya.     

"Kita ke toko buku dulu sebelum kita mendengarkan kak Erin yang cerewet! " Nita meraih tangan axel untuk berada dalam pegangan tangannya.     

"Kita habiskan waktu keluarga berdua saja, tanpa ayah dan tanpa gadget. Bagaimana? " Nita memberikan usulan pada putra kecilnya yang mulai ketergantungan pada ponsel.     

"Belikan aku banyak buku ya Bu! " Teriak Axel kegirangan, dia telah dibuat lupa sejenak dengan kebiasaannya oleh Nita.     

Nita menjawab dengan mengacungkan jempolnya ke arah Axel, mereka berjalan menuju toko buku.     

"Ibu " Axel menghentikan langkahnya ketika memanggil Nita.     

Dia menoleh ke arah Axel yang terlihat memandangi seseorang.     

"Kamu melihat siapa? " Nita bertanya pada Axel yang begitu serius.     

"Itu om Dion bu! " Satu tangan axel menunjuk ke arah tepat di arah mereka.     

Nita mengikuti arah yang Axel tunjukan, dari kejauhan dia melihat sosok Dion yang tengah berjalan berdua dengan seorang wanita dan dia adalah filla.     

Tampak senyuman dari kedua wajah yang sedang Nita pandangi itu, terlihat begitu senang dan terlihat filla yang memeluk satu tangan Dion.     

"Ibu kenapa? " Suara axel memecah keterkejutan nita yang masih memandangi kemesraan Dion dan filla..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.