cinta dalam jas putih

Sesuatu yang mengejutkan



Sesuatu yang mengejutkan

0"filla bagaimana? Mereka sangat baik kan? " Aditya bertanya pada filla yang ikut berada di tengah perkumpulan mereka.     

"Kamu akan betah, apalagi memiliki kepala ruangan yang paling baik.. " bola matanya melirik ke arah nita yang berdiri di depannya.     

Nita tersenyum menanggapi ucapan Aditya tentangnya dan lagi matanya yang terlihat jelas melirik ke arahnya seolah-olah memperlihatkan akulah laki-laki yang akan selalu memujimu.      

"Satu Minggu! " Aline memasang wajah penuh kepuasan akan kebenaran jawabannya.     

Erin terlihat cemberut karena prediksinya yang salah, dan barulah dia setuju dengan ucapan kakak seniornya itu tentang laki-laki.     

"Tidak perlu menangis, kamu baru kalah satu kali kan? " Aline meledeknya kali ini, dia bukan main senangnya karena dari sekian taruhan mereka selalu saja Erin yang memenangkannya.     

"Iya tidak akan menangis! " Cetusnya.     

"Terima kasih pak " filla berucap seraya memperlihatkan senyuman paling manis yang dimilikinya yang laki-laki manapun melihatnya pasti akan jatuh hati.     

Aditya tersenyum ke arah erin dan aline yang berdiri di sampingnya.     

"Aku boleh pinjam kepala ruangan kalian yang paling baik ini sebentar? "     

"Iyes " akhirnya Erin dapat merasakan lega dalam hatinya karena satu bulan ini uang jajannya akan bersisa banyak.     

"Tentu saja pak " Erin mewakili jawaban dari semu rekan-rekannya.     

Nita mengerutkan dahinya menoleh ke arah erin dan aline, mulutnya terlihat komat-kamit mengomentari ucapan Erin pada aditya.     

"Kita bicara di ruanganmu boleh? " Tanya aditya.     

"Baiklah, pak "      

Nita berjalan lebih dulu untuk menuju ke arah ruangannya, diikuti oleh Aditya di belakangnya.     

"Orangnya sudah tidak ada tapi wanginya masih disini " Erin bicara secara mengendus-enduskan hidungnya.     

"Kalau orang yang gantengnya bawaan dari lahir begini nih.. " lagi-lagi Erin berucap berlebihan.     

"Kita nanti makan dimana kak? " Lalu dia mendekat ke arah aline yang berwajah ketus.     

"Terserah kamu saja.. "     

"Pak aditya itu baik sekali ya.. " filla mengomentari sosok Aditya yang menjadi atasannya itu.     

"Iya, sudah ganteng baik lagi. Begini nih kalau seseorang sudah disebut sempurna! "     

"Sempurna apanya, biasa saja! " Aline bicara ketus karena kalah taruhan yang dia buat dengan Erin tadi.     

"Apa dia selalu menemui ibu kanita? " Tanya filla yang masih baru di tempat kerjanya itu begitu penasaran.     

"Tidak sih, tapi pak aditya itu kelihatan banget deketin ibu terus! "     

Aline menyikut tangan Erin yang bicara terlalu sembarangan, walaupun dia juga merasakan hal yang sama seperti yang Erin pikirkan.     

"Benarkah " filla mengomentari ucapan Erin dengan senyuman.     

Aline memandangi rekan barunya itu, dari ujung bola matanya dia menangkap satu ekspresi aneh dari filla. Ada senyuman nyinyir dari wajahnya setelah dia mengomentari ucapan Erin tentang sahabatnya, Nita.     

"Tidak apa kita bicara berdua seperti ini? " Aditya memutarkan seluruh pandangannya kesetiap penjuru ruangan.     

"Memangnya pak Adit mau membicarakan apa? " Nita tidak mengambil pusing pembicaraan pimpinannya itu, toh dia dan atasannya itu tidak melakukan hal yang berada di luar pekerjaan.     

Nita sedang tidak ingin memusingkan diri dengan pembicaraan orang, liburannya kemarin diakhiri dengan ketidak senangan. Jadi dia tidak mau menambah kembali pikirannya dengan hal-hal lain.     

"Bisakah aku mengajakmu bicara di luar rumah sakit setelah jam kerja selesai? "      

Ajakan Aditya itu membuat Nita tertegun dan mengunci rapat-rapat mulutnya. Dia tidak ingin berkata apapun saat ini, pikirannya mulai terlintas perkataan-perkataan orang tentangnya.     

"Ada hal yang penting untuk aku bicarakan denganmu " Aditya mempertegas ajakannya pada Nita untuk bicara sepulang kerja nanti.     

"Dan aku yakin kamu yang akan bisa membantuku.. " diapun melanjutkan perkataannya untuk meyakinkan nita.     

"Pak Adit, itu.. " Nita tidak melanjutkan perkataannya,dia kebingungan untuk menjawab ajakan dari atasannya itu. Jika saat ini ada pintu ajaib di depannya dia akan segera kabur dan masuk ke dalamnya dan kembali lagi di masa depan.     

"Ada beberapa hal yang tidak bisa saya bicarakan disini, terlalu banyak orang.. " wajah Aditya menghiba berharap Nita dapat mengabulkan permintaannya dan mau ikut bersamanya memecahkan satu solusi.     

"Pak Adit, saya tidak bisa pergi jika dokter yoga tidak mengijinkannya. Saya mempunyai suami yang harus mengetahui kemana saya pergi dan dengan siapa saya pergi.. "     

Aditya terdiam sejenak, dia pun membenarkan apa yang diucapkan oleh Nita padanya itu. Tetapi waktunya tidak banyak, dia harus meminta saran dari orang yang di anggapnya mampu untuk membantunya memikirkan jalan keluar yang baik.     

"Maafkan saya pak.. " nita memperlihatkan wajah sedihnya, tapi bukan karena sedih dia tidak dapat mengikuti keinginannya dia sama sekali tidak pernah memiliki pikiran untuk pergi dengan laki-laki lain selain suaminya. Wajah sedihnya itu dia perlihatkan untuk menghormati atasannya itu, bahwa dia tidak dapat membantunya kali ini.     

"Tunggu konpirmasi dariku " Aditya beranjak dari duduknya, "sekarang aku akan menemui dokter yoga agar mengijinkanmu! "     

"Eh, tapi.. " suara nita tidak dihiraukan oleh Aditya sama sekali karena dia telah lebih dulu melangkahkan kakinya meninggalkan Nita yang terkejut dengan sikap Aditya yang sebegitu nekatnya hanya karena ingin biacara dengan Nita.     

"Ibu! " Erin muncul disaat Nita sedang kebingungan oleh tindakan Aditya yang sedang menuju ke tempat suaminya itu.     

"Ada apa? " Dan kali ini dia melirik ke arah erin yang memasang wajah yang tidak menyenangkan di hadapannya.     

"Di luar ada tari " jawabnya.     

"Tari! " Dia segera beranjak, dan melangkahkan kakinya menuju ke ruang tindakan.     

Menangkap sosok tari yang dalam posisi semi Fowler dengan retraksi dinding dada yang begitu jelas dilihatnya. Dia terlihat kesulitan mengambil nafasnya itu.     

Dengan segera Nita memasang oxymeter, dan mengusap tangan tari dengan lembut.     

"Pasang infus jaga " Nita melirik ke arah aline.     

"Erin periksa tanda-tanda vital "     

"Siap bu "     

"Filla bisa tolong bawakan NRM di lemari emergency? "Lalu giliran filla yang dia minta untuk menolongnya ketika melihat hasil saturasi yang menunjukan angka sembilan puluh empat.     

"Tekanan darah seratus delapan puluh per seratus, nadi seratus delapan dan pernapasan enam belas "      

"Filla " Nita menoleh ke arah filla yang begitu kebingungan mencari alat yang Nita sebutkan, padahal alat tersebut tepat berada di hadapannya.     

"Erin bantu aline pasang dower kateter dan periksa darah lengkap dan protein urin " lalu dia menghampiri filla yang masih kebingungan.     

"Ini NRM yang aku sebutkan " dia lalu menunjukan ke arah filla benda tersebut dengan lembut dia mengatakan hal itu pada filla dan diusapnya pundak filla.     

"Maafkan aku, bu "      

Nita tersenyum, "nanti kita belajar sama-sama "     

Lalu dia mengambil NRM itu dan segera disambungkan pada tabung oksigen dan memberikan oksigen pada tari untuk bisa membantunya bernafas.     

"Aline lapor dokter Edwin sekarang " Nita memberikan instruksi selanjutnya, ketika dia melihat hasil laboratorium tari. Walaupun hasilnya tidak mengarah pada HELLP SYNDROME tapi tetap saja Nita merasa khawatir pada keadaan seseorang yang pernah menjadi rekan kerjanya itu.     

"Siap " Aline menuju ke nurse station untuk menelpon dokter Edwin dan memberitahukan tentang kondisi tari.     

"Kamu merasa lebih baik? " Tanya Nita setelah dia memberikan oksigen pada tari nafasnya terlihat teratur walaupun begitu berat.     

Tari menganggukan kepalanya.     

"Terima kasih, Bu " tari berusaha untuk mengucapkan terima kasih pada wanita yang pernah menjadi pimpinannya itu dengan memegangi tangan Nita erat.     

"Aku takut, bu " ucapnya kembali.     

"Sudah, jangan banyak bicara dulu " Nita memberikan usapan lembut pada satu tangannya, dia mencari sosok seseorang yang tidak muncul di hadapannya setelah lama melakukan tindakan pada tari.     

"Kamu datang kesini sendirian? " Nita tidak dapat menahan dirinya untuk tidak bertanya hal itu pada tari.     

Tari menganggukan kepalanya membenarkan tebakan Nita.     

"Keterlaluan! " Cetus Nita dalam hatinya, dia begitu emosi ketika melihat jawaban tari dari anggukan kepalanya.     

Terlihat lelehan air mata dari kedua mata tari, dia tidak dapat menahannya.     

"Sabar ya tari " Erin yang sedikit sensitif tidak dapat menahan air matanya melihat kondisi sahabatnya yang begitu menyedihkan.     

"Erin lakukan pemeriksaan bja " Nita memngalihkan pusat pikiran erin, dia bukan melarang Erin untuk tidak menunjukan rasa senasib sepenanggungan pad sahabatnya yang dilanda kesedihan.      

Tapi alangkah lebih baik dia memperlihatkan ketegaran pada tari agar wanita itu termotivasi dan bisa melawan rasa sedihnya.     

"Tenanglah " Nita menghapus air mata tari diperlihatkan padanya senyuman dan perhatian dari seorang kakak kepada adiknya.     

"Kamu masih punya kami " ucap nita "ingat kami masih keluargamu walaupun kamu sudah tidak bergabung bersama kami lagi "     

Tari menganggukan kepalanya dia hanya ingin bersama mereka saja saat ini, ada orang di luar rumahnya yang lebih menyayanginya dengan tulus.     

Di dalam hati Nita yang masih merasakan kekesalannya karena dokter dhanu yang memutuskan untuk menikahinya tetapi sama sekali tidak memperhatikannya yang sedang mengandung anaknya. Itu semakin membuat Nita membenci seorang laki-laki yang seperti itu. Beruntung dia mempunyai suami yang tidak memiliki sifat seperti sahabatnya yang menyebalkan itu.     

"Ibu bja seratus delapan belas! "     

Nita semakin terkejut dengan hasil pemeriksaan yang Erin lakukan.     

"Aline lapor sekarang juga gawat janin! "     

"Iya "      

Aline dengan sigap segera melapor pada konsulennya itu.     

"Sc Cito bu " teriak aline.     

"Lalu yang tanda tangan operasinya Bu? " Tanya Erin.     

Nita terpaku dengan pertanyaan Erin kali ini.     

"Aku yang tanggung jawab " Nita memutuskan, "tari adalah adikku jadi aku yang akan bertanggung jawab "     

Erin terkejut dengan keputusan nit ittu mulutnya masih menganga.     

"Ayo dorong ke IBS "     

"Baik bu " dia masih tidak percaya dengan keputusan sang pemimpin yang begitu loyal terhadap pekerjaan dan seluruh stafnya, dia tidak dapat menyembunyikan kekagumannya kali ini.     

Nita pun menemani tari yang didorong menuju ke ruangan IBS setelah terlebih dahulu menanda tangani persetujuan operasi yang akan dijalani oleh tari .     

Dokter Edwin yang sudah menunggunya tepat di depan pintu ruang operasi tersenyum ke arah Nita setelah membaca status milik tari, dia tahu selintas tentangnya dan baru kali ini dia bisa melihat sosok yang ramai dibicarakan oleh orang-orang banyak.     

"Kamu tidak keberatan untuk ikut masuk ke ruang operasi? " Tanya dokter Edwin.     

"Apa boleh dokter? "      

"Gantilah dengan pakaian khusus untuk bisa masuk menemaniku operasi adikmu ini! " Dokter Edwin yang belum memakai handscoon meraih tangan Nita untuk ikut dengannya ke dalam ruangan yang telah berdiri beberapa petugas dengan pakaian khusus ruang operasi.      

"Berikan dia baju ok " lalu di biacara pada salah satu petugas penata untuk memberikan nita pakaian ganti.     

"Siap dokter "      

"Ikut saya cantik! " Suara laki-laki itu sedikit kemayu membuat Nita nyengir keanehan di belakangnya.     

"Ganti baju disana ya Beib, pakai sepatu khusus ini " dan lalu dia memberikan nita sepasang sepatu khusus untuk dia pakai di ruangan operasi nanti..     

"Kamu sudah siap? " Suara dokter Edwin dari balik masker yang digunakannya.     

Nita menjawab dengan anggukAn kepalanya pada dokter Edwin.     

Mata indahny terlihat oleh dokter edwin, dia seperti mendapatkan kekuatan tersendiri dengan kehadiran Nita kali ini. Jika saja dia itu miliknya tentu dengan senang hati dia akan selalu membawAnya ke ruangan ini untuk terus memberikanny semangat.     

Nita melihat sayatan demi sayatan di perut tari yang sudah dalam pengaruh obat anestesi yang diberikan padanya.     

Dia merasakan sakit pada hatinya ketika lapis demi lapis sayatan tersebut hingga membuka dan kali ini lapisan dinding rahim yang membuka dengan cepat dan lihai dokter Edwin mengeluarkan bayi tari dari dalam perutnya.     

Terdengar tangisan bayi tersebut walaupun begitu merintih, dokter Edwin dmsegera memberikannya pada petugas perinatologi untuk melakukan tindakan penata laksana pada bayi baru lahir.     

Satu tetesan air mata keluar dari kedua mata nita, dia hanya terlalu bahagia dengan tangisan bayi itu.      

Membuatnya merindukan sosok tersebut, dia tidak dapat membendung lagi rasa bahagianya.     

"Kamu yakin masih dapat melanjutkannya? " Dokter Edwin bertanya pada Nita.     

"Iya " dia lalu menghapus air matanya dan meyakinkan dokter Edwin bahwa dia masih dapat melanjutkannya.     

"Kamu yakin? " Tanyanya kembali.     

"Iya " dia menjawab dengan pasti.     

"Baguslah " ucap dokter Edwin, "doakan tari semoga setelah persalinan ini dia akan baik-baik saja ".     

"Tentu saja " ucap Nita.     

"Dan doakan aku juga " lalu dia meminta hal yang sama pada Nita.     

"Supaya aku kuat menghadapimu yang selalu begitu indah dimataku! "     

"Wah,,, " suasana ruang operasi menjadi riuh seketika setelah mendengar ucapan alay dokter Edwin pada Nita .     

Dia hanya tersenyum melihat mata Nita yang melotot ke arahnya, dia begitu tidak sopan berani merayu istri dari seniornya itu dihadapan orang banyak.     

"Tenang tidak perlu khawatir " ucap dokter Edwin, "dokter yoga sangat tahu istrinya ini populer jadi lebih baik aku yang merayunya dari pada orang lain! "     

Lagi-lagi Nita ditertawakan karena kata-kata alay dokter yang sama sekali tidak pernah serius jika bicara dengannya      

"Bercanda bu " ucapnya "jangan tegang seperti itu, ini sudah selesai! "     

Nita seperti melihat sebuah trik sulap ketika dokter Edwin mengatakan padanya bahwa operasi tari telah selesai dan kondisi tari dalam keadaan stabil. Tetapi dia masih harus di lakukan observasi.     

Nita berjalan ke arah luar ruang operasi dengan kakinya yang terlemas, meskipun dia bekerja di rumah sakit ini pertama kalinya dia melihat sendiri operasi yang dilakukan pada orang yang dekat dengannya. Dia terduduk di lantai dan menundukan kepalanya. Mengakui kehebatan semua ibu di dunia, persalinan dengan cara apapun yang mereka pilih sama-sama memiliki resiko dan rasa sakit yang teramat besar. Tapi mereka tidak pernah memikirkan dirinya sendiri semua mereka lakukan karena rasa sayang pada anak yang di kandungnya.     

"Ibu, maafkan aku.. " lirihnya dalam hati, dia mengingat ucapan yoga. Dia tidak boleh memikirkan apa yang dilakukan padanya selama beberapa tahun, yang harus dia ingat adalah penderitaan yang harus dipikul ibunya ketika harus mengandung dan melahirkannya dengan susah payah. Ucapan ibunya kemarin mungkin adalah sesuatu kekhawatiran seorang ibu akan kebahagiaan putrinya di masa depan.     

"Kamu kakak yang hebat! "     

Dokter Edwin memuji nita dan terduduk di lantai disamping nita. Dia lalu memberikan Nita sebotol air mineral.     

"Jangan pikirkan tentang kelelahan aku " ucapnya pada Nita.     

"Walau aku lelah aku akan selalu berusaha membuatmu tersenyum dan menghilangkan rasa khawatirmu! "      

Nita tertunduk dan tersenyum dengan ucapan gombal dokter Edwin padanya, mereka lalu terdiam untuk beberapa saat.     

"Kamu percaya bahwa di dunia ini selalu ada banyak kemungkinan? " Tanya dokter Edwin pada Nita.     

"Kemungkinan seperti apa? " Nita balik bertanya.     

"Kemungkinan aku akan melihat orang yang mirip denganmu di suatu tempat dan begitu sama dengan sifat baikmu.. " ucapnya.     

"Tapi belum dimiliki oleh siapapun " lanjutnya seraya menatap Nita, "karena Tuhan memberikannya hanya untuk aku! "     

Nita tertegun dengan ucapan dokter Edwin padanya, dia seperti sedang mengucapkan ucapan selamat tinggal dibalik pengharapannya pada suatu kemungkinan yang dia ucapkan.     

"Apa yang dokter maksud? " Nita berpura-pura tidak mengerti ucapannya sehingga di dapat bertanya padanya.     

Dokter Edwin masih menatapi nita, "kontrakku sudah selesai disini.. "     

"Tapi kan dokter bisa memperpanjang kontrak tersebut " Nita menyela perkataan dokter Edwin, "apa aku selalu menyusahkan pekerjaanmu sampai dokter tidak memperpanjang kontraknya? "     

"Hei, jangan marah seperti itu! " Dokter Edwin tertawa kecil tetapi tidak dapat menutupi rasa sedihnya.     

"Aku menjadi semakin merasa berat pergi dari sini jika melihatmu marah seperti ini.. " dia melanjutkan perkataannya.     

"Sekarang aku yakin kamu akan bahagia " ucapnya kembali, "jadi, aku akan membenarkan instingku tentang kemungkinan yang aku impikan.. "     

Nita terdiam dan tertunduk dengan semua ucapan dokter Edwin, mungkin ini akan menjadi pertemuan terakhir mereka. Dan dia begitu sedih, karena tidak akan ada lagi yang bisa menghiburnya ketika dia sedang kebingungan melakukan tindakan.     

"Aku hanya bisa berharap dokter menemukan kemungkinan yang sangat dokter inginkan, maafkan aku jika selama ini selalu menyusahkanmu.. "     

Dokter Edwin tersenyum, "aku senang selalu disusahkan olehmu "     

Nita tersenyum lebar, "semoga tuhan memberikanmu pendamping terbaik.. "     

Dokter Edwin tersenyum dalam anggukan kepalanya, "tambah juga di doa mu itu harus seperti kamu! ".     

Nita tertawa kecil, "iya baiklah.. aku tambahkan seperti aku! "     

Lalu mereka kembali terdiam dan suasana menjadi hening untuk beberapa saat.     

"Apa kamu bisa menjawab pertanyaanku untuk yang terakhir kali? " Dokter Edwin memecah keheningan dengan suaranya.     

"Tentu saja " Nita memberikan kesempatan tersebut.     

"Jika kemungkinan ku menjadi kenyataan, apa yang akan kamu mau jawab jika aku menyatakan perasaanku.. "     

Dia memberikan tatapan yang begitu penuh pengharapan.     

Nita tersenyum kecil, "jika di kehidupan kemungkinan itu aku menjadi nyata, dan belum bertemu dengan orang yang aku cintai pasti aku akan mempertimbangkannya.. "     

Dokter Edwin tersenyum dengan ucapan jawaban Nita yang tidak pasti namun memiliki inti yang begitu diharapkannya.     

Nita melihat ke arah saamping ketika tari akan dipindahkan menuju ruangan, dengan cepat dia beranjak dari duduknya diikuti oleh dokter Edwin.     

"Aku mencintaimu.. " tiba-tiba terdengar pernyataan cinta dokter Edwin di telinganya.     

Nita dengan seketika menoleh ke arahnya memperlihatkan wajah yang penuh dengan keterkejutan.     

"Dokter... " Nita bersuara dengn begitu pelan.     

Senyuman pun terlihat kembali di wajahnya.     

"Aku mencintaimu secara diam-diam dan tersembunyi yang berani aku nyatakan padamu saat ini... "     

Nita tertegun dan mematung mendengar semua ucapan dokter Edwin padanya di pertemuan mereka yang terakhir ini.     

Dia tersenyum memandangi nita yang begitu syok mendengar pernyataan cintanya yang secara tiba-tiba.     

"I love you Kim min rae! " Ucap dokter Edwin dalam hatinya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.