cinta dalam jas putih

Taruhan



Taruhan

0Nita memandangi wajah axel yang memperlihatkan gambar yang dibuatnya bersama Icha tadi. Senyuman polos dengan celotehannya membuat Nita gemas dan membawanya kedalam pelukan sambil terus mendengarkan cerita lucu yang keluar dari mulutnya.     

"Kak Icha itu anak besar yang masih kecil? " Dia lalu melontarkan pertanyaannya pada Nita. Axel tergolong anak yang cerewet karena setiap apa yang dia baru temukan pasti tidak pernah luput dari pertanyaan yang akan muncul padanya.     

"Kak Icha tidak seberuntung axel yang masih bisa berpikir untuk mengerjain setiap tugas sekolah, untuk belajar menjadi orang pintar "     

Nita menjelaskan secara verbal yang dapat di mengerti oleh anak seusianya.     

"Aku senang berteman dengan kak Icha " ucapnya, dia yang sekecil ini telah memiliki kebaikan hati yang diajarkan oleh ayahnya. Sama seperti nita dulu, Axel lebih banyak mendapatkan pengasuhan dari ayahnya daripada ibunya sendiri. Tapi dia bisa menjadi anak baik, karena dia sudah mendapat kasih sayang yang tulus dari ayahnya itu.     

Yoga yang terduduk di samping Dion yang mengemudikan mobil menoleh ke arah belakang dimana istri dan putranya itu terduduk tengah asik mengobrol menceritakan gambar yang Axel buat tadi.     

"Axel, kamu mau kemana? " Nita teraneh melihat Axel yang tidak mengikutinya ketika sampai di lobi hotel.     

"Aku akan ikut om Dion, dia punya permainan baru di laptopnya! "     

"Axel.. " ucapan Nita sama sekali tidak dihiraukannya dia bergegas lari ke arah Dion yang sudah menunggunya di lift.     

"Dia sudah besar, kamu tidak perlu khawatir " yoga membawa Nita untuk berjalan dengannya menuju ke lift yang akan mengantarkan mereka ke dalam kamar mereka.     

"Aku mandi dulu "      

"Ya " nita lalu mengganti pakaiannya dengan baju tidur, duduk di depan meja rias dan menatap dirinya di depan cermin. Dia mulai membersihkan sisa-sisa make up yang dipakainya, dan menyisir rambutnya.     

"Kenapa ibu bicara seperti itu? " Tanyanya dalam hati, "mungkin saja ucapannya itu  secara tidak langsung doa padaku supaya aku cepat-cepat di karuniai seorang anak.. "     

"Toh, jika tuhan menakdirkan diriku untuk kesulitan mendapatkan seorang anak. Axel lah yang akan menjadi anakku nanti " Ucapnya kembali dalam hati.     

"Apa ibu berpikiran bahwa seorang anak itu harus lahir dari rahimku sendiri? "      

Tatapannya kosong melihat dirinya di cermin dengan tangan-tangan yang sedang menyisir rambutnya.     

Lamunannya buyar ketika pintu kamar mandi terbuka dan muncul sosok dari balik pintu tersebut.     

Dia segera menghampiri yoga yang masih menggunakan bath robes karena baru selesai mandi.     

"Besok kita pergi dari hotel jam berapa? "     

"Kenapa? Kamu masih betah disini? "     

Nita tersenyum tipis, "walaupun hotel ini bagus, tapi sepertinya aku lebih nyaman berada di rumah. Aku kan anak rumahan wong ndeso, jadi tidak cocok lama-lama tinggal disini! "     

Yoga tertawa kecil, "kamu mau kita pamit dulu pada ibumu? "     

"Tidak perlu " jawaban nita spontan terucap begitu saja, dia lalu terdiam untuk beberapa detik. Dan memperlihatkan tawa kecilnya pada yoga.     

"Aku sudah berpamitan dengannya tadi, jadi aku pikir itu cukup. Aku masih belum bisa beradaptasi dengan baik sekarang ini, mungkin lain waktu.. "     

"Nanti juga terbiasa.. " yoga mengusap lembut pipi Nita. "Walau ibumu seperti itu dia tetap ibu kandung yang melahirkanmu, jangan kamu ingat perlakuannya padamu selama belasan tahun kebelakang. Tapi kamu hanya harus ingat perjuangannya selama sembilan bulan ketika kamu masih berada di dalam perutnya.. "     

"Kamu juga akan mengalaminya nanti, mengandung anakmu sendiri dan melahirkannya.. " yoga kembali melanjutkan perkataannya, dia memang tidak bisa memaksa nita untuk dengan cepat menerima kehadiran ibunya. Tetapi sebagai seorang suami dia harus bisa mengingatkan istrinya itu.     

Nita hanya membalasnya dengan senyuman, dia tidak yakin apakah nanti akan seperti yang yoga katakan. Dia dapat beradaptasi dengan baik, tetapi dengan perkataannya semalam justru membuat dia merasa lebih baik tidak bertemu dengannya dan kehidupannya berjalan seperti dulu. Dia bahagia dengan keluarga yang dimilikinya saat ini dan Nita pun seperti itu.     

"Kamu belum tidur? "     

Melihat Nita yang berada disampingnya itu masih belum memejamkan matanya.      

"Aku tidak bisa tidur.. " jawabnya.     

"Sepertinya kamu butuh Erin dan aline hari ini " yoga menebak apa yang nita butuhkan.     

"Untuk apa? " Nita teraneh.     

"Supaya bisa membuatmu tertawa dengan lelucon mereka yang natural tidak terkesan dibuat-buat.. "     

Nita tersenyum, "oppa dokter saja yang membuat lelucon sekarang, kalau mereka aku pasti pusing. Mereka terlalu berisik.. "     

"Tapi mereka membuatmu nyaman " ucap yoga, menempelkan hidungnya di depan hidung nita yang terbaring menyamping ke arahnya.     

"Hei, kenapa kamu mau menikah denganku? " Tiba-tiba yoga bertanya hal yang sebelumnya pernah mereka bicarakan.     

"Kenapa? Aku kan dipaksa waktu itu.. " nita menjawabnya dengan sedikit gurauan. "Dulu kan oppa dokter tidak suka sama aku, cuma karena Axel dekat denganku dan dokter elsa mengijinkan jika menikah denganku kita menikah deh.. "     

"Jadi beneran tidak tertarik nih sama ayah muda, keren, dokter lagi.. " yoga memuji dirinya sendiri.     

"Sedikit.. " nita mencubit hidung yoga, "habis oppa dokter waktu pertama tidak seromantis sekarang.. "     

"Aku masih ingat yang oppa dokter tarik-tarik aku supaya masuk ke kamar?.. "     

Yoga tertawa malu, "sudah hentikan itu membuatku malu, itu kan karena aku cemburu kamu selalu di pandang oleh orang lain. Jadi waktu itu hanya ada pemikiran bagaimana caranya supaya kamu menjadi milik aku saja "     

"Dulu, aku bingung. Suka tapi terlalu banyak pertimbangan dan terlalu menjaga image, pura-pura tidak suka tapi sebenarnya sangat tergila-gila.. "     

"Laki-laki yang tidak tahu apapun tentang bagaimana caranya memperlakukan wanita disampingnya dengan baik itu akhirnya setelah mencoba berubah seperti sekarang inilah aku memperlakukanmu.. "     

Nita tersenyum lebar, "laki-laki hebat, bisa membesarkan putranya dengan baik.. "      

"Kalau aku tidak bisa memberikanmu seorang anak bagaimana? " Nita lalu bertanya hal yang sama sekali dia tidak akan ketahui dan belum ada pemeriksaan pasti, dia hanya mengambil kesimpulan dari kejadian kegugurannya yang kedua kali.     

"Kenapa berkata seperti itu? " Yoga balik bertanya, "kita tidak boleh menyerah harus berusaha, tidak ada akan ada hasil maksimal jika di tengah perjalanan kita berpikiran pesimis "     

"Tapi jika hasil akhirnya seperti yang aku sebutkan tadi bagaimana? " Nita membuat pertanyaan yang membuat yoga sulit untuk langsung menjawab pertanyaannya itu.     

Yoga terdiam sejenak sebelum dia memberikan jawabannya pada Nita.     

"Apapun yang kamu inginkan aku lakukan, jika mungkin kita menjadi orang tua dari bayi-bayi yang lahir tanpa orang tua " jawab yoga dengan tatapan lembutnya ke arah Nita.     

"Asal jangan kamu memberikan perintah untuk menikah dengan orang lain! "      

Nita tersenyum memegang kedua pipi yoga, "baik sekali suamiku ini, masa tidak mau menikah lagi dengan wanita lain. Kalau laki-laki lain pasti tidak akan menolak! "     

Yoga tertawa, "tidaklah, usiaku sudah tidak muda. Axel juga akan semakin besar, bukan contoh yang baik untuknya. "     

"Jika semua pikiran laki-laki seperti oppa dokter, wanita di dunia ini pasti bahagia sama seperti aku.. "     

"Benarkah? " Yoga sedikit tidak percaya, "dan sekarang aku tanya, jika aku yang tidak bisa memberikanmu seorang anak? Bagaimana? "     

"Aku sudah punya axel, jadi itu tidak akan jadi masalah besar buatku " jawaban nita terdengar tegas di telinga yoga.     

"Tapi Axel bukan putra kandungmu, apa kamu tidak ingin seperti wanita lain yang melahirkan anak mereka sendiri? "     

Nita tersenyum, "aku tidak akan mempersalahkannya tapi ibuku yang mempermasalahkannya... "     

Dia terdiam tidak melanjutkan perkataannya, kata-katanya tadi begitu secara tiba-tiba keluar dari bibirnya.      

Nita langsung memandangi wajah yoga, dia ingin melihat reaksinya karena kata-kata yang ingin dia sembunyikan tetiba keluar begitu saja karena terpancing oleh pertanyaan yoga.     

Yoga tersenyum ke arah Nita, "kenapa? "     

Dia menanyakan hal yang membuatnya tidak melanjutkan perkataannya tadi.     

"Itu... "      

Nita hanya memandangi yoga dengan bibirnya yang tertutup rapat.     

"Apa mengatakan hal seperti sulit ya? " Yoga bertanya seraya memeluk nita, tangannya membelai rambut Nita.     

"Tidak seorang ibu di dunia melihat putri mereka menjadi seperti dia, ketika melihatmu tumbuh dengan baik dan luar biasa wajar jika dia menginginkanmu menikah dengan seorang laki-laki yang belum pernah mengalami kegagalan dalam pernikahan.. "      

"Tapi aku tidak mempermasalahkan itu " Nita memastikan, "aku tidak ingin membicarakannya karena aku tahu ini tidak baik untuk kita bicarakan karena akan menyakiti salah satu diantara kita. Jadi kita tidak perlu membahas ini! "     

Nita memperlihatkan wajah kesalnya, dia sedikit menyesali pertemuannya dengan sang ibu tadi. Dalam pikirannya semua menjadi berubah karena perkataannya tentang seorang anak. Padahal dulu yoga pernah mengatakan bahwa ibunya itu mengijinkan yoga untuk menikahinya. Pikiran nita begitu negatif tentang apa yang sudah dikatakan ibunya itu.     

"Jadi ini alasan kenapa kamu tidak akan berpamitan besok pagi.. " yoga tersenyum seraya memeluk erat tubuh nita.      

"Ternyata istriku tersinggung dengan ucapan ibunya sendiri.. " yoga lagi-lagi mengucapkan sindiran halus pada istrinya itu.     

"Jangan marah ya.. " tiba-tiba suara Nita pelan dia merasa bersalah karena yoga telah mengetahui apa yang sudah dikatakan ibunya tadi.     

"Siapa yang marah, aku tidak akan marah karena itu memang kenyataan. Biar jadi pembelajaran juga untuk kamu ketika nanti menjadi seorang ibu mertua! "     

Nita beranjak dari tidurnya melepaskan pelukan yoga, kali ini dia menyimpan kedua tangannya di dada yoga. Dia sudah berada di atas tubuh yoga.     

"Kita membuat dulu anak yang banyak, baru nanti memikirkan menjadi seorang ibu mertua yang baik pada menantunya! "     

Yoga tertawa kecil, "buat saja sendiri, kan kamu sudah lihai sekarang.. "     

Yoga lalu membiarkan menerima apa yang diinginkan istrinya itu, tidak tidak pernah pernah mengambil serius obrolannya kali ini. Karena memang betul ucapan Nita, ada hal yang harus di bicarakan dengan baik agar salah satu dari mereka tidak terpojokan atau menjadi sakit hati.     

Mereka akan terus berjalan ke depan walau apapun situasinya, ini hanya kerikil-kerikil kecil yang harus mereka lalui ketika berjalan di jalur kehidupan rumah tangga..     

***     

Pagi di hari Senin ini nita sudah mendapati sosok seorang wanita muda dengan seragam lengkap seperti yang dipakainya terduduk di sebuah kursi di kantornya.     

"Syafilla.. " nita membaca sebuah surat penugasan dari pihak kepegawaian yang dia bawa pada Nita.     

"Filla saja, Bu " benar yang yoga katakan suaranya sangat lembut, wanita itu lebih cantik dari yang sudah diceritakan yoga.     

"Kamu sudah menikah? " Tanya Nita.     

Senyuman tipis muncul dari wajah indahnya, "saya sudah bercerai dengan suami saya.. "     

"Kamu pasti akan bisa melupakannya setelah bekerja disini, anggap saja ini rumah keduamu " ucap Nita, "semua orang yang berdatangan ke ruangan kita adalah saudara kita sendiri, sehingga kita bisa melayani mereka dengan senang hati.. "     

"Baik, bu "      

"Ibu memang seperti yang diceritakan dokter yoga dan teman-teman saya di kampus ketika kuliah " filla berkomentar tentang Nita, "cantik, baik, dan setiap ibu bicara seperti langsung membius untuk mengikuti semua ucapan yang ibu inginkan.. "     

Nita tersenyum dengan pujian filla padanya, rekan kerja barunya ini begitu pandai berkata-kata.      

"Baiklah, aku perkenalkan sekarang dengan teman-temanmu " Nita beranjak dari duduknya dan melangkahkan kakinya ke arah ruang tindakan yang diikuti oleh filla dari belakangnya.     

Dia melihat ke arah erin dan Karin yang berjaga kali ini, dahinya berkerut ketika melihat sosok keduanya.     

"Kenapa kebetulan sekali mereka berdua yang dinas pagi! " Cetus Nita pelan.     

Erin dan aline sudah terlihat tersenyum dari arah kejauhan, mereka sepertinya sudah siap untuk membuat nita pusing kembali hari ini.      

"Ini Erin dan aline " Nita memperkenalkan filla pada Erin dan aline.     

"Sampai waktu yang belum di tentukan kamu dinas pagi saja terlebih dulu bersama karin "     

"Baik, bu "     

Erin senyum-senyum sendiri tanpa ada hal lucu apapun.     

"Kenapa senyum-senyum? " Nita bertanya pada erin.     

"Cantik siapa Bu? " Bisiknya pada Nita.     

Nita mengernyit tawanya lalu muncul, "terserah kamu saja, aku sudah tidak akan ikut campur lagi. Sekarang tinggal kamu urus sendiri, kamu kan cantik! "     

Aline menertawakan Erin begitu senang karena kali ini sudah tidak akan ada lagi bantuan untuknya. Tapi walaupun begitu dia sudah dekat dengan babang Dion pujaan hatinya itu, jika wanita yang dion sukai dulu telah berstatus janda mungkin Erin akan sedikit lebih sombong dengan status belum menikah di kartu identitasnya.     

"Selamat pagi! " Tiba-tiba suara seorang laki-laki muncul dari arah pintu.     

"Wah, orang tampan kelas atas datang.. " Erin berucap sangat pelan sehingga hanya dia dan nita saja yang mendengarnya, mengomentari sosok Aditya yang datang pagi sekali ke ruangannya.     

"Coba tebak dia datang sepagi ini untuk siapa? " Aline bicara pada erin pelan dengan wajah yang tidak memperlihatkan bahwa dia tengah membicarakan atasannya itu.     

"Kepala ruangan kita atau rekan baru kita? "     

"Lalu kalau benar aku dapat apa? "     

Aline mengerutkan dahinya, dia selalu saja menginginkan imbalan atas semua kepintarannya.     

"Ayo buat penawaran terbaik " Erin tersenyum licik ke arah kakak seniornya itu.     

"Dasar matre! " Cetus Aline. "Kamu mau apa? "     

Erin tersenyum kembali, "traktir makan selama satu minggu, bagaimana? "     

"Deal! "      

"Menurutku rekan baru kita, tadi ketika apel pagi banyak yang membicarakannya. Secara dia masih muda, cantik, dan diceraikan pula oleh suaminya! Laki-laki kan semuanya mata keranjang "     

Erin menggelengkan kepalanya, "tidak semua, kak dion dan dokter yoga salah satunya! "     

Aline memanyunkan bibirnya ke arah erin yang berwajah seolah-olah dia pandai membaca pikiran orang.     

"Kalau menurutku pasti, ibu kepala kita " jawab Erin, "secara walaupun dia sudah menikah, auranya membuat laki-laki yang patah hati karena tidak dapat memilikinya susah move on! "     

Aline tertawa kecil, " siap-siap traktir aku ya.. satu Minggu! "     

Dia begitu percaya diri dengan semua jawabannya, begitu juga Erin. Mereka berdua sama-sama percaya diri dengan jawaban mereka.     

Dan sosok Aditya tersebut menghampiri ke arah mereka yang tengah berkumpul...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.