cinta dalam jas putih

DION



DION

0"Nah, bu bidan Kanita yang cantik dan baik hati seluruh rumah sakit, ini yang namanya Dion! " Yoga pagi-pagi sekali telah membawa sosok laki-laki yang berwajah manis, lebih tinggi dari Nita tentunya dan tubuhnya yang tegap yang memang terlihat lebih kecil dari yoga. Jika dilihat lebih dekat sepertinya dia memang mirip dengan Afgan, jadi dia tahu kenapa Erin selalu menyebutnya babang Afgan.     

'Iyalah dia yang jatuh ketika tabrakan dengan Erin, orang badannya Erin bukan tandingannya! " Celetuk Nita.     

Dion teraneh untuk beberapa saat ketika tiba-tiba dia diperkenalkan pada istrinya itu. Dan lagi cara dia memandangnya seperti sedang ingin menelisik lebih dalam kepribadiannya.     

"Selamat pagi, Bu " dion menyapa nita pagi ini.     

Nita menjawab sapaan Dion dengan senyuman, dia masih kepikiran dengan erin yang pintar memilih orang. Seleranya boleh juga untuk kriteria pacar, pantas saja dia rela melakukan hal yang ekstrem untuk dapat memikat hati laki-laki ini.     

"Kamu sudah sarapan? " Tanya yoga pada Dion.     

"Sudah dokter di tempat kos tadi " jawabnya.     

"Kamu belum menikah? " Tiba-tiba pertanyaan Nita muncul secara spontan begitu mendengar Dion masih tinggal di tempat kos. Dia berharap Dion akan memberikan jawaban yang bagus padanya, ini seperti dia yang sedang mengejar dion. Padahal kenyataannya dia begitu antusias untuk membuat dia dan Erin dekat.     

"Belum ada jodohnya, bu " jawab Dion malu-malu.     

Mata nita terlihat berbinar, akhirnya sahabat paling lucu dan kuat itu bisa mempunyai peluang besar mendekatinya. Erin harus selangkah lebih berani, supaya incarannya itu tidak di salip orang lain.     

Yoga tertawa kecil mendengar pertanyaan dari istrinya itu, "nah, Dion bidan Kanita naksir kayaknya! "     

Nita melirik ke arah yoga dengan membulatkan matanya, laki-laki itu hanya menanggapinya dengan tawa. Bibirnya komat-kamit ke arah yoga yang membuatnya malu dihadapan Dion.     

"Soalnya dia banyak yang suka juga di rumah sakit! " Celetuk yoga perkataannya itu dia tujukan pada Nita yang lalu bereaksi dengan merah di wajahnya.     

Dion hanya mesem-mesem mendengar candaan yoga pada istrinya itu, dia baru mengetahui ternyata dibalik sikap tegas atasannya itu berbanding terbalik jika dia berada bersama keluarganya.     

"Sebentar aku ambil barang-barang nyonya besar dulu! " Ucap yoga.      

"Baik, dokter "     

Dia bergegas melangkahkan kakinya menuju ke dalam rumah agar dapat segera berangkat.     

Nita mengernyit, kedatangan Dion pagi-pagi sekali ke rumah mereka itu adalah untuk ikut dengan mereka. Dan dia baru mengetahuinya, dengan cepat dia mengikuti yoga yang mengambil tas pakaiannya di ruang tengah.     

"Dion ikut juga? " Tanya Nita.     

"Iya, dia yang bantu aku disana nanti. Dan dia yang bawa mobilnya juga " jawabnya.     

"Kita pakai mobil? " Nita kebingungan, "tapi ibu kemarin bilang dia pakai pesawat? "     

Yoga tersenyum, "iya pakai pesawat dari Singapura, mereka sebulan sekali biasanya pergi kesana memeriksakan Icha "     

"Nanti kita berkunjung kesana setelah selesai ya sayang.. " yoga mengusap pipi Nita dengan lembut.     

"Kan kalau buat bawa mobil bisa pak itor? "     

"Sayangku, cintaku... " Yoga meraih pundak Nita untuk dapat dirangkulnya, "kalau aku bawa pak itor yang dirumah mba Mumu sendirian, kamu tega membiarkannya melakukan semua pekerjaannya sendirian? "     

Nita tersadar lalu memperlihatkan senyumannya ke arah yoga, "senang deh suamiku memang pintar! "     

Yoga tertawa kecil dengan pujian Nita padanya kali ini, "sebenarnya sih supaya dia bisa bawa Axel nanti, jadi kita bisa berduaan! "     

"Nah, kan ada modusnya! " Cetus Nita seraya mencubit kecil pipi yoga, tindakannya itu terlihat oleh Axel yang keluar dari kamar tidurnya.     

"Ciee, ada yang lagi pacaran! " Perkataan Axel sedikit keras membuat kedua orang tuanya itu tertawa malu karena ucapannya.     

Nita menuntun Axel agar berjalan bersamanya menuju ke arah mobil, mereka duduk di belakang. Dion yang membantu yoga membawakan mobil dan dia juga yang akan membantunya menyiapkan data-data yang harus dia siapkan nanti. Hari ini mereka akan pergi untuk melakukan tugas pekerjaan dengan membawa keluarganya, jadi bekerja sambil berlibur adalah kegiatan berfaedah yang baru bisa yoga lakukan saat ini.     

"Dion " panggil yoga, "Bu bidan penasaran sekali sama kamu dari semalam, katanya ada staffnya yang suka sama kamu! "     

Yoga sudah membuat wajah Dion seketika memerah karena malu.     

"Dokter bisa saja "      

"Iya beneran kan say? " Yoga bertanya pada Nita.     

Kedua alis Nita terangkat, bukan karena pertanyaan dari yoga tapi karena panggilan sayang yang disebutkan yoga padanya.     

"Iya " Nita membenarkan ucapan yoga pada Dion.     

" Kamu belum ada calon kan? " Lalu dia bertanya pada Dion untuk memastikannya terlebih dulu.     

"Belum dokter "     

"Jadi Dion ini perawat anestesi baru di IBS, dulu sebelum ke rumah sakit dia pernah menjadi dosen mata kuliah bahasa Inggris khusus untuk kebidanan di kampus yang sama denganku. Dia jago bahasa Inggris, dan yang paling muda di kampus dan satu-satunya yang belum menikah! "      

Dan, yoga mengingat kembali ketika pertama mengenal di Dion kampus tempat dia mengajar...     

***     

"Dokter yoga " panggil ibu jenny yang menjadi kepala prodi di jurusan DIV kebidanan.     

"Mau mengajar kelas E? "     

"Iya " jawab yoga teraneh melihat situasi yang tidak biasa dari hari sebelumnya, semua dosen terlihat lengkap berkumpul diruang staf ketika yoga datang untuk memberikan RPL yang akan dia berikan.     

"Tumben sekali semuanya berkumpul " yoga menanggapi situasi sekarang ini. "Biasanya masih di kelas.. "     

"Dokter kita itu sedang berkumpul untuk membantu pak Dion deketin perempuan yang ditaksirnya pada pandangan pertama, itu bidan yang ada di kelas E " jawab Bu jenny.     

Yoga melihat Dion yang tersipu malu, dia hanya terdiam ketika semua rekan-rekannya yang lain begitu bersemangat ingin membuat cintanya bisa diterima oleh wanita itu.     

"Cantik orangnya pak dokter " sambung Bu. Jenny, "tipe-tipe pak Dion lah, kulitnya putih badannya mungil pula, dia baru fresh graduate kebidanan langsung lanjut kuliah DIV, karena yang lain itu sudah ibu-ibu semuanya "     

Yoga menganggukan kepalanya memang hari ini dia diminta untuk mengajar di kelas karyawan oleh Bu jenny, jika bukan karena mereka tahu bahwa dia suaminya kanita yang juga lulusan kampus ini ketika DIV kebidanan dia pasti tidak akan menyetujuinya.     

Dan Dion tepat mengajar di kampus itu setelah Nita selesai kuliah. Jadi, sebenarnya Dion berusia lebih tua dari nita dua tahun. Dia dapat menyelesaikan pendidikannya lebih cepat dari teman-temannya karena kepintarannya.     

"Jadi dokter, pak Dion kan rencananya mau melanjutkan kuliah S2 nya di luar negeri tuh kalau bisa sebelum kuliah menikah dulu dianya.. " Bu jenny mengatur semuanya seolah-olah Dion adalah putranya yang kehidupannya dia yang atur.     

Yoga tertawa kecil, "wah hebat lanjut S2, selamat pak Dion! "     

"Lalu saya harus apa nanti di kelas? " Yoga tahu mereka mengatakan itu pasti ingin meminta pertolongannya.     

"Tolong bujuk bidan itu agar supaya mau dengan pak Dion! " Lagi-lagi Bu jenny yang bicara.     

"Kami semua tadi ketika masuk ke kelas E pasti mencarinya " suara Bu Dewi dosen mata kuliah metodik khusus kebidanan kali ini yang bicara.     

"Kasihan sekali diperlakukan seperti itu! " Yoga menanggapi semua tindakan yang dilakukan oleh staff dosen yang mereka sebut solidaritas terhadap teman. Padahal menurut pandangannya sebagai seorang pria, alangkah lebih baiknya jika dia sendiri yang langsung bertanya pada wanita yang sedang diincarnya itu.     

"Baiklah saya coba bantu, siapa namanya tadi? " Tanya yoga pada Bu jenny.     

"Filla pak dokter " jawabnya.     

"Filla... " Dia mengingat terus nama itu sampai dia keluar dari ruang dosen.     

"Dokter yoga " ada panggilan padanya dari arah belakangnya yang membuat langkahnya terhenti dan berbalik.     

"Pak Dion mau saya sampaikan apa pada bidan filla? " Yoga langsung menebaknya dengan pertanyaan.     

Dion tertawa malu, "bukan itu pak dokter, saya mau minta pendapat dokter. Bisa kita bicara sambil menuju ke kelas dokter? "     

"Baiklah " yoga menyetujuinya dan melanjutkan langkahnya.     

"Saya mau meminta pendapat dokter, secara tidak sengaja saya mencoba memasukan lamaran pekerjaan ke rumah sakit ketika mendengar bahwa rumah sakit akan merekrut pegawai baru di bidang keperawatan anesthesi dan kebidanan "     

Yoga mengangguk membenarkan, "kalau bidan memang saya yang meminta, tapi untuk perawat anesthesi sepertinya dokter Kim yang minta "     

"Menurut dokter apa saya harus lanjutkan kuliah atau bekerja di rumah sakit? "      

"Karena ilmu yang kita pelajari itu berubah sesuai dengan kemajuan teknologi, saran saya kamu praktekkan dahulu ilmu yang didapat supaya mahir " lalu yoga memberikan pendapat dari sisi yang dia sering lakukan, "jika kamu sudah merasa mahir dalam praktek, kamu bisa menjadi dosen di sela-sela jadwal kerja. Maka dua-duanya kamu dapat "     

Yoga tersenyum menepuk bahu Dion, "tapi sebaiknya kamu berusaha untuk bisa masuk ke rumah sakit, karena kalau tidak salah pihak kepegawaian sedang memproses kepindahan bidan desa bernama filla juga ke rumah sakit! "     

"Semoga itu filla yang sama " lanjut yoga seraya tersenyum ke arahnya, dan akhirnya mereka berpisah tepat di depan kelas yang akan yoga ajar.     

Dia memasuki kelas dengan sambutan dari peserta belajar yang sedikit dari biasanya, mungkin karena kelas karyawan maka hanya ada dua puluh peserta kali ini.     

"Selamat sore, maaf saya terlambat. Karena harus menjemput istri dan anak saya terlebih dulu " yoga memberitahukan alasan yang membuatnya terlambat masuk ke kelas, "kebetulan istri saya satu profesi juga seperti bu bidan disini! " Suasana menjadi riuh seketika, sepertinya perkataan yoga membuat para peserta didiknya.     

"Saya baru mengajar di kelas ini, baiklah ibu-ibu boleh memanggil saya yoga saja boleh " dia memperkenalkan dirinya secara santai agar tidak menimbulkan kesan adanya batasan profesi, dia hanya akan dengan senang hati berbaur dengan siapapun di luar lingkungan kerjanya.     

"Ada yang mau ditanyakan? " Tiba-tiba yoga membuat candaan pertanyaan untuk membuat suasana belajar rileks.     

"Dokter, istrinya Bu bidan juga? " Satu dari peserta didiknya bertanya.     

"Iya, pasti yang suka merujuk ke rumah sakit kenal juga " jawabnya membuat semua penghuni kelas geger dan riuh kembali.     

"Nah, ini istri dan putra saya " yoga lalu memperlihatkan foto Axel dan Nita di layar in focus yang sudah terhubung dengan laptop miliknya.     

Suasana kembali riuh ketika melihat foto yang diperlihatkannya itu.     

"Wah, cantik pak dokter. Mirip sekali dengan ibunya putra pak dokter! "     

"Terima kasih " ucap yoga mengomentari perkataan yang memuji nita dan Axel. "Anak saya baru satu, istri mudah-mudahan hanya satu saja "     

Ucapan yoga itu membuat semua ibu-ibu bidan di kelasnya bereaksi ada yang tertawa dan ada juga yang berkata-kata bahwa itu adalah kebiasaan laki-laki, tapi yang pasti yoga hanya bercanda saja.     

"Saya pernah merujuk, dan bertemu bidan kanita. Baik banget pak dokter, sudah begitu kalau kami ada kesalahan atau lupa, kami selalu di bawa ke kantornya lalu di beritahukan secara pribadi tidak di hadapan pasien " ada tanggapan positif lain dari pesertanya. "Suami istri cocok baik dua-duanya.. "     

Yoga bukan main senang jika istrinya itu bisa merubah pikiran banyak orang tentang ponek yang banyak disebut seperti sarang singa.     

"Nanti kalau saya ada halangan untuk masuk mungkin saya akan suruh istri saya saja yang mengajar " dan perkataan yoga kali ini membuat semua pesertanya begitu antusias.     

"Pak dokter, istrinya kok mirip sama filla ya " tiba-tiba ada suara yang muncul ketika dia akan memulai pembelajarannya.     

"Benarkah? " Yoga jadi teringat pembicaraannya dengan semua dosen di kantor tadi.     

"Hanya beda usianya saja lebih muda "      

"Filla itu yang mana, coba saya penasaran sekali.. " yoga lalu meminta bidan bernama filla itu mengangkat tangannya.      

Dan tertangkap oleh sosok wanita mungil terduduk di kursi barisan kedua dekat dengan tembok. Wanita itu tersenyum ke arahnya dengan wajahnya yang memerah sama seperti yang selalu terjadi pada Nita jika dia malu atau marah. Memang jika dilihat selintas mereka hampir mirip, yang membedakan adalah wanita yang disebut semua yang hadir di kelasnya adalah satu. Rambutnya sedikit bergelombang dan terurai panjang di bawah bahunya dengan rapi.     

Nita selalu mengikat rambutnya ketika bekerja, agar dia dapat bergerak dengan leluasa. Dia jadi teringat sosok istrinya itu kali ini.     

"Kita lanjutkan dulu pembelajaran hari ini ya bu bidan, nanti waktunya habis! " Yoga akhirnya memutuskan untuk menyampaikan materi tentang satuan acara pembelajaran patologi kebidanan, ketika dia menyampaikan materi matanya lagi-lagi menangkap sosok filla yang dia tanya tadi terus saja memandanginya tidak fokus pada materi yang di sampaikannya.     

Setelah enam puluh menit berlalu akhirnya terlihat slide terakhir dari presentasinya yang tertulis terima kasih, yoga mengakhirinya.     

"Baiklah sepertinya tidak akan ada yang bertanya " yoga lalu kembali mengeluarkan candaannya, "sudah terbaca, Bu. Pikirannya pasti belum posyandu belum laporan bulanan, apalagi kalau harus audit dengan dinas "     

Lalu tawa dari semua peserta pun menggelar di dalam kelas membenarkan perkataannya.     

"Ibu filla " panggil yoga, "kebetulan tadi saya ketika sampai di kantor diwajibkan menyampaikan mandat kepala prodi "     

Yoga bicara seraya menandatangani selembar kertas yang penanggung jawab kelas berikan padanya.     

"Katanya saya harus bisa memaksa bidan filla untuk menerima pak dion, katanya juga masa depannya begitu cerah. Sebentar lagi kuliah S2 di luar negeri, Bu! "     

Suasana kembali riuh, tertawa dan melihat ke arah bidan bernama filla tersebut. Terlihat oleh yoga wajahnya yang memerah.     

"Saya hanya menyampaikan ya.. " ucap yoga, kali ini tangannya merapikan barang-barangnya. "Hanya merekomendasikan saja, dia lelaki paling baik. Itu juga kalau bidan filla belum mempunyai pasangan, kalau sudah ada pasangan ya tidak boleh "     

"Ayo filla, terima saja. Lumayan sampai satu semester dapat bocoran bahasa Inggris gratis! " Tanggap salah satu rekannya yang membuat seluruh penghuni kelas tertawa termasuk yoga.     

"Jahat sekali, bu. Cuma sampai satu semester! " Yoga menggelengkan kepalanya menanggapi pembicaraan ibu-ibu yang pikirannya selalu selangkah lebih terdepan, selama itu bisa bermanfaat buat mereka pasti dengan kompak memaksanya untuk menjadi korbannya.     

"Jangan dipaksa,bu kasihan sampai merah seperti itu! " Yoga akhirnya menjadi penengah ketika semua ibu-ibu senior memaksanya.     

"Kamu sudah punya calon filla? " Akhirnya yoga bertanya padanya.     

"Ada, dokter " jawabnya, suaranya begitu terdengar sama dengan Nita di telinga yoga. Hanya nadanya sedikit manja dan alot.     

"Suami atau pacar? " Yoga tidak percaya dia bisa keluar dari etika pendidik yang digelutinya menjadi seorang pak comblang saat ini.     

"Pacar dokter "      

"Kalau masih pacaran bisa ya ibu-ibu? " Yoga meminta pendapat dari peserta yang lain.     

"Iya " jawab mereka kompak.     

"Selama janur kuning belum terpasang di depan rumah, masih ada kesempatanlah. Yang baik itu biasanya kalah sama yang serius ya.. " yoga mengeluarkan pendapat dari sisi yang di tahu. Membuat semua orang tertawa dan membenarkan semua ucapannya.     

"Bercanda, Bu filla " ucap yoga seraya beranjak dari duduknya untuk mengakhiri pembelajaran di kelas karyawan.     

Ketika dia berjalan menuju ke arah mobilnya terlihat Dion yang berjalan di depannya seketika berhenti ketika melihatnya.     

Yoga tersenyum ke arah Dion, "sesuai mandat Bu jenny saya sudah sampaikan pada bidan filla! "     

Terlihat keterkejutan di wajahnya, "kasihan dokter bidan filla jika terus di beri pertanyaan pribadi oleh semua dosen.. "     

"Katanya dia sudah memiliki pacar " yoga akhirnya harus menyampaikan berita duka ini pada Dion agar supaya dia tidak terlalu banyak berharap.     

"Nanti ketika kamu bekerja di rumah sakit aku kenalkan dengan bidan disana! " Yoga menepuk kecil pundak Dion. "Banyak yang cantik dan baik juga.. "     

Dion tertawa kecil mendengar ucapan yoga padanya, dokter dihadapannya ini begitu terbuka dengannya. Dia sama sekali tidak memberikan strata yang membeda-bedakan tingkat profesi.     

Dari sinilah dia menjadi orang kepercayaan yoga ketika akhirnya dia mengikuti saran yoga untuk mengambil pengalaman kerja di bidang praktokum sesuai dengan ilmu yang di pelajarinya. Dengan kemahiran yang dimilikinya membuat dia dipercaya oleh yoga melakukan pelaporan di bagian IBS bahkan sampai hal yang diluar pekerjaannya pun pasti Dion lakukan, karena rasa terima kasihnya yang tidak akan terbayar dengan apapun atas saran yang membuat dia belajar pada ilmu baru.     

***     

Pembicaraan mereka terhenti ketika setelah perjalanan yang hampir memakan waktu dua jam akhirnya mereka sampai di hotel tempat pelatihan di selenggarakan.     

Dan karena yang akan diikutinya adalah esok hari mereka akhirnya memutuskan untuk beristirahat di kamar terlebih dulu.     

"Memang akan ada bidan baru ke rumah sakit? " Tanya Nita pada yoga ketika mereka berada di lift menuju ke lantai tujuh.     

"Aku juga diberitahu lewat surat " jawabnya dengan senyuman.     

"Terus bidan filla itu sama dengan filla yang Dion suka? " Bisiknya kali ini, ketika melihat Dion sedang fokus dengan Axel dia menggunakan kesempatan ini.     

Yoga tersenyum ke arah Nita, "aku belum tahu sayang, Senin besok dia ke ruanganmu menggantikan bidan tari! "     

"Wah, gawat! " Cetus Nita dalam hatinya, dia begitu memutarkan otaknya bagaimana memberitahu aline tentang semua ini. Misinya membuat Erin dekat Dion harus berhasil, tapi jika saingannya yang lebih indah darinya berada di dekat Dion dia tahu kesempatannya akan semakin kecil.     

"Aku harus menelpon aline " ucapnya dalam hati, tetapi dia tidak boleh bicara di depan yoga. Dia kebingungan dengan cara apa dia bisa membuat yoga untuk keluar dari kamar dan dia bisa menelpon.     

"Axel " panggil nita pelan ketika yoga masuk ke dalam kamar mandi, "bantu bubu, ajak ayahmu jalan-jalan sebentar. Bubu harus menolong teman bubu, jadi harus menelponnya tapi ayah tidak boleh tahu "     

"Kenapa? " Axel keanehan.     

Dan kali ini dia bingung harus menyebutkan alasan apa pada Axel yang dia tahu selalu berpikir kritis.     

"Temen bubu suka sama om Dion, jadi bubu harus memberitahunya bahwa akan ada bencana besar sebentar lagi.. " Nita berpasrah diri, apakah Axel akan mengerti ucapannya atau tidak.     

"Siap! " Semua diluar dugaan ketika Axel menyetujuinya.     

Dia dapat bernafas dengan lega ketika sekutu kecilnya ini memang selalu bisa membantunya.     

"Ayah " panggil Axel ketika melihatnya muncul dari pintu kamar mandi.     

"Tadi aku lihat toko mainan di lantai bawah, ayo kita lihat yah! " Ajaknya dengan segera memegang tangannya.     

"Kita makan siang saja sekalian " ajak yoga pada Nita.     

"Aku ganti baju dulu, keringetan! " Nita membuat alasan, "nanti menyusul aku menyusul "     

Dalam hatinya Nita berharap yoga akan menyetujuinya dan berangkat lebih dulu bersama Axel.     

"Baiklah, ayo " ajak yoga pada Axel, dia akan pergi lebih dulu bersama Axel.     

Axel mengedipkan satu matanya ke arah Nita, rencana mereka berhasil akhirnya. Dan Nita membalasnya dengan kedipan satu matanya pula.     

Dengan cepat dia mengambil ponsel miliknya dari dalam tasnya, dan mengambil pakaian ganti miliknya.     

"Aline... " Nita mencari nama aline di ponselnya, di suasana seperti ini jempol mungilnya pun berubah menjadi jempol gajah. Semua dipijit, membuatnya semakin kesal dengan situasi yang menurutnya sangat darurat.     

"Pelan-pelan " ucap Nita mengusap layar ponselnya, "aline,,, "     

Akhirnya dia mendapatkan nama aline di ponselnya, dan menekan tanda gagang telpon berwarna hijau.      

Dia sengaja menekan tanda loud speaker, sambil dia menunggu aline mengangkat telponnya dia bergegas berganti pakaian.     

"Kamu kemana aline! " Nita geram.     

"Ayo angkat!!! "     

Saking kesalnya, ketika nita mengganti pakaiannya siku tanganny mencium ujung lemari pakaian dengan begitu keras.     

"Aduh sakit! " Nita meringis kesakitan dan mengusap siku kirinya, dan diberikan tiupan.      

"Aline ayo angkat! " Nita memeriksa kembali ponsel miliknya, sinyalnya penuh dan isi pulsanya pun dalam batas aman.     

Dia tidak bisa membuat yoga menunggunya begitu lama, hanya untuk ganti pakaian saja. Akhirnya dia memutuskan panggilan.     

Dia tidak bisa menelpon ketika di bawah nanti karena tentu saja yoga akan membawa Dion terus berada disampingnya karena cuma Dion yang tahu data yang yoga butuhkan.     

Akhirnya dia memutuskan untuk berhenti menelpon dan segera menyusul kelantai dasar dimana yoga dan Axel menunggunya.     

Ketika Nita telah keluar dari kamar hotel, dia tidak menyadari bahwa ponselnya tertinggal di atas tempat tidur.     

Dan tidak lama setelah nita keluar dari kamar, ponselnya berdering dan terlihat sebuah panggilan dari aline yang sedari tadi dihubunginya.     

Ponsel berdering untuk waktu yang lama di suasana sunyi kamar yang tanpa penghuninya, sesaat diam dan kembali lagi berbunyi....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.