cinta dalam jas putih

Love at first sight erin



Love at first sight erin

0"tidak perlu bertele-tele seperti itu! " Nita akhirnya menyudahi kepusingan akan semua pertanyaan Erin.     

"Langsung saja sebutkan namanya " hanya dengan cara inilah Nita bisa menutupi ketidaktahuannya di hadapan Erin.     

"Sebut saja Erin " saran aline padanya, "tidak perlu di dramatisir pakai teka-teki segala! "     

Bola mata Nita secara bergantian memandangi Erin lalu ke arah aline yang tidak henti-hentinya saling melemparkan ucapan sindir menyindir, seperti panggung politik.     

"Sebentar lagi kalian membuat kepalaku pusing! " Cetus Nita memijat kedua sisi keningnya yang mulai penuh dengan semua omongan-omongan di luar nalar oleh kedua orang ini.     

Sepertinya mereka memang kerasukan hantu blao sekarang ini, atau hantu presenter gosip yang setiap saat setiap waktu bicara yang nomor satu yang lain 'end'.     

"Ayo bilang sendiri atau aku yang bilang? " Aline memberikan pilihan pada Erin.     

Dia hanya memasang wajah kucem karena Nita tidak dapat menjawab pertanyaannya.      

Kedua alis Nita terangkat, "siapa? "     

"Perawat anestesi baru itukan? "Aline yang mencoba memberitahukan, "Dion kalau tidak salah, bu! "     

"Dion?? "      

Nita mulai berpikir sedikit, mengingat sosok laki-laki yang Erin ingin bicarakan. Namanya sedikit asing di telinga Nita, tapi mungkin akan dia tanyakan pada suaminya jika telah sampai dirumah.     

"Pokoknya love you full banget, bu. Ini benar-benar nyata, love at first sight! "     

Tawa nita dan aline muncul bersamaan mendengar celotehan Erin yang lucu dan menggemaskan seperti seorang bayi yang sedang lucu-lucunya.     

"Memangnya kamu lihat dia dimana? " Nita begitu penasaran dengan cinta pada pandangan pertamanya Erin.     

"Mau tahu kan? " Erin bicara dengan senyuman manisnya.     

"Makan dulu.. " dia membuat kedua rekannya itu penasaran, terlebih petugas kantin sudah mengantarkan pesanan mereka.     

Akhirnya pembicaraan mereka terhenti untuk sementara waktu, karena Erin yang akan bercerita membutuhkan tenaga sangat besar agar bisa fokus pada apa yang akan dibicarakannya.     

"Ayo cepat cerita " ucap aline ketika dia paling pertama selesai menghabiskan makanannya, dia hanya tahu nama Dion tapi tidak tahu seperti apa ceritanya.     

"Aku cuci tangan dulu! " Erin tidak lantas menceritakan setelah mereka selesai makan, tapi semakin membuat mereka penasaran karena tingkahnya yang terlalu banyak.     

"Cuci tangan enam langkah cuma dua puluh sampai tiga puluh detik ya! " Teriak aline sesuai dengan yang diajarkan oleh PPI setiap hari, "kamu jangan sampai ketiduran karena kekenyangan "     

"Asiap! " Teriak Erin membalas teriakan kakak seniornya.     

Nita hanya menanggapi mereka dengan senyuman dan gelengan kepalanya, dia tahu walaupun mereka sering adu mulut seperti ini sebenarnya mereka sangat kompak. Dan mereka berdua jujur dengan ketidak sukaan masing-masing, membuat mereka semakin dekat dan akrab.     

Tidak lebih dari satu menit Erin muncul di hadapan mereka, dan terduduk ditempatnya semula.     

"Tadi aku sampai dimana ya? " Tanya Erin sedikit mengingat pembicaraannya tadi.     

"Kamu belum sampai mana-mana " jawab Nita, "baru di tahap judul love at first sight! "     

Berbeda dengan aline dan erin, gaya bicara nita memang tidak dapat dipaksakan seperti mereka. Mau ketika marah, sedih, senang, teriak atau tidak pasti bernada sama yaitu lemah lembut. Bahkan yoga selalu mengatakan mendengar suaranya itu sedikit gersang alias gereget merangsang.     

"Jadi ceritanya seperti ini... " Erin lalu mulai menceritakan kejadian empat hari yang lalu.     

"Aku bertemu dia di koridor depan " Erin mulai bercerita, "dia membawa sebuah tas yang tertulis nama merk telepon selular terkenal, sepertinya dia akan menuju ke arah poliklinik "     

"Lalu yang membuat kamu jatuh cintanya yang mana? " Aline sepertinya tidak sabar untuk mendengarkan langsung di sebuah kejadian romantis diantara seorang wanita dan laki-laki.     

"Sabar kak Aline! " Cetus Erin sedikit kesal, dia tidak ingin ketika dia bicara diganggu oleh seseorang yang akan membuyarkan konsentrasinya.     

"Aku waktu itu terburu-buru karena di tunggu teman di depan gerbang rumah sakit " Erin kembali menceritakan kejadian yang membuat dia menjadi jatuh cinta.     

"Aku nabrak dia, karena terlalu terburu-buru sampai-sampai tidak melihat ada seseorang di depanku! " Dan setelah ini dia akan menceritakan hal paling romantis versinya.     

"Laki-laki dewasa Segede itu kamu nggak lihat, ampun deh! " Celetuk aline.     

Tawa nita muncul mendengar komentar dari aline, dia melihat ke arah aline dan memberikan isyarat dengan jari telunjuknya di depan bibirnya untuk memberikan kesempatan pada Erin bercerita.     

Sekarang ini, wanita bertubuh tambun itu sedang membutuhkan teman bicara yang bisa mendengar ceritanya dan mengakui semua yang diceritakannya itu. Walaupun sedikit lebay, tapi itu semua dari lubuk hatinya yang paling dalam.     

"Kita saling bertabrakan, dan aku begitu malu karena yang terjatuh bukan aku tapi Dion.. "     

Mata nita dan mata aline saling bertatapan keduanya terlihat menahan tawanya mendengar bagian yang Erin sebut romantis itu, terlintas di pikiran mereka seberapa dahsyatnya kekuatan Erin sehingga dapat merobohkan pertahanan laki-laki yang secara fisik telah dikenal mahluk yang paling kuat.     

"Aku minta maaf, dengan mata yang tidak lepas dari wajah tampannya. Dia sempurna sekali! " Erin kemudian menceritakannya seraya membayangkan wajah laki-laki yang mendominasi pikirannya saat ini.     

"Dia tidak marah malah menyebutku simanis yang sangat kuat! " Ucapnya dengan kedua telapak tangan dirapatkan di bawah dagunya, kata-katanya seperti eskrim walaupun dingin dia tidak membeku, begitu meleleh sangat manis. Sampai-sampai minum teh hangat tawar kalau sambil melihat Dion sudah terasa manis dan dunia seketika berubah menjadi taman bunga semua sehingga dia hanya bisa guling-guling indah seperti film india.     

"Aku mengambil barang yang dia bawa tercecer di lantai, sepertinya dia baru saja membeli ponsel. Sebelum dia pergi tersenyum dengan lesung Pipit di kedua pipinya, Afgan banget! "     

Mata Erin terlihat berbinar-binar menceritakan semua rasa manis yang menghiasi pertemuan pertama dengan pujaan hatinya.     

"Ini seperti aku ocha nya dia babang Afgan tampannya, sempurna banget.. " lagi-lagi khayalan tingkat Erin bermunculan.     

"Sepertinya handphone ini.. " Nita bicara dalam hatinya dan langsung memandangi ponsel baru miliknya dan segera menyembunyikan ponselnya agar tidak dilihat oleh aline dan Erin. Dia pasti akan menertawakannya karena ternyata yoga tidak memilihkan hadiah itu oleh sendiri .     

"Yang mana yang romantisnya Rin.. " komentar aline, "kamu tuh bawa perasaan banget baru juga disebut manis! "     

Nita tersenyum, "tidak apa-apa, semua orang memiliki sudut pandang berbeda tentang keromantisan yang mereka rasakan. "     

Erin dengan segera memegang kedua tangan Nita, memandanginya dengan penuh pengharapan bahwa Nita bisa membawa laki-laki yang dia harapkan menjadi sebuah kenyataan seperti yang dia impikan.     

"Ibu! " Panggil Erin.     

Nita sedikit ketakutan dengan gaya bicara Erin,membuat dia memundurkan posisi duduknya dari Erin.     

"Tolong bilang pada dokter yoga, adopsi aku please! " Lalu satu permintaan muncul dari bibirnya.     

Seketika tawa nita dan aline muncul mendengar kata adopsi yang Erin inginkan, ucapan-ucapan Erin selalu diluar dugaan mereka.     

"Kamu mau di adopsi jadi apa sama dokter yoga? " Aline tidak berhenti tertawa, menertawakan setiap tingkah anehnya.     

"Segede ini masih mau di adopsi, Erin,,, Erin,,, nyebut nama tuhan beb, nyebut! " Dan dia selalu menjadi komentator setiap perkataan erin kali ini.     

"Adopsi aku sampai jadian sama Dion manisku, karena aku tahu jaman sekarang yang berakal akan kalah dengan yang beruang. Erin yang selalu banyak akal ini akan selalu kalah dengan perempuan-perempuan yang bisanya cuma berdandan, ngerumpi sama jalan-jalan.. " Erin mengucapkan ketidaksukaannya pada kehidupan yang di alaminya membuat semua keberaniannya menciut, karena semua laki-laki yang dikenalnya selalu saja mendahulukan fisik.     

"Padahal aku juga sama-sama seksi seperti yang ada di luaran sana, hanya berbeda ukuran saja. Aku sudah bekerja jadi tidak akan menyusahkan mereka, tapi tetap saja aku tidak pernah dilirik sedikit pun! " Lalu dia memuji dirinya sendiri karena rasa keinginannya begitu besar untuk mendapat pujian dari lawan jenisnya di tengah-tengah ketidaksempurnaannya.     

Nita tersenyum, "kamu jangan menyalahkan laki-laki, karena mereka selalu terkesan mengutamakan fisik. Coba kamu rasain sendiri, kalau kamu mau membeli barang kesukaan kamu apa yang pertama kamu lakukan? "     

Dia membiarkan Erin memikirkan apa yang sudah di ucapkan ya untuk beberapa saat sebelum dia melanjutkan perkataannya.     

"Pasti yang pertama melakukan fungsinya adalah indera penglihatan kan? Laki-laki juga sama seperti itu! "     

"Lalu sekarang apa yang mereka lihat? Pastilah yang pertama kondisi barang tersebut, barulah dilihat kualitasnya dan lain-lainnya.. " Nita kembali menjelaskan pada Erin, "jangan tersinggung jika aku menyebutnya seperti sebuah barang dagangan, tapi sadar atau tidak kita memang seperti barang. Banyak pesaingnya, ada yang lebih bagus dari kita, atau muncul yang baru yang lebih modern yang selangkah lebih terdepan dari kita? Jadi yang harus kamu lakukan itu bukan harus di adopsi dokter yoga, tapi membuat kamu menjadi diri sendiri dan memunculkan keunggulan tersendiri sehingga bisa membuat bersinar di mata semua laki-laki. Semua wanita punya kecantikannya tersendiri.. "     

"Dengerin yang bener, Rin " aline menepuk pundak teman satu shift nya itu, "suka boleh, karena itu hak kamu, tapi kamu juga harus mempersiapkannya jangan sampai pergi berperang tanpa melakukan persiapan itu namanya bunuh diri! "     

Erin terlihat memikirkan kata-kata wejangan yang membuat hatinya bergetar dari kedua kakak seniornya.      

"Kenapa ya kalau orang cantik itu tidak pernah tanggung? " Erin bertanya dengan suara pelannya.     

Aline mengernyit, "kenapa lagi sekarang? "     

"Aku aneh aja, kak. Kepala ruangan kita ini sudah cantik, lemah lembut, baik lagi... Nggak tanggung-tanggung kan? "     

Aline tertawa kecil menggelengkan kepalanya, "itumah bakat alam, sudah dari lahir seperti itu. Jadi mau dalam situasi apapun juga tetap baik.. "     

Nita tersenyum malu karena mendapat pujian yang berlebihan, "tapi aku lebih suka seperti biasa saja,  kalian tahu mendapat predikat baik itu membuat kita harus berada di jalur itu walaupun kita tidak menyukainya. Jadi jangan menilai orang yang kalian anggap baik, bahagia itu sangat indah. Kitakan tidak tahu di dalamnya... "     

Erin dan aline menganggukkan kedua kepalanya, inti dari yang Nita ucapkan adalah bersyukur dengan kehidupan seperti apapun yang tuhan berikan, apa yang dia rencanakan itu memang yang sangat terbaik.     

"Jadi, sekarang bagaimana caranya membuat aku langsing? " Tetiba Erin melontarkan pertanyaan yang membuat Nita dan aline memegangi dahi mereka masing-masing. Ternyata apa yang sudah di katakan tadi sampai berbusa-busa itu seperti angin lalu di pikiran Erin, semuanya masuk dari telinga kanan keluar dari telinga kiri.     

***     

Nita akhirnya menyelesaikan obrolannya tentang Erin dan kembali pada malam dimana dia dan yoga masih berada di tempat tidur dan bercerita tentang kejadian lucu yang Nita alami tadi pagi.     

"Tertawa saja sampai puas, aku juga tadi sampai tidak bisa berhenti tertawa! " Nita akan memberikan kesempatan pada suaminya itu untuk tertawa sesukanya setelah mendengar semua ceritanya bersama erin dan aline.     

"Siapa tadi namanya? " Tanya yoga masih dalam tawanya.     

"Erin " jawab Nita.     

Lalu yoga menganggukan kepalanya, "iya, mereka bisa-bisanya jadi satu tim ya? Aku tidak pernah tahu aline yang punya sifat sinis itu ternyata cocok di partnerkan dengan erin "     

"Kamu memang hebat, pertimbangan kamu ketika membuat satu tim itu ternyata berhasil dan akhirnya mereka menjadi solid " kali ini giliran yoga yang memuji kepintarannya itu.     

"Walaupun mereka sedikit nyeblak ya.. "      

"Ihh, nyablak pak dokter! " Nita membenarkan perkataan yoga dengan tawanya, "nyeblak itu bikin makanan kerupuk pedas kesukaan orang Garut "     

Yoga tertawa kecil, ternyata guyonan yang sedikit garing itu bisa membuat istrinya tertawa juga.     

"Adopsi dulu Erin pasti bisa bikin kata-kata lucu! "      

Kali ini justru yoga yang dibuat tertawa oleh Nita.     

"Aku kan masih bisa bikin sendiri " celetuk yoga sambil senyum-senyum sendiri ke arah Nita.     

"Justru kamu yang harus adopsi aku " ucapnya, "kamu kan tahu aku tidak bisa hidup tanpamu.. "     

Nita membelalakan matanya mendengar kata-kata romantis yoga.     

Wanita itu lalu memberikan cubitan-cubitan kecil di pinggang yoga, membuatnya kegelian dan tidak dapat mengelak lagi.     

Dia membawa Nita kedalam pelukannya agar menghentikan aksinya itu.     

"Dion itu pekerja baru? " Nita begitu penasaran ingin mengetahui seperti apa laki-laki yang disukai Erin itu.     

"Kenapa? Kamu suka juga ya? "      

"Jangan aneh-aneh! " Jawab Nita, "yang satu ini saja belum habis, sayang banget kalau sama dokter yoga itu sudah keren baik hati pula.. "     

"Banyak yang mau, biarpun sudah punya anak berumur sembilan tahun! "     

Yoga tertawa kecil mendengar ucapan nita yang entah pujian atau sindiran, yang pasti sepertinya itu sebuah kode keras untuknya bahwa banyak wanita lain yang masih akan mengejarnya diluar sana karena pesonanya.     

"Kamu juga.. " ucap yoga pada Nita, rasa kantuknya kali ini muncul. Dia sudah menguap beberapa kali karena waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam, mereka terlalu asyik mengobrol sehingga lupa waktu untuk sendiri.     

"Ceritakan dulu, oppa... " Nita merengek, rasa penasarannya mengalahkan semua kantuknya.     

"Besok aku cerita ya sayang.. " yoga membaringkan tubuhnya dengan membawa Nita untuk tidur disampingnya.     

"Besok kita berangkat pagi-pagi sekali, jadi kamu harus istirahat! "     

Yoga lalu memberikan ciuman di kening Nita sebelum tidur.      

Nita terdiam dalam kesunyian, sedikit mengingat sosok Dion yang hanya beberapa kali dilihatnya. Yang pertama ketika dokter Edwin mengalami kecelakaan yoga yang mempercayainya untuk menemani dokter Edwin selama perawatan. Dan kedua ketika ketika dia harus terkunci dengan Aditya dan dokter Edwin, jadi dia hanya tahu selintas saja.      

Bahkan jika harus mengingat wajahnya pun sepertinya dia lupa karena hanya sekilas dia melihatnya.     

Dengan pikirannya yang terus saja penasaran dengan sosok dion, matanya perlahan-lahan tidak dapat menahan rasa kantuknya dan akhirnya terpejam...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.