cinta dalam jas putih

Misi Besar



Misi Besar

0"Buka ini satu persatu-satu "      

Erin menunjukan ke arah belakang punggungnya, dia menunjuk ke arah kancing korset 2 step yang dipakainya.     

"Lagian, pakai yang seperti ini segala! " Cetus aline dia mencoba jadi orang pertama membantu membukakannya, dia sudah menarik ke arah kiri dan arah. Kancing korset dengan material seperti sebuah lengkungan kawat membuatnya sulit untuk bisa membukanya.     

"Aku menyerah! " Teriak aline, "lebih baik nolong partus banyak daripada membuka kancing seperti ini! "     

Terlihat keringat menetes di arah samping dahi aline, nafasnya pun terengah-engah. Dia tidak habis pikir membuka satu pakaian seperti itu saja sudah membuatnya seperti kehabisan beberapa ratus kalori.     

"Kita juga tidak bisa mengguntingnya, korset yang kamu pakai menempel sekali di perut " Nita mencoba mencari jalan keluar dari permasalahan yang dibuat sendiri oleh Erin.     

"Kamu pakai ukuran apa sih? " Pertanyaan aline untuk lebih memastikan. Dia keanehan dengan melihat korset yang dipakai Erin begitu menempel begitu lekat di tubuhnya.     

"Gunting saja di ruang IBS pakai narkose umum! " Aline sudah tidak bisa mentolelir bibirnya untuk tidak berucap apapun.     

Erin memasang wajah sedih, "jahat sekali.. "     

" Yang aku pakai ukuran XL " lalu Erin memberitahukan kenyataan yang dia tutupi.     

"Terus kamu biasa pakai ukuran apa? " Lagi-lagi aline bertanya.     

"Double XL " Erin nyengir kuda, wajah tanpa dosa dia perlihatkan pada kedua seniornya.     

"Erin! " Geram aline, matanya membulat ke arahnya.     

"Ya ampun Erin,,, sadar diri donggg "      

Nita menggelengkan kepalanya, lagi-lagi harus melihat kejadian yang membuat kepalanya pusing. Setelah ini dia akan meminta yoga untuk mengajak ke suatu tempat yang bisa merilekskan pikirannya karena.     

Kejadian kali ini benar-benar membuatnya hampir mengalami seperti gejala nature deficit disorder akibat syndrome kurang piknik. Dia sudah akan hampir menyerah jika setiap hari dihadapkan pada kejadian seperti ini.     

"Coba aku dorong sebelah sini, nanti kamu buka kaitannya! " Setelah dipikirkan beberapa lama akhirnya dia mencoba cara yang tidak pernah dia coba sama sekali.     

"Ternyata ini lebih sulit dari hecting perineum! " Cetus Nita, "tapi kita coba saja siapa tahu berhasil "     

Nita dengan kekuatan tangannya mencoba menarik korset di bagian dekat kancing untuk diarahkan pada aline.     

"Coba kamu tarik nafas " perintah aline dia mencoba untuk melepaskan kancing di barisan pertama.     

"Iya, sebentar tahan dulu nafasmu! " Perintah aline yang kedua, "sepertinya sebentar lagi akan berhasil! "     

"Sebentar, tahan dulu.. " keseriusan aline dan Nita membuka kancing barisan pertama korset mengalah keseriusan seorang ilmuwan yang menciptakan teknologi terbaru yang menggemparkan dunia. Tetapi jika ini diceritakan akan lebih menjadi trending topik yang tidak biasa.     

"Cepat, aku sudah sesak! " Erin mulai tidak bisa menahan nafasnya lebih lama.     

"Sudah lepas! " Teriak aline bukan main senang karena dapat membukanya.     

Erin lalu mencoba mengambil nafas dalam setelah beberapa detik harus menahan nafas.     

"Baru satu kancing, bu! Jangan senang dulu " ucap Nita pada Erin dan aline, "ini masih ada satu, dua, tiga, empat, lima... "     

Dia dengan sangat rajin dan tekunnya menghitung semua kancing yang terpasang di korset yang dipakai oleh Erin, sekolahnya sudah sarjana, sudah bekerja pula. Seperti kembali duduk di sekolah dasar bermain hitung-hitungan.     

"... Delapan belas, sembilan belas! " Nita akhirnya selesai menghitung, dia menoleh ke arah erin "jadi kamu harus menahan nafas sebanyak sembilan belas kali lagi.. "     

"Kamu membuka kancingnya " kali ini ke arah aline, "dan aku yang menariknya "     

"Lain kali jangan pakai yang seperti ini lagi, tampilan apa adanya. Kalaupun kamu mau berubah jangan pakai cara yang instan! "      

"Iya, bu " Erin menanggapi nasehat pimpinannya yang sudah dia buat susah, menyita waktu kerjanya hanya untuk membantunya melepaskan hal di luar nalar yang dipikirnya.     

"Siap? " Tanya Nita.     

Aline dan Erin menganggukan kepalanya, mereka sudah seperti tim Charlie angel yang akan menjalankan misi rahasia penting.     

Tapi misi mereka terhenti begitu mendengar suara roda blankar yang masuk di ruangan depan ponek. Aline sedikit mengintip, sudah terbaring dua pasien di atas blankar. Dan Erin harus menunggu untuk bisa lepas dari penderitaannya sampai aline dan Nita selesai melakukan pemeriksaan pada pasien dan mentransfer mereka ke ruang bersalin.     

Setelah beberapa saat melakukan kewajiban pekerjaan, mereka kembali menghampiri Erin dan menyambung misi yang tertunda.      

"Dua.. " aline menghitung kancing yang berhasil di lepaskan ya kali ini, setelah itu mereka melanjutkannya kembali misi mereka, masih ada delapan belas lagi kancing yang harus mereka lepaskan.     

Dan misi kali ini mereka beri judul 'melepaskan kancing korset! ' yang dibuat begitu dadakan seperti sebuah iklan dagang tahu bulat di komplek-komplek yang memakai mobil.     

"Terakhir! " Aline berteriak kembali kegirangan karena misinya berhasil, mereka berdua pun mengikuti aline yang berteriak karena senang. Dan saling melakukan pelukan, tidak lama setelah berpelukan tawa mereka muncul bersamaan.     

Menertawakan tingkah mereka kali ini yang seperti anak remaja yang selalu mengutamakan kepentingan teman yang biasa mereka sebut 'best friend forever, one for all and all for one'.( Ini moto geng nya author di jaman dulu sewaktu SMU, hehe.. )     

Setelah memakan waktu hampir dua jam usaha mereka pun membuahkan hasil yang memuaskan.     

"Leganya.. " Erin akhirnya dapat bernafas dengan leluasa.     

"Kamu lega, kita ngos-ngosan tahu! " Aline berkata seraya mengistirahatkan tubuhnya untuk duduk di sebuah kursi.     

"Pakai dulu bajunya " Nita lalu menyodorkan seragam atasan milik Erin yang dia buka tadi.     

Dalam gelengan kepalanya dia tidak bisa berhenti tersenyum jika membayangkan kejadian-kejadian aneh yang dia lewati tadi, ada banyak rasa. Antara lucu, takut, khawatir, dan kesal bercampur menjadi satu     

"Hei, Erin " panggil aline.     

Erin menoleh ke arahnya lagi-lagi dengan wajah tanpa berdosa.     

"Lagian kenapa itu korset bagian kancingnya bisa di punggung? " Tanya aline seolah-olah dia pernah memakainya.     

"Bukannya kancingnya disimpan di bagian depan? " Dia pun melanjutkan pertanyaannya pada Erin yang sedang memakai seragamnya dan merapikan kancing-kancingnya.     

"Kak aline yang terhormat " Erin berucap, "aku tidak tahu cara pakainya, kupikir kancingnya di belakang. Pertama pakai nyaman tapi lama-lama seperti berubah menjadi buas menghimpit semua lemak-lemak dalam tubuhku sehingga membuat aku tidak bisa bernafas, lalu mataku kunang-kunang dan pingsan! "     

"Sudah tahu tidak bisa maksa lagi.. " aline menanggapi alasan-alasan Erin.     

"Sudah, kalian tidak capek apa dari tadi cek-cok terus? " Kali ini Nita mencoba melerai adu mulut kedua stafnya.     

Mereka sepertinya tidak ada lelah sedikitpun, kelihatan super power tiada tanding karena sedari tadi bicara terus menerus membuat Nita pusing dan terasa panas di telinganya.     

"Sudah berapa hari kamu tidak makan? " Lalu Nita bertanya pada Erin, dia terdiam sejenak karena dia merasa bahwa pimpinannya itu tahu kalau dia sengaja melakukan diet untuk menurunkan berat badannya.     

"Baru empat hari " jawab erin pelan.     

"Wah, hebat juga tidak makan empat hari. Mau diet jadi tidak makan nasi? Maunya makan angin biar ringan? " Aline menjadi komentator pertama ketika mendengarkan jawaban dari pertanyaan Nita pada Erin.     

"Aline! " Cetus nita pelan, "teman susah malah di terus saja kamu sudutin.. "     

Aline tersenyum, "habis saya kesal, tadi itu khawatir sekali melihatnya tiba-tiba pingsan. Saya selalu suka dia berpenampilan apa adanya tanpa dibuat-buat asal Erin sehat, tidak akan menuntut banyak. Walaupun saya selalu kesulitan berbagi tempat istrihat, karena dia sudah menghabiskan semua tempat! "     

"Kak, Aline! " Cetus Erin memanyunkan bibirnya ke arahnya, "jahat nih! "     

Nita menutup bibirnya dengan telapak tangannya, dia sudah tidak bisa menahan tawanya menyaksikan kegaduhan dua orang dihadapannya ini.     

"Kalaupun kak Aline menuntut banyak hal sama aku juga tidak akan di pedulikan. Memangnya pacarku! " Aline mencoba membela diri.     

Nita menangkap satu perkataan erin yang terakhir, "jadi kamu mau diet buat cowok ya? "     

Seketika wajah Erin memerah, dari gerak-geriknya dia seperti membenarkan apa yang sudah diucapkan oleh Nita tentangnya.     

Nita tersenyum kecil melihat reaksi Erin perihal ucapannya tadi.     

"Tidak apa-apa diet jika itu sesuai dengan anjuran, jangan sampai kamu kena syndrome bullimia nervosa yang akan membuat penyakit di hari depan " Nita memberikan nasehatnya pada Erin.     

"Apalagi sampai pakai obat yang tidak tercantum resmi, buatan luar negeri, belinya di online shop dengan harga murah yang menawarkan hasil yang singkat.. " Nita jadi teringat perawat Marni di IGD tadi, dan dia ikuti bicara seperti itu dihadapan Erin.     

"Yang disebut dengan istilah mencintai itu perlu pengorbanan buka berarti kamu jadi tumbalnya.. " Nita melanjutkan kembali nasehatnya, "kalau kamu sakit ya cowok itu cari yang lain lah, segala sesuatunya harus dipikirkan dengan pikiran sehat! "     

"Iya, bu. Aku minta maaf.. " Erin mengakui kesalahannya, dia memang begitu berpikiran pendek ketika merasakan jatuh hati untuk pertama kalinya pada laki-laki yang dilihatnya. Itu seperti jatuh cinta pada pandangan pertama.     

"Kamu harus traktir aku makan di kantin! " Cetus aline pada Erin memberikan kode keras, "walaupun cuma membuka dua puluh kancing korset itu juga membuat tenagaku terkuras banyak "     

"Iyaaa.. "     

Nita tersenyum, hari ini dia harus berterima kasih pada dua orang yang sudah membuatnya senang.     

"Aku yang traktir " ucap Nita, "kalian pesan makanan yang kalian mau, kita makan bersama disini siang ini! "     

"Ibu emang asik deh " Erin orang pertama yang begitu bahagia karena dia tidak perlu khawatir mengeluarkan biaya traktiran yang diminta oleh kakak seniornya itu.     

"Lah, dia yang semangat! " Aline menertawakan tingkah erin yang bergegas mengangkat gagang telepon dan memijit nomor kantin.     

Karena hari ini rencana makan siang mereka diruangan jadi cara tercepat adalah memesan lewat telpon. Dan bersyukurnya dia pasien yang datang hari ini pasien yang harus dilakukan tindakan di ruang bersalin jadi mereka hanya menganamnesa dan langsung.     

"Halo dengan kantin ya.. " Erin bicara seperti seorang anak kecil yang menghubungi petugas delivery order.     

"Tolong kirim makanan ke ruangan saya.. "     

Aline mengernyit, "dia pikir rumah sakit ini milik bapaknya, sampai semua orang tahu "     

Nita tertawa kecil mendengarkan Erin yang sedang berbicara di telpon, dan ucapan aline yang juga mendengarkan pembicaraan Erin.     

"Maaf , maksud saya ke ruang ponek " Erin memperbaiki ucapannya.     

"Saya pesan nasi dengan ayam bakar dua, ayamnya harus bagian dada, harus banyak sayuran tumisnya, pakai sambalnya jangan kepedesan. Terus jus alpuket yang pakai gula aren sama susu coklat itu lho mbak, enak banget yang itu... "     

Nita dan aline saling bertatapan, mereka berdua menggelengkan kepala mendengarkan pesanan seseorang yang sedang kelaparan karena empat hari tidak makan.     

"Aku tambah teh manis deh biar kuat! " Lalu Erin menoleh ke arah aline dan Nita, "kak Aline pesan apa? "     

"Belum pesan saja aku sudah kenyang Rin denger pesenanmu. Kamu lapar apa nafsu itu ribet amat pesanannya! " Celetukan aline itu membuat Nita tersenyum dan menyikutnya untuk menghentikan komentarnya.     

"Aku mie baso sama es jeruk " lalu aline mengatakan pesanannya pada Erin.     

"Ibu? " Dia bertanya pada Nita.     

"Aku nasi capcay dan es jeruk " jawab Nita.     

Erin telah selesai memesan makanan mereka, lalu di mesem-mesem ke arah Nita dan mendekatinya. Sepertinya dia akan menggunakan kesempatan menunggu sampai pesanannya datang dengan menggali informasi pada Nita.     

Kedua alis Nita terangkat, dia sedang membedakan apakah kali ini Erin memang sedang akan membujuknya, atau memang kali ini dia kerasukan.     

"Ibu, aku tanya dong.. " Erin duduk di kursi yang berhadapan dengan nita.     

"Tanya apa? " Nita balik bertanya, "kalau aku bisa jawab, asal jangan tanya kamu akan menikah dengan siapa di masa depan aku tidak tahu! "     

"Emang enak " aline menjulurkan lidahnya ke arahnya, dia menertawakan Erin yang sedang mencoba mendekati nita untuk mengetahui informasi penting.     

"Ibu.. " panggil Erin dengan manja.     

Bulu kuduk Nita mendadak berdiri ketika erin memanggilnya seperti itu.     

"Kenalkan aku dengan orang yang dekat dengan dokter yoga " ucapnya dengan sikap centilnya yang begitu di buat-buat.     

Nita mengernyit, "siapa? Dokter Edwin? "     

"Bukannn "     

Nita kembali memikirkan siapa saja yang selalu dekat dengan suaminya itu.     

"Pak Adit? "     

"Beuh, bu. Itumah laki-laki high class, Erin yang hina ini tidak akan dilirik sedikitpun! "     

Aline benar-benar tidak bisa menahan tawanya mendengar ucapan puisi Erin berjudul 'mutiara yang yang tertanam di dalam pasir'.     

"Terus siapa? " Nita berusaha berpikir lebih cepat, "yang selalu dekat sama dokter yoga itu Axel ato nggak aku sendiri.. "     

Nita tertawa kecil menertawakan ucapannya sendiri.     

"Kalau ibu mengijinkan aku untuk menjadi menantu ketika si ganteng Axel besar, seribu tahun juga aku tunggu! " Ucapnya, "siapa tahu nanti aku sudah langsing.. "     

Aline semakin tertawa keras menertawakan setiap ucapan Erin yang tidak pernah membuatnya tidak tertawa.     

"Kak Aline tidak tahu rasanya jadi aku sih, yang selalu dihempaskan begitu saja! "     

Aline menghentikan tawanya, "cari yang bisa terima kita apa adanya saja erin, jangan yang adanya apa! "     

"Yang seadanya saja.. " aline melanjutkan perkataannya "ada rumah, ada uang, ada mobil, kan tentram... "     

Erin memajukan bibirnya, mendengar kakak seniornya itu tidak pernah bisa memberikan nasehat yang benar-benar serius padanya.     

"Ayo,bu sebutkan.." Erin kembali pada Nita.     

"Siapa? Pak itor? "      

Erin mengubah wajahnya menjadi seperti emoticon sedih.     

"Masa pak itor, bu. Jahat sekaliiii.. " teriakan erin membuat Nita semakin kebingungan dengan orang yang menjadi incaran Erin saat ini, dia sama sekali tidak mengetahui siapa saja yang selalu berada di dekat suaminya itu jika sedang tidak bersamanya.     

Dan pertanyaan Erin membuat pikiran Nita bekerja dua kali lebih keras sampai-sampai membuatnya pusing...      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.