cinta dalam jas putih

ERIN



ERIN

0"Ayo teruskan! " Nita kali ini memberikan mereka sebuah tantangan.     

Dia melihat ke arah erin kali ini, "kamu juga kalau merasa tidak seperti yang aline ucapkan lakukan saja yang dia minta! "     

Matanya berganti ke arah ke arah aline, "kamu percaya Erin melakukan itu? "     

"Bisakan dibicarakan nanti setelah Erin dipindah keruang perawatan! " Nita lalu melanjutkan ucapannya.      

Dia mendominasi semua pembicaraan kali ini, wajahnya terlihat biasa saja tapi nada bicara terlihat ada penekanan karena kekesalannya.     

Ini pertama kalinya dia memperlihatkan kekesalannya. Sebelumnya wanita yang menjadi pimpinannya itu tidak pernah marah walaupun sekesal apapun.     

"Kalian tunggu disini, biar aku yang tanya pada dokter apa yang menyebabkan Erin pingsan dan muntah seperti ini! " Akhirnya Nita memutuskan untuk mencari informasi yang benar kepada ahlinya, daripada harus terus berprasangka buruk pada rekan kerja yang dinilainya selalu baik dan jujur.     

Nita lalu melangkahkan kakinya untuk menghampiri dokter jaga yang tengah duduk di kursi nurses station, dia tengah menulis advis pada semua status pasien yang bertumpuk dihadapannya.     

"Dokter! " Ucapan Nita yang terdengar keras karena masih terbawa emosi mengejutkan dokter jaga yang tengah menulis. Pulpen yang dipegang dokter tersebut pun hampir saja meloncat dari pegangan tangannya karena terkejut mendengar suara Nita.     

"Bu bidan " dokter tersebut tersenyum ke arah Nita, dia mengurungkan niatnya untuk marah karena wanita yang bersuara mengejutkannya itu adalah seorang istri dari seniornya, dokter yoga. Dia sebagai laki-laki pun tidak memiliki kekuatan sedikitpun jika sudah berhadapan dengan yang namanya kesenioritasan.     

"Ada yang bisa saya bantu? " Dia lalu begitu ramah dan menawarkan bantuan kepada Nita.     

Nita memperbaiki dan mengontrol emosi yang meliputinya sebelum dia melanjutkan kata-katanya. Lalu akhirnya memperlihatkan senyumannya.     

"Boleh saya bertanya diagnosa dari bidan erin? "      

"Jika dilihat dari tanda dan gejalanya seperti hipoglikemi " jawabnya, "mungkin tubuhnya sedang tidak fit, pola makan dan istirahat yang salah. Atau karena kelelahan akhir-akhir ini pasien rumah membludak luar biasa! "     

Nita terlihat memikirkan sesuatu, dia lalu mengeluarkan sebutir kapsul yang dia sengaja ambil satu dari tabung kecil yang berada di dalam loker Erin.     

"Dokter tahu ini obat golongan apa? " Lalu dia memutuskan untuk memperlihatkan obat tersebut pada dokter jaga tersebut.     

Dia mengambilnya dari tangan Nita, membolak-balikan obat tanpa nama itu.     

"Mirna, kamu tahu ini obat apa? " Lalu dokter jaga itu memberikannya ke perawat wanita bernama Mirna yang terduduk disampingnya.     

Tangannya mengambil obat tersebut, senyumannya muncul ketika melihatnya. Dan lalu pandangannya berganti ke arah Nita, terlihat kerutan di dahinya.     

"Bukannya badan ibu sudah bagus untuk apa minum obat ini? " Tanyanya pada Nita.     

"Kamu tahu ini obat apa? " Nita begitu penasaran hingga membuatnya ingin dengan cepat mendapat jawabannya.     

"Apa bungkusnya seperti ini? " Dia lalu memperlihatkan foto di ponselnya pada Nita.     

Dia dengan cepat menganggukan kepalanya, ketika foto yang diperlihatkan di layar ponsel milik Mirna padanya. Dan memang foto yang ditunjukan Mirna padanya sama persis dengan obat dia lihat di loker Erin.     

Wanita itu tersenyum, "itu mah obat diet, bu. Sedang ramai di media sosial, dijual online. Harganya juga murah, buatan luar negeri, hasilnya singkat, karena cara kerjanya menekan nafsu makan. Dalam satu bulan akan menurunkan berat badan dan langsing dan sudah banyak orang yang pakai, di toko online shopnya pun sudah diikuti ribuan dengan testimoni bervariasi! "     

"Wow... " Suara nita pelan penuh dengan rasa takjub, bukan karena efek ajaib obat yang dia tunjukan.      

Ucapan wanita bernama Marni, yang berlogat Sunda itu sesuatu sekali menurutnya. Dia sudah seperti seorang sales penjualan barang yang menawarkan satu produk barang. Mimik wajahnya begitu meyakinkan dengan sedikit menggebu-gebu seperti dia sendiri telah menggunakan barang itu pada tubuhnya sendiri.     

"Terima kasih " senyuman lebar terlihat di wajah Nita, dia masih memandangi Marni.     

"Sama-sama bu bidan " ucapan Marni menjawab terima kasih dari Nita.     

Nita masih tersenyum ketika dia lebih dekat pada sosok Marni, "semangat bekerja walau pasien sedang membludak, saya sangat suka penyampaian informasi dari kamu.. "     

"Pertahankan selalu senyum, sapa, salam dan santun " Nita lalu melanjutkan ucapannya dengan motto dari rumah sakit tempatnya bekerja.     

"Semangat! " Dan di bagian terakhir dia memberikan kata-kata perpisahan pembangung motivasi kerja padanya.     

"Wah, seperti dia akan merekomendasikan mu? " Celetuk dokter yang berjaga dengan Marni saat ini, "kamu tahu dia itu istrinya seorang kepala SMF! "     

"Ya ampun, jadi mau seperti dia.. " tiba-tiba di wajahnya muncul bunga-bunga bertebangan dan bintang-bintang diatas kepalanya yang membentuk mahkota bayangan.     

"Iya, na tanggung mimpi. Sampai tinggi aja deh mimpinya! " Celetuk dokter yang seketika memecah semua emotikon khayalan Mirna.     

"Ngomong aja masih pakai mah, hente! " Tiba-tiba di memberikan kritikan bahasa yang biasa dipakai oleh sundanis sejati.     

"Bisanya kalau lagi marah-marah bilangnya maneh, si belegug! " Bibirnya sampai maju-maju untuk bisa meniru gaya bicara Marni.     

"Dokter, apa yang kamu katakan padaku tentang diriku.. " Marni meniru gaya bicara Dian Sastro di salah satu adegan filmnya, "jahat! "     

Seketika tawanya muncul hingga membuatnya terbatuk, jika pekerjaannya setiap hari dengan tingkat stres tinggi di selipkan satu orang seperti Marni, wanita yang bercita-cita menjadi seorang artis tapi apa daya wajah tak sampai. Dia yakin pasti hilanglah lelah dan letih karena candaannya.     

Nita kembali ke dua sosok yang masih melakukan genjatan senjata karena dugaan mereka masing-masing.     

"Sudah " ucap nita menghentikan perang mereka, "aku sudah tanyakan pada dokter diagnosis nya, dan kita pastikan dulu Erin masuk ruang perawatan! "     

"Aku sudah tidak apa-apa, Bu! " Cetus erin, setelah dipasang infus tadi aku merasa segar dan sudah baikan.. "     

"Bandel dia, Bu! " Aline mengkonfrontasi Nita.     

"Aku istirahat saja dirumah, bu.. " kali ini rengekan muncul dan wajah menghiba telah dia perlihatkan pada Nita.     

"Ibu cepat bawa aku ke ponek sekarang, aku sudah tidak kuat! "     

Erin membuat nita terkejut dengan tindakannya yang menghentikan jalannya cairan infus yang terpasang, lalu dengan tangan satunya memegangi botol cairan infus. Dan tiba-tiba dia terbangun dan meloncat dari atas blankar, Loncatannya seperti membuat getaran di bumi yang dipijak.     

Dia berdiri dengan tegak seolah-olah tidak ada hal yang terjadi padanya tadi. Langkahnya begitu pasti menuju ruangan PONEK tempatnya bekerja. Terlihat keringat besar bercucuran di wajahnya berbentuk oval.     

"Aku baru melihat kekuatan besar seperti ini! " Cetus Nita pada aline yang sama-sama terkejut dengan tingkah polah erin yang pada awalnya lemah tidak berdaya, menyusahkan semua orang karena harus bersusah payah untuk mengangkatnya.      

Dan dalam waktu yang tidak lama dia melompat seakan tubuhnya begitu ringan dan mendapatkan kekuatan baru dari cairan infusan. Berjalan dengan cepat menuju ke ruang ponek yang dia inginkan.     

"Ikuti saja, Bu. Dia itu sedang kemasukan hantu abege labil! " Cetus aline dia berjalan lebih dulu meninggalkan Nita yang masih bengong dengan keajaiban yang dia lihat kali ini.     

Mereka berdua berjalan menuju ke ruang ponek, memutarkan seluruh pandangannya ke setiap penjuru ruangan tetapi tidak menemukan Erin.     

"Jangan-jangan pingsan lagi! " Aline dengan segera mencarinya dengan membuka pintu kamar mandi tapi hasilnya nihil. Mereka kebingungan mencari keberadaan Erin karena ketika menuju ke ruang ganti pun tidak mereka temukan.     

"Ibu! " Terdengar teriakan erin memanggil Nita.     

"Kak aline! " Lalu bergantian memanggil aline yang masih dengan teriakannya.     

"Tolong aku jangan diam saja! " Cetusnya masih dengan teriakan.     

Nita dan aline saling memandang, mata mereka tertuju pada kantor Nita. Dan akhirnya memutuskan berjalan bersamaan ke arah kantor, suasana menjadi mistis seketika. Nita jadi teringat ucapan aline yang menyebutkan Erin kerasukan hantu abege labil tadi itu.     

Pikirannya sedikit parno, dia harus bersiap-siap menghubungi pihak warois rumah sakit jika yang aline katakan tadi benar.     

"Hari ini menguras tenagaku sekali! " Cetus Nita dalam hatinya, dia menyeka wajahnya dari keringat yang keluar sambil melangkahkan kakinya menuju ke arah kantornya.     

"Erin! " Kali ini giliran aline yang berteriak.     

Nita menutupi wajahnya dengan telapak tangannya, tetapi membiarkan daerah sekitar matanya tetap terbuka untuk melihat sosok Erin.     

Sepertinya kali ini nita yakin bahwa erin memang sedang kerasukan hantu yang sedang kepanasan. Melihatnya berdiri di kantornya dengan seragam bagian atasnya sudah dibuka olehnya, hanya tinggal pakaian dalamnya.     

Aline dan Nita tertegun melihat tubuh gemuk tanpa pakaian atasan ditambah lagi ikatan rambutnya yang terlepas membuat rambut rambutnya terurai panjang sebahu tidak ada rapi-rapinya.     

"Bu, benarkan kataku! " Aline bicara pelan ke arah Nita, "sikapnya aneh beberapa hari ini, dia lebih sering melamun akhir-akhir ini! "     

Nita menganggukan kepalanya, "jadi, apa yang harus kita lakukan? "     

"Biasanya hantu takut dengan bawang putih kalau di film! " Ucap aline.     

Sontak nita menoleh ke arah aline, "kamu pikir dia vampir apa! Dia itu teman satu shift kamu aline! "     

Aline masih berwajah datar ketika Nita berkata seperti itu padanya, ekspresinya tidak menunjukan rasa malu atau menyesal.     

"Panggil warois saja! " Nita lalu berpendapat untuk memanggil pihak warois yang berperan seperti pemuka agama di rumah sakit.     

"Ibu! " Aline memegang tangan Nita dan menatapnya, "warois itu bukannya untuk pasien yang fase terminal,bu? Aline itu sehat bu. Dia hanya kerasukan sosok labil yang senasib dan sepenanggungan dengan Erin! "     

"Lagipula, masa kita panggil warois dengan kondisi dia yang tidak memakai baju! " Aline melanjutkan ucapannya yang membuat dia semakin kebingungan.      

Dia begitu tidak tega melihat sahabat yang paling baik dalam keadaan seperti sekarang ini. Nita sangat menyayangkan dan begitu sedih.     

"Jadi kamu bantu aku memikirkan jalan keluarnya, bukan membuat aku semakin pusing! " Kecerewetan Nita akhirnya muncul, untuk hal seperti ini dia sama sekali tidak mengerti dan baru kali ini dia berhadapan dengan kasus seperti ini.     

"Diakan temanmu, masa kamu tidak tahu kenapa tiba-tiba Erin seperti ini? " Dia lalu bertanya pada aline.     

Aline mengangkat bahunya, "sudah dua hari ini dia bertingkah aneh, mulai dari rumah dia sama sekali tidak menyadari satu kakinya memakai sepatu dan satunya pakai sandal. Yang kedua sewaktu pulang jaga kita membeli nasi goreng, dia kasih uang ke abang penjualnya tapi bungkusan nasi gorengnya dia tinggal! "     

"Yang dia lihat ponsel terus, Bu.. "     

Jika benar yang aline katakan itu sangat berbanding terbalik dengan sifat asli erin, dia wanita muda yang ceria, dan selalu fokus jika melakukan suatu pekerjaan. Apa yang sudah membuat keimutan dan keceriaan hilang seketika hari ini.     

"Ibu tahu sepertinya dia lagi naksir seseorang deh " aline menaruh rasa curiga pada rekan satu shiftnya itu.     

"Tidak ada yang salah kalau dia jatuh cinta, diakan sudah dua puluh lima tahun. Apa yang salah kalau dia jatuh cinta? "      

Aline menganggukan kepalanya, "iya makanya itu, kata tetanggaku hantu abege suka hinggap sama orang yang sedang jatuh cinta soalnya mereka suka jadi lupa diri dan lupa ingatan! "     

Dahi nita berkerut, dia ingin tertawa takut berdosa tapi jika dia tidak tertawa pasti akan menimbulkan benjolan aneh nanti di tenggorokannya.     

"Hei, kalian berdua! " Kali ini Erin berteriak ke arah dan Nita kembali.     

"Kenapa malah asik ngobrol saja berdua! " Dia terlihat geram sedari tadi mereka hanya berdiam diri di ujung pintu tanpa mempedulikannya.     

"Jangan diam saja cepat bantu aku! " Matanya yang sedikit sipit melotot ke arah Nita dan aline.     

"Ibu! " Aline bereaksi ketakutan melihat Erin yang melotot ke arahnya, dia bersembunyi di balik punggung Nita.     

Lalu terlihat wajah Erin yang merengek, "ibu cepat bantu aku lepaskan ini, jangan diam saja aku sudah sesak napas! "     

Nita teraneh dengan rengekan Erin padanya, sama seperti Erin yang biasanya.     

"Kamu tidak sedang dirasuki mahluk astral kan? " Tanya Nita untuk memastikan bahwa dugaannya salah.     

"Kerasukan hantu blao! " Cetus Erin, "aku masih waras, Bu. Tenang saja, cepat bantu aku... "     

"Kumohon " pintanya pada Nita.     

Nita akhirnya memutuskan untuk lebih dekat ke arah erin bersama aline, dia ingin lebih memastikan apa yang membuatnya menjadi seperti sekarang ini.     

Dan mereka sudah menyiapkan kelenturan kaki mereka untuk berlari secara cepat bila tiba-tiba Erin mengamuk lagi.     

"Bantu aku bukakan kancing-kancing ini! " Erin berbalik membelakangi nita dan aline ketika mereka sudah berada di hadapannya.     

Satu tangannya yang tidak terpasang infus berusaha menjangkau bagian belakang punggungnya.     

Nita sedikit berpikir untuk menebak yang sedang di pakai Erin karena terlupa. Dia memutarkan otaknya untuk berpikir secara perlahan.     

"Dia pakai korset, bu! " Bisik aline.     

Dan ucapan aline itu memberitahukan jawaban yang tengah dipikirkannya.     

Dia menarik nafas panjang karena terlega, Erin ternyata bukan kerasukan hantu blao atau kawan-kawannya. Dia hanya sudah tidak nyaman dengan korset yang dipakainya terlalu ketat. Dan inilah yang menyebabkannya pingsan tadi, asupan oksigen yang seharusnya diterima oleh otak dan tubuhnya menjadi terhambat.     

"Kerjaannya ngagetin orang nih! " Cetus aline pada Erin, bukannya segera membantu dia malah memarahinya.     

"Kalau kita jantungan gimana? Kamu mau nanggung biaya pengobatan kita? " Aline terus memarahi Erin yang masih kesulitan.     

"Iya nanti aku bayarin, berapa duit sih ketimbang berobat aja! " Cetus Erin membalas kemarahan aline, "bantu dulu aku buka ini! "     

Nita menggelengkan kepalanya melihat kedua orang yang sudah seperti anjing dan kucing yang sedang berebut kekuasaan.     

Dan, kesabaran nita sebagai pemimpin tengah di uji kali ini. Dalam batinnya lebih baik dia menjaga Axel dan teman-temannya yang bisa diajak bicara baik-baik, ketimbang dua orang dewasa yang memiliki ego masing-masing yang sulit dia lerai.     

"Sudah, bantu dulu! "      

Nita dan aline lebih mendekat ke arah punggung aline dan mencoba membantunya melepaskan sesuatu yang sudah membuatnya begitu menderita.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.