cinta dalam jas putih

Sosok Lama



Sosok Lama

0 "Apa kabarmu, Nita? " Wanita paruh baya itu bertanya padanya ketika nita masih terdiam tidak percaya melihat seseorang yang menjadi sosok lama dalam kehidupannya.     

"Baik " dia meraih tangannya dan memberikan satu ciuman di punggung tangan kanan sang ibu.     

Nita begitu canggung saat berucap pada ibu kandungnya itu, mereka terlalu lama terpisah sehingga ketika bertemu kembali mereka seperti orang asing.     

"Sudah lama sekali aku tidak melihatmu " ucapnya, "mengetahui kamu menikah dengan dokter yoga aku merasa tenang, karena yakin dia pasti akan menjagamu dengan baik.. "     

"Duduklah, bu "      

Wanita itu pun menuruti perkataan Nita dan terduduk disamping nita di kursi yang berada di depan ruang perawatan Elsa.     

Dia tersenyum memandangi nita yang masih tidak bisa berkata-kata seperti biasanya.     

"Kamu sudah punya anak? "      

Nita tersenyum, "belum, kemarin saya kembali mengalami keguguran. Saya baru dua hari kembali bekerja setelah menjalani cuti "     

Senyuman di wajahnya perlahan menghilang setelah mendengarkan nita yang bercerita tentang kejadian keguguran yang menimpanya.     

"Kamu harus bersabar, mungkin tuhan belum memberikannya sekarang ini padamu "      

"Iya " Nita menanggapi ucapan ibunya tersebut, wanita itu masih memiliki suara yang sama seperti dulu. Lembut dan terkesan penuh kasih sayang.     

"Sepertinya ibu baik-baik saja saat ini " karena rasa canggung sehingga membuat nita tidak dapat berpikir apa lagi yang harus dia bicarakan dengan ibunya sekarang ini.     

"Ibu masih sangat cantik " tiba-tiba pujian terlontar dari dalam mulutnya begitu saja. Dia sendiri tidak habis pikir mengapa begitu ingin mengucapkan hal itu.     

Memang kenyataannya wajah ibundanya tetap terlihat awet muda, di wajahnya hanya keriput di wajahnya hanya terlihat samar-samar di bawah mata dan keningnya. Matanya yang coklat seperti mata milik nita masih terpancar indah, hanya rambutnya terlihat sedikit berubah.     

Dulu, ketika meninggalkan nita dia memiliki rambut panjang dibahu, tebal dan hitam mengkilat. Mungkin karena faktor usia dia telah rambutnya pendek, dan warnya pun telah berubah menjadi coklat dan terlihat rambut-rambut putih mendominasinya.     

Suasana hening seketika...     

Nita masih belum puas untuk memandangi wajah ibundanya itu, dia tersenyum kecil memandangi setiap inci penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kepala. Lalu terlintas olehnya ketika dia bertanya pada sang ayah tentang kepergian ibunya itu.     

"Ibumu itu wanita cantik, dia berhak mencari kebahagiaannya sendiri. Karena jika bersama ayah dia akan menjadi seorang pembohong karena berpura-pura bahagia, jadi jangan kita Bebani dia biarkan dia bahagia karena selama ini dia sudah cukup menderita dengan kesusahan ini... "     

Sewaktu ayahnya mengucapkan hal ini dia masih menjadi seorang remaja yang begitu labil, sulit mengontrol emosi dan kemarahan. Yang dia tahu hanyalah kejahatan sang ibu yang pergi karena tidak ingin mencari kehidupan yang lebih bagus karena jika hidup bersama dengan dia tidak akan pernah bisa seperti sekarang ini.     

Lalu senyumannya kembali muncul ketika dia menyadari dan memikirkan maksud dari perkataan ayahnya, yang memang begitu berhati besar membiarkan ibunya mendapatkan kehidupan lebih baik.      

"Ayah memang selalu menjadi ayah yang terbaik! " Puji nita dalam hatinya. Apapun yang nita alami dulu, mereka tetap akan menjadi orang tua terbaik di kehidupannya hanya munggkin kondisinya berbeda dengan keluarga umumnya.     

"Kebetulan kemarin baru mendapat kabar tentang elsa yang harus masuk rumah sakit karena perdarahan.. " suara ibunya memecah seketika keheningan yang menyelimuti mereka berdua.     

"Bapak bilang yang membawa elsa kerumah sakit itu kamu, makanya kami cepat-cepat memesan tiket pesawat untuk bisa kesini! "     

Nita merespon perkataan ibunya itu dengan senyuman, ibunya memang memiliki ikatan keluarga dengan Elsa. Karena dia telah menikah kembali dengan laki-laki yang menjadi kakak elsa, mereka hanya dua bersaudara dan karena kedua orang tuanya sudah meninggal, kakak laki-lakinya itu menjadi satu-satunya keluarganya.     

"Karena ketika aku menghubungi yoga, dia bilang kalian akan pergi besok keluar kota. Jadi ibu memutuskan untuk pergi hari ini supaya bisa menemuimu " dia melanjutkan perkataannya.     

"Jadi seseorang yang akan ditemuinya tadi itu adalah ibu! " Ucap Nita dalam hatinya.     

"Yoga juga yang jemput ibu dan bapak kerumah sakit dari penginapan! " Ucapnya.     

Lagi-lagi nita hanya menanggapinya dengan senyuman dan anggukan kepalanya, kecanggungannya masih begitu besar.     

Kali ini kedua mata ibunya memandangi Nita, dia mengucapkan rasa terima kasihnya pada tuhan karena selalu melindungi putrinya itu dan merasakan kebanggaan tersendiri ketika yoga mengatakan padanya bahwa nita pegawai yang baik dan mendapatkan jabatan menjadi kepala ruangan karena hasil kerja kerasnya sendiri.      

"Bu.. " suara axel terdengar dari arah pintu, dia berjalan menghampiri nita. Mencium tangan ibunya dan lalu terduduk di pangkuan Nita.     

"Axel sudah semakin besar sekarang.. " ucapnya pada Axel seraya mengusap lembut rambutnya.     

"Nenek sengaja datang kemari untuk merayakan hari ibu? " Tanya axel dengan wajah polosnya, dia lalu menoleh ke arah Nita sebelum dia berkata kembali.     

"Sekarang bubu berikan hadiahnya pada nenek! "     

"Jangan sekarang Axel.. " bisik nita, seketika wajahnya memerah karena ucapan putranya itu.     

Axel begitu polos sehingga tidak mengerti dengan maksud yang dibisikan oleh nita padanya.     

Nita menarik nafasnya dalam-dalam, ibunya pun selalu memperhatikan sikapnya sedari tadi. Membuat nita akhirnya menyerah oleh keadaan yang axel buat.     

Terlihat senyuman indah terukir di wajah ibu, dia memaklumi sikap nita yang sepertinya begitu terkejut dengan kedatangannya yang begitu tiba-tiba dan sepertinya momennya begitu tepat pada pertemuan mereka kali ini.     

"Memangnya apa yang akan ibumu berikan pada nenek? " Dia sengaja bertanya pada Axel untuk mencairkan suasana karena kelucuannya.     

"Rahasia " jawab Axel, "yang namanya hadiah itu harus dirahasiakan! "     

Mereka berdua akhirnya tertawa mendengar celotehan axel.     

Nita lalu memasukan tangannya ke dalam tas miliknya, untuk mengambil sesuatu yang Axel bicarakan tadi.     

"Selamat hari ibu " ucap Nita seraya menyodorkan sebuah kotak hadiah kecil kepada ibunya.     

"Hadiah ini hanya mewakili secara fisik saja bahwa aku masih mengingat ibu " ucapnya.     

"Karena setiap hari buatku adalah hari ibu, dimana aku selalu memintakan sesuatu pada tuhan dimanapun ibu berada, selalu diberi kebahagiaan yang tidak pernah berhenti.. "     

Wanita paruh baya itu tersenyum, tangan nita yang memegang kotak hadiah dipegang oleh kedua telapak tangannya.     

"Ayahmu telah berhasil membesarkanmu menjadi seseorang yang dewasa dan baik " dia memuji nita bukan karena putri kandungnya, tetapi dia memang mengakui bahwa Nita telah menjadi pribadi yang baik. Yang membuktikan bahwa walaupun kehidupan keluarganya tidak menjadikannya alasan untuk tidak berusaha menjadi orang sukses seperti sekarang ini, dia menjadikan kelemahannya sebagai kekuatan yang membuatnya kuat.     

"Ayahku memang terbaik, tapi sifatku didapat secara alamiah dari ibu. Aku punya orang tua yang sangat baik.. " kali ini nita yang memuji ibunya tersebut. Dia akan mencoba kembali berhubungan baik dengannya, karena menurutnya membenci pun tidak ada gunanya untuk diri sendiri.     

Terlebih lagi dia telah berumah tangga, dengan otomatis dia harus menjadi contoh yang baik untuk anak-anaknya kelak.     

"Jika ibu mempunyai waktu senggang, mungkin jika ibu tidak keberatan ibu bisa mengunjungi kami dirumah nanti " ucap Nita kesulitan untuk membicarakan karena hal yang seharusnya adalah dia sebagai anak yang harus mengunjungi orang tuanya.     

Dia tahu ayah sambungnya pun seorang dokter yang mungkin memiliki kesibukan yang sama seperti suaminya, itulah sebabnya dia tidak pernah bisa untuk menyempatkan waktunya menemui Nita.     

"Kamu kan nanti pelatihan sama yoga, nanti minta sama yoga antar kerumah " ucapnya, "pelatihan itu kan di buat oleh tim dokter spesialis di rumah sakit tempat bapak bekerja! "     

Nita terpaku, dia sama sekali tidak tahu tentang hal ini. Disamping yoga tidak memberitahukannya, Nita sendiri pun tidak bertanya.     

Senyumannya begitu dipaksakan hanya untuk menutupi ketidaktahuannya.     

"Sudah disini toh! " Tiba-tiba suara laki-laki muncul dihadapan mereka bertiga.     

Sesosok laki-laki yang usianya seperti ayahnya dengan rambutnya yang memutih tetapi masih terlihat begitu gagah, wajahnya sedikit mirip dengan dokter elsa. Dan yoga yang berdiri disampingnya tersenyum-senyum ke arah Nita.     

"Kakek! " Teriak Axel, kemudian berlari ke arah sosok tersebut. Semenjak kecil Axel terbiasa memanggilnya kakek.     

Nita beranjak dari duduknya, dan mencium tangannya.     

"Kanita ya? " Tebaknya, satu tangannya mengusap lembut rambut Nita.     

"Iya " jawaban nita diiringi dengan senyumannya.     

"Ya,, kamu pintar memilih! " Cetusnya ke arah yoga, "ternyata dunia itu memang bulat dan sempit, ibunya aku yang dapat anaknya kamu yang dapat.. "     

Ucapannya dengan sedikit candaan membuat semua orang yang berdiri tertawa.     

"Kamu bekerja disini? " Tanyanya pada Nita.     

"Iya "     

"ibumu itu sudah tidak sabar ingin cepat-cepat bertemu kamu, sampai tadi bapak sedang mengobrol dengan teman lama dia tinggal! "     

"Kanita kan harus bekerja, pak! " Suara ibu menyela pembicaraan, "rumah sakit ini bukan milik nenek moyangnya, yang bisa seenaknya! "     

Nita tersenyum malu ketika perkataan sang ibu secara tidak langsung membelanya.     

"Iya, perempuan juga harus pandai " lalu laki-laki itu memberikan nasehat pada Nita.     

"Kamu kan guru pertama anak-anakmu! "     

"Iya " sepertinya nita telah menjadi kikuk berhadapan dengan orang lama yang ditemuinya kembali hari ini.     

Yoga mengetahui dengan jelas dari perubahannya, dia yang terbiasa cerewet dan penuh percaya diri ketika bicara dihadapan semua orang tiba-tiba hanya bisa berkata 'iya' saja.     

"Sepertinya kami harus pamit " akhirnya yoga memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan.     

"Saya antar axel ke sekolah untuk meminta ijin kepada pihak sekolah, membawa axel besok "     

"Iya, benar bawa Axel dan kanita. Jangan sampai tidak main kerumah! "      

"Pasti " jawab yoga pada laki-laki yang menjadi ayah sambung nita.     

"Kami pamit " yoga berucap sebelum dia membawa Axel untuk berjalan bersamanya dan diikuti oleh Nita yang berjalan disampingnya.     

Sesekali dia melirik ke arah nita yang berjalan disampingnya tanpa suara, tatapannya pun terlihat kosong walaupun langkahnya masih fokus.     

"Kamu baik-baik saja? " Yoga bertanya dengan suara pelan kepada Nita.     

Nita menjawab terlebih dahulu dengan senyuman sebelum dia berkata, "tidak apa-apa, hati-hati di perjalanan.. "     

Yoga pun mengerti dengan keadaannya saat ini, dia akan membiarkannya sendirian untuk beberapa saat.      

Dan ketika telah sampai di persimpangan mereka akhirnya berpisah ke tujuan masing-masing.     

Nita melangkahkan kakinya dengan pelan-pelan, ketika dia sampai di ruang ponek pun dia langsung menyendiri di kantornya memikirkan kehidupannya yang sudah seperti labirin.     

"Ibu menikah dengan kakak dokter Elsa ketika menikah dengan dokter yoga, dan sekarang aku yang menikah dengannya! " Nita menepuk keningnya pelan, jika orang lain sudah pasti akan tertawa. Walaupun mereka sering mendengar istilah turun ranjang, yaitu seperti menikahi saudara dari mantan istrinya tapi di kehidupan nita ini sangat aneh.     

Lika-liku pacarannya pun bisa di bilang lucu, berpacaran dengan keponakannya lalu dinikahi oleh pamannya mantan pacar.     

"Lucu sekali! " Nita tertawa sendiri.      

Dia akhirnya memutuskan untuk beranjak dari duduk menyudahi kesemrawutan kehidupan yang tidak perlu di sesalinya, dia hanya harus memiliki semangat karena kehidupan yang pasti adalah masa depannya.     

Dia berjalan menuju ke arah aline dan erin yang kebetulan hari ini berjaga pagi.     

"Kamu pucat sekali rin, kalau sakit istirahat saja! " Nita melihat erin yang tidak ceria seperti biasanya, dan lingkaran hitam di bawah matanya begitu tergambar jelas.     

"Dia bukan sakit " aline membantunya menjawab. Ada tawa-tawa kecil setelah dia membantu Erin menjawab.     

"Dia itu lagi jatuh cinta! "     

"Apa sih! " Erin marah dengan membulatkan matanya ke arah aline, ada satu tambahan cubitan kecil ketika dia marah.     

Nita tersenyum, "tidak apa-apa, kita kan sudah dewasa wajar saja kalau jatuh cinta.. "     

"Cintanya sama siapa dulu, bu " kali ini ada sedikit sindiran di ucapan aline.     

Nita mengernyit, "siapa? "     

"Itu... " Belum sempat aline bicara mulutnya sudah di tutupi oleh tangan erin sehingga dia tidak bisa berkata dengan jelas.     

Nita tertawa kecil dengan tingkah mereka berdua, seperti Erin menyembunyikan seseorang yang disukainya itu.     

"Sudah kalau tidak mau memberitahukan " ucap Nita, "besok aku pergi ke acara pelatihannya oppa dokter jadi semuanya Karin yang pegang besok... "     

"Asik Bu panggilan ke suaminya, anak muda banget " aline mengomentari ucapan nita perihal panggilannya pada yoga.     

Wajah Nita seketika memerah, "jangan bilang-bilang ya! "     

"Siap! " Aline berjanji untuk menyembunyikan apa yang sudah di dengarnya.     

Kini mereka berdua fokus pada wanita bertubuh gemuk dengan wajahnya yang terlihat imut bernama erin yang sedari tadi hanya celingak-celinguk mendengar pembicaraan nita dan aline.     

Dia beberapa kali mengorek-ngorek satu kupingnya.      

"Kamu kenapa Rin? " Tanya Nita.     

Tapi seperti Erin tidak mendengarkan perkataan Nita padanya, sampai akhirnya aline menepuk pundaknya.     

"Ditanya ibu non! " Cetus aline.     

Erin lalu melihat ke arah Nita, "ada apa Bu? "     

"Kamu beneran sehat hari ini? " Tanya nita memastikan kembali.     

"Iya, bu "  jawabnya dengan wajah yang tidak meyakinkan di hadapan Nita.     

"Ini hanya sedikit berdengung di telinga " ucap Erin masih dengan tatapannya ke arah Nita, "mata saya sedikit kunang-kunang karena lupa tidak memakai kaca mata "     

Nita dan aline mulai teraneh dengan melihat tangan erin yang bergetar, dan wajahnya yang penuh dengan keringat.     

"Bu, sepertinya dia mau pingsan! " Cetus aline memberitahukan pada Nita.     

Melihat Erin yang sempoyongan Nita terkejut, mencoba menangkap Erin agar tidak terbentur ke lantai.     

"Aline bantuin! " Teriak Nita, sepertinya dia bisa menahan berat Erin yang lebih besar dua kali darinya.     

Aline segera membantunya untuk membaringkannya di lantai sementara karena untuk mengangkat tubuhnya mereka rasakan tidak mungkin. Karena tubuh mereka berdua lebih kecil dari Erin.     

"Minta bantuan ke IGD untuk membawa blankar dan bawa beberapa orang perawat laki-laki atau satpam! " Nita memberikan perintah pada aline, dia tidak bisa bergerak karena kepala Erin berada di atas pangkuannya.     

"Iya " aline segera berlari menuju ke tempat yang nita sebutkan tadi.     

"Erin! " Nita mencoba memanggilnya dengan memegang pipi erin dan memberikannya sedikit rangsangan tepukan di pipi agar Erin bisa merasakannya dan lalu dapat membuka matanya.      

Tangannya berpindah ke pergelangan tangan erin, dia merasakan nadi Erin yang terasa lemah karena dia masih dalam keadaan pingsan.      

Tapi Erin tidak memberikan respon sedikitpun, matanya masih terpejam dengan wajah yang terlihat pucat...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.