cinta dalam jas putih

Cerita tentang sahabat



Cerita tentang sahabat

0"Jangan tertawa! " Cetus nita pada yoga.     

Malam ini mereka berada di dalam kamar di tempat tidur yang sama, sebelum mereka beristirahat jika tidak Nita yang menceritakan yang dialaminya setiap hari, pasti yoga yang bercerita.     

Tetapi Nita lebih dominan bercerita setiap hari, dan yoga memakluminya karena jiwa sosialita seorang wanita itu lebih besar dari kaum laki-laki.     

Mereka lebih senang berhadapan dengan banyak orang untuk bisa mereka komentari dan dijadikan bahan pembicaraan.     

Dan sekarang ini yoga tertawa karena begitu tidak dapat menahannya ketika dia menceritakan tentang rekan kerjanya, erin.     

"Jahat sekali, orang sakit di tertawakan! " Nita terkesal, tapi pada akhirnya dia pun tidak dapat menahan tawanya juga.     

"Itu kan penyakit dibuat sendiri! " Yoga menanggapi ucapan Nita.     

"Katanya petugas kesehatan, masa kesehatan orang lain dia jagain tapi kesehatan sendiri malah dia lupa! " Yoga melanjutkan ucapannya, "ini yang banyak di salah artikan oleh kita, berdedikasi tinggi pada pekerjaan kita memang penting tapi kita juga harus tahu batas kemampuan diri sendiri. Masyarakat juga pasti memakluminya, kita kan sama-sama Manusia yang berbeda hanya tingkat keterampilan dan pendidikan saja! "     

"Wahh, panjang sekali komentarnya. Sudah seperti koran pagi! " Celetuk Nita.     

Yoga tertawa kembali mendengar kata-kata nita yang mengomentari nasehat-nasehatnya.     

"Santai saja oppa dokter, kita kan sedang mengobrol bukan berdebat " ucap Nita.     

Malam ini dia sedang ingin mengobrol ringan sebelum tidur dengan suaminya yang selalu dilakukan setiap hari untuk lebih dekat dan mengetahui kegiatan yang dilakukan masing-masing ketika mereka tidak sedang bersama-sama.      

"Iya baiklah.. " yoga lalu menyandarkan kepalanya di atas pangkuan Nita yang tengah terduduk.      

Nita lantas memberikan usapan lembut di rambut hitam milik yoga, beruntung suaminya itu diberi kekuatan di rambut oleh tuhan. Tidak seperti teman-temannya yang  kebanyakan, setelah melanjutkan kuliah mengalami kebotakan akut. Itu yang membuatnya terlihat masih seperti anak-anak muda keren.     

"Tunggu dulu " yoga menyela Nita yang akan melanjutkan kembali ceritanya.     

"Aku masih membayangkan ketika kamu berusaha menolong Erin yang pingsan supaya dia tidak terbentur ke lantai.. " dia berkata seraya menyimpan satu tangan di dagunya memikirkan apa yang diucapkannya pada Nita.     

"Badanmu lebih kecil dari Erin, dan kamu dengan percaya dirinya melakukan itu! " Yoga lalu melanjutakan perkataannya.     

Dia terdiam untuk beberapa saat, "kamu itu terlihat kecil, tapi memang berat juga kalau kamu aku berada di... "     

Dia tidak dapat melanjutkan perkataannya karena Nita sudah lebih cepat menutup mulutnya dengan kedua tangannya, membuatnya tidak dapat berbicara jelas dan tertawa gemas melihat reaksinya itu dengan tanda memerah pada pipinya.     

"Kita bicarakan adegan ranjangnya lain waktu saja! " Cetus Nita, dia menatap yoga kedua alisnya terangkat.     

"Mau aku lanjutkan cerita tentang Erin atau tidak? " Nita memastikan kembali sebelum dia melanjutkan ceritanya.     

"Kalau tidak aku akan tidur saja! "      

"Iya,,, iya,,, aku dengarkan dengan serius " akhirnya yoga mengalah juga, wanita memang sosok yang harus selalu di dengar atau mereka akan diam seribu bahasa.     

"Tapi jawab dulu pertanyaanku tadi, bagaimana kamu dan aline mengangkat Erin? "     

Sepertinya rasa penasarannya di dalam pikirannya lebih besar, dia tidak bisa membayangkan tangan-tangan mungil Nita mengangkat Erin walaupun sebenarnya kekuatan yang dimilikinya sangat besar. Dia pernah mengangkat sebuah galon berisi air dan dia sendiri yang memasukannya ke dalam dispenser.     

Wanita modern yang memiliki kekuatan penuh ketika dihadapkan pada situasi sendiri, tidak selalu bergantung pada orang lain. Siapa yang tidak beruntung memilikinya.     

"Aku tidak kuat mengangkatnya! " Lalu akhirnya nita mulai menceritakannya, "ketika meminta pertolongan pada aline untuk membantu, tapi kami sama-sama tidak kuat juga. Jadi akhirnya kami memutuskan membaringkannya di lantai dengan hati-hati dan segera meminta pertolongan perawat IGD.. "     

Lalu pikiran Nita melambung ke kejadian tadi siang, ketika mendapati Erin yang pingsan dengan posisi kepalanya masih di pangkuannya....     

Erin! " Nita mencoba memanggilnya dengan memegang pipi erin dan memberikannya sedikit rangsangan tepukan di pipi agar Erin bisa merasakannya dan lalu dapat membuka matanya.      

Tangannya berpindah ke pergelangan tangan erin, dia merasakan nadi Erin yang terasa lemah karena dia masih dalam keadaan pingsan.      

Tapi Erin tidak memberikan respon sedikitpun, matanya masih terpejam dengan wajah yang terlihat pucat.     

"Sebentar lagi perawat dan satpam datang " ucap aline, dia lalu melakukan pemeriksaan tekanan darah pada Erin yang masih tidak sadarkan diri.     

"Sembilan puluh per enam puluh " dia memberitahukan nita hasil pemeriksaannya pada Nita.     

Mereka semakin gelisah karena keringat semakin terlihat keluar dari pori-pori kulit Erin, akralnya semakin dirasakan dingin oleh Nita. Dia kebingungan apa yang terjadi pada rekan kerjanya yang selalu ceria itu.     

"Pasang infus jaga dulu sambil menunggu bantuan " Nita lalu memasangkan oxymeter di jari telunjuk Erin, dan melihat hasil saturasi serta nadi.     

"Baiklah, aku siapkan " aline lalu bergegas mempersiapkan peralatan untuk melakukan pemasangan infus pada Erin.     

"Bisakah aku minta tolong pasangkan terlebih dahulu oksigen " lalu Nita memberikan instruksi selanjutnya pada aline.     

"Iya " aline lalu membawa nassal canule yang dihubungkan pada tabung yang berisi oksigen dan mengaturnya di angka 5 liter.     

Lalu bergegas bersiap-siap memasangkan infus padanya. Dengan terlebih dahulu memasang torniquet dan meraba-raba pembuluh darahnya.     

"Ibu " panggil aline setelah perabaannya mencari pembuluh darah yang memakan waktu.     

"Aku ragu memasang infus pada Erin " ucapnya, " pembuluh darahnya tertutup daging semua! "     

Dalam situasi seperti ini aline sempat mengucapkan hal-hal yang berbau body shamming pada temannya sendiri.     

"Malah bicara seperti itu! " Cetus Nita sedikit kesal.     

Aline hanya nyengir kuda dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia memang ragu untuk memasang infus pada Erin karena begitu tidak tega jika nanti harus gagal memasang infus.     

"Aku tidak tega kalau gagal, bu " dia menyebutkan alasannya, "kata hati aku bilang aku tidak akan bisa.. "     

Nita terdiam sejenak dan tidak bisa memaksakan perintahnya pada aline, dia pun selalu seperti itu jika hati nya merasa ragu dia tidak pernah melakukannya atau nanti hasilnya akan mengecewakan.     

"Biar aku, tolong bawakan bantal supaya kepala erin terlindungi "     

Aline lalu mengangguk dan segera membawa bantal untuk disimpan di bawah kepala Erin.     

"Aww... " Lalu terdengar suara ringisan oleh aline, dia melihat nita yang memegang kedua lututnya ketika berdiri.     

"Ibu tidak apa-apa? " Aline menghampiri Nita.     

Nita terdiam sejenak, "kakiku kesemutan terlalu lama duduk di lantai menahan kepala Erin.. "     

"Kepalanya saja sudah berat, bu.. " ucap aline pelan.     

Antara rasa cemas, kaget, dan bingung ada ternyata ada juga yang memberikan kesan lucu pada kejadian yang dialami saat ini yang membuat stress mereka hilang.     

"Jangan mesem-mesem seperti itu! " Cetus Nita pada aline yang terus saja memalingkan pandangannya untuk menutupi tawa yang ditahan begitu kuat olehnya.     

Sedang nita, dia pun hanya bisa menarik nafas begitu dalam untuk menutupi kelucuan yang muncul. Dia harus konsisten dengan kata-katanya dia tidak mungkin tertawa sendiri jika tadi dia melarang aline tertawa.     

"Teraba, tapi tidak terlihat.. " ucap Nita pelan, dia lalu mengusapkan area kulit di pergelangan tangan erin dengan kapas alkohol. Dan memulai menusukkan jarum abocath bernomor delapan belas di pembuluh darah Erin.     

"Wiss mantap, ini nih ahlinya infus! " Puji aline ketika dalam satu tusukan jarum abocath terlihat darah yang menandakan abocath telah masuk di pembuluh darah.     

"Kebetulan saja " ucap Nita, tadipun sebenarnya dia ragu tapi meyakinkan dirinya sendiri agar supaya dapat melakukannya satu kali.      

Infus telah terpasang dan kemudian resusitasi cairan dan pembebasan jalan nafas telah dilakukan. Tapi Erin masih belum tersadar juga, karena secara kebetulan pasien di ruang IGD sedang membludak karena telah tejadi kecelakaan lalu lintas yang membuat semua petugas sibuk.     

Setelah beberapa waktu, satu perawat dan petugas security menghampiri mereka. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital mereka lalu memutuskan untuk memindahkan erin ke atas blankar, mereka terlebih dahulu saling menatap ketika hendak mengangkat Erin.     

"Bu, sepertinya kami harus membawa bala bantuan tambahan " ucap perawat jaga itu dengan garukan di kepalanya dan nafasnya yang terengah-engah karena sebelumnya mencoba melakukannya berdua dengan petugas sekuriti.     

"Aline minta bantuan petugas sekuriti yang lain, dua atau tiga orang " nita lalu meminta aline untuk mencari personil bantuan agar bisa segera memindahkan erin ke atas blankar karena jika terlalu lama di lantai dia takut Erin mengalami hipotermi.     

Aline menjawab dengan anggukan kepalanya, lalu dia bergegas keluar ruangan PONEK untuk mencari bala bantuan.     

Ini pertama kalinya dia dihadapkan kasus bukan karena kesulitan sarana medis, tapi kesulitan melakukan tindakan karena pengaruh dari fisik seseorang yang membuatnya begitu untuk dipindahkan ke atas blankar sekalipun.     

"Ayo, pak " suara aline terdengar setelah beberapa saat pergi untuk mencari bantuan. Dia membawa tiga orang laki-laki berusia muda untuk membantu mengangkat Erin.     

"Lin, mereka siapa? " Tanya Nita pelan.     

Aline tersenyum, "keluarga pasien IGD, karena petugas sekuriti sibuk membantu petugas IGD karena kecelakaan lalu lintas, jadi aku bawa mereka. Dan merek juga mau kok, Bu! "     

"Iya baiklah terserah kamu saja " ucap pelan, dia hanya akan melihat saja hasil dari bantuan yang aline sediakan.     

Dan akhirnya setelah perjuangan yang begitu panjang dan terjal serta berliku-liku, Erin pun berhasil di pindahkan ke atas blankar dan lalu segera dibawa ke ruang IGD untuk di lakukan pemeriksaan oleh dokter jaga.     

Cairan infus Erin pun terganti oleh cairan D5%     

dan mereka terliha mengambil sampel darahnya untuk dilakukan pemeriksaan ke laboratorium.     

Tidak lama setelah cairan infus diganti dan terlihat perawat menyuntikan obat sesuai dengan instruksi dokter, perlahan-lahan mata Erin membuka.     

"Aline " ucapnya dengan berbisik.     

Aline lebih mendekat kearah Erin dan mendekatkan telinganya agar bisa mendengar semua ucapan sahabatnya itu.     

"Kamu mau apa? " Tanya aline.     

"Aku,,, mual,,, sepertinya mau muntah! "     

"Hah, jangan ditelingaku! " Teriak aline dia lalu segera membawakan Erin sebuah kantong plastik.     

Nita yang terlihat kebingungan menyaksikan tingkah aline terus saja memperhatikannya dari arah belakang.     

Aline terlihat membantu Erin memiringkan kepalanya. Dan membiarkannya untuk puas mengeluarkan semua yang berada di dalam perutnya yang membuatnya mual.     

"Aku ambilkan dulu air minum di kantor " Nita bicara pada aline untuk menggantikannya menjaga Erin ketika dia membawa air minum untuk Erin.     

Dahinya berkerut menyaksikan dengan matanya sendiri kejadian yang menimpa Erin. Ketika sampai di ruang ponek langkah awalnya adalah ruang kantor tiba-tiba terhenti ketika melihat dengan matanya tepat di loker Erin yang terbuka. Sepertinya dia lupa untuk menguncinya.     

Niatnya adalah membantu untuk mengunci loker Erin yang terbuka. Tapi matanya tertuju pada satu benda seperti tabung tanpa nama polos berwarna biru, dia begitu penasaran dan menjadi orang yang tidak sopan karena memeriksa barang milik rekan kerjanya tanpa ijin dahulu pada Erin si pemilik loker.     

"Ini apa? " Rasa penasaran nita begitu besar hingga akhirnya dia membuka tutup dari tabung tersebut dan melihat isinya.     

Jantungnya berdegup kencang melihat isi dari tabung kecil tersebut. Dia seperti pernah sebuah butiran kecil berwarna senada dengan bungkus yang membalutnya.     

Tapi dia ingat tujuannya ke tempat ini, dia lalu mengunci loker milik Erin dan mengambil botol kecil berisi air putih dan segera kembali ke ruangan dimana Erin masih di lakukan pemeriksaan.     

Matanya membulat dan mulutnya menganga ketika terlihat aline dan erin justru adu cekcok di antara kesibukan ruang IGD.     

"Ada apa? " Kehadiran Nita membuat mereka menghentikan adu mulut anta dua sahabat.     

Nita memberikan Erin air minum yang dibawanya tadi, karena kehausan Erin segera meneguk air dari dalam botol tersebut.     

"Kalau kamu tidak takut ayo lakukan tes urine kehamilan! " Celetukan aline itu membuat Erin tersedak oleh air yang diminumnya.     

"Aline! " Nita berucap pada aline untuk tidak mengganggu Erin saat ini, terlihat usapan lembut di punggung Erin yang Nita lakukan dan memberikan Erin sebuah tisu untuk mengelap air yang berhamburan di lehernya.     

"Kamu pikir aku ngelakuin dengan siapa? " Erin justru balik bertanya pada aline, "sama Wewe gombel? Pasti dia juga tidak mau denganku! "     

Aline mengernyit, "Erin Wewe gombel itu perempuan! "     

"Kenapa jadi cek-cok seperti ini? " Nita mencoba menjadi penengah tapi sepertinya sia-sia.     

"Coba apa lagi, tadi kamu tiba-tiba pingsan lalu mual terus muntah! " Cetusnya.     

"Dan lagi... " Lalu matanya melirik ke arah perut Erin yang besar.     

Erin membulatkan matanya, "kenapa? Karena perut besarku? "     

"Ini itu timbunan rahasia! " Cetus Erin seraya memegang salah satu lipatan perutnya.     

"Tes aja dulu baru kita percaya! " Aline sepertinya tidak ingin mendengarkan alasan apapun dari Erin, dari tanda dan gejala memang mengarah pada dugaannya dan satu-satunya untuk membuktikan adalah Erin mau melakukan tes urin.     

Dan lalu mereka berdua terdiam dengan kompak, hanya terdengar suara jangkrik yang lewat.      

Krikk... Krikk... Krikk...     

"Sudah berdebatnya? " Kali ini giliran nita yang berkata memecah diam Erin dan aline.     

"Kenapa diam? " Tanyanya.     

"Ayo lanjutkan, aku mau dengar sampai mana perdebatan kalian sekarang ini! "     

Terlihat kedua tangannya menyilang matany silih berganti menatapi aline dan erin yang sedari tadi berdebat tidak menghiraukan perkataannya.     

"Ayo lanjutkan, kalian terlanjur diperhatikan banyak orang.. " dia melanjutkan ucapannya dengan sedikit kesal.     

Dia terdiam ketika kedua rekan kerjanya itu menyadari kekesalannya kali ini, tidak akan ada suara dari bibirnya setelah mereka menyadari kehadiran Nita kali ini...     

Note :      

Nassal canule : selang oksigen      

Abocath : alat berbentuk jarum berbagai ukuran untuk memasang infus.     

Akral : ujung ekstremitas adalah kaki dan tangan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.