cinta dalam jas putih

Momen



Momen

0Elsa terdiam menatapi sosok Arga pada awalnya berdiri di hadapannya, kini berpindah terduduk disampingnya. Terlihat tatapan anehnya, dia merasa malu ketika arga memandangnya seperti itu.      

"Kamu tidak perlu mengasihani ku " celetuk Elsa, dia memang wanita stereotip. Apa yang ada di pikirannya dia rasa selalu benar dan semua orang di dekatnya salah.     

Arga tersenyum, "tidak seperti itu, aku hanya terlalu senang. Akhirnya dapat melihatmu kembali "     

"Iya, tetapi dengan keadaan sakit. Jadi tidak perlu berkata seperti itu karena rasa ibamu, aku sudah tahu dan lebih baik kamu cepat pulang! "     

Arga masih tersenyum dalam gelengan kepalanya, wanita dalam matanya itu masih bersifat sama seperti dulu. Selalu tidak ingin terlihat lemah, dia terkesan angkuh tetapi memiliki hati yang baik.     

Karena tadi yoga memberitahunya bahwa Elsa masuk ke rumah sakit, mendengar namanya Arga begitu antusias dan memutuskan untuk menjenguknya. Dan lagi, yoga memintanya untuk menemaninya ketika dia mengajak nita ke suatu tempat.     

"Jadi vampir ya sekarang.. " Arga sengaja meledek Elsa, agar dia tidak mencurigai kedatangannya itu karena rasa kasihan.     

"Epistaksis sampai anemis seperti ini! " Lanjutnya, "punya penyakit tapi tidak diobati, kamu itu seperti bukan dokter saja! "     

"Pada pasien saja memaksa agar mau berobat, sendirinya malah bandel. Coba, mana ada yang percaya kalau dokternya saja seperti itu! "     

Di ceramahi seperti itu elsa menatap tajam ke arah laki-laki yang menurutnya sangat menyebalkan hari ini, kata-katanya seperti hujatan tetapi tidak memiliki arti sedikitpun untuknya. Dia tidak pernah bisa menerima kritikan apapun untuk dirinya, karena dia merasa hidupnya akan berubah hanya oleh dirinya sendiri. Itupun jika dia ingin berubah, dan ini membuktikan betapa egoisnya dia.     

"Kamu tidak komentar, berarti kamu setuju dengan semua ucapan ku " Arga terlihat menarik nafas dalam ketika dia mengakhiri ucapannya, matanya masih memandangi elsa yang hanya mendengarkan ucapannya tetapi sama sekali tidak melihatnya.     

Elsa terlihat mengalihkan pandangannya ke arah lain, mungkin karena dia masih kelelahan saat ini. Arga masih mempositifkan pikirannya pada wanita yang dulu sempat berpacaran dengannya dalam waktu yang tidak lama karena orang tua Elsa tidak menyukainya, karena alasan bahwa dia dari keluarga biasalah yang membuatnya mundur.     

"Kamu sudah makan? " Dengan penuh kesabaran Arga tetap berusaha untuk diakui kehadirannya oleh Elsa.     

"Belum "      

"Kamu mau makan buah ini? " Arga menunjukan buah jeruk pada Elsa, dan Elsa tidak meresponnya.     

"Atau buah ini " dan kali ini anggur yang ditunjukannya, sampai semua isi keranjang yang dibawanya dia tunjukan ke arah elsa karena tidak ada satupun yang dia mau.     

"Aku salah membawa makanan ini " ucap arga kemudian, "harusnya aku bawa ketoprak yang pedas saja tadi! "     

Arga menyebutkan makanan kesukaannya sewaktu kuliah dahulu yang akhirnya membuat Elsa bereaksi dengan cubitan kecil di tangan Arga.     

"Cerewet sekali sih! Kayak perempuan banget banyak ngomong " Cetus Elsa seraya memandangi wajah Arga dengan kedua matanya yang menyipit.     

Arga meringis tetapi kemudian senyuman muncul di wajahnya.     

"Begitu dong, lihat aku. Aku kan manusia bukan hantu yang walaupun ada tapi tidak terlihat.. "     

Elsa terlihat begitu berusaha menahan tawanya.     

"Jangan ditahan kalau mau tertawa nanti malah muncul absesp! " Tawa Arga muncul menertawakan ucapannya sendiri.     

"Sudah hentikan " akhirnya tawa kecil elsa muncul setelah beberapa lelucon yang Arga ucapkan sama sekali tidak bisa memberikan reaksi padanya.     

"Duduk saja, diam dan temani aku sebentar " Elsa memberikannya perintah kali ini. Dia tahu Nita dan yoga pasti sedang mengurus pekerjaannya masing-masing, dan dia membutuhkan seorang teman saat ini.     

"Menemani kamu untuk waktu lama juga aku siap.. " Arga mengucapkannya dengan pura-pura tidak melihat ke arah Elsa, dia sepertinya tidak mau melihat reaksi elsa yang tetap akan bersikap tidak peduli padanya.     

"Sampai sekarang ini aku masih sendirian " lalu perkataannya kali ini seperti sebuah pengumuman tentang nasib dirinya yang sampai sekarang ini memilih sendiri, ketika semua teman-temannya telah terlihat membawa anak-anak mereka.     

"Itu pengumuman atau sayembara? " Akhirnya Elsa mau menanggapi semua perkataan Arga setelah sekian banyak ocehan-ocehannya yang masuk dari telinga kiri dan keluar dari telinga kanan.     

"Perawat dan bidan di rumah sakit ini kan cantik-cantik, pilihlah satu yang menurutmu baik. Atau kalau kamu mau banyak koas-koas muda.. " Elsa memberikan saran untuk Arga.     

Tawa kecil Arga lalu muncul dan anggukan kepalanya seolah membenarkan ucapannya tadi, tapi yang disebutkan Elsa tadi itu bukan targetnya.      

"Kamu juga sendiri sekarang ini! " Celetuk Arga, "kenapa kamu tidak mau denganku sekarang? "     

Wajah Elsa memerah mendengarkan itu, dia terbatuk ketika menelan ludahnya sendiri. Dia pun menjadi salah tingkah dalam batuknya.     

"Biasa aja, bu! " Arga lalu memberikan segelas air minum, membantunya untuk meminum air.      

Elsa meminumnya seteguk dan menyimpannya kembali dimeja yang terletak tepat disampingnya.     

"Aku itu bukan kriteria bagus, ga. Wanita penyakitan, egois, sukanya marah-marah! " Elsa merendah diri, "kehidupan kamu masih panjang, kamu harus mempunyai penerus, yaitu anakmu sendiri "     

Arga tersenyum mendengarnya, dia lalu memegang tangan elsa memandanginya dengan lembut.     

"Kamu sudah sembuh jika kamu mau mengakuinya, hanya saja kamu sengaja menutup diri. Setiap penyakit akan ada obatnya, jika dulu kamu melepas yoga dan akhirnya sendiri. Sekarang biar aku yang menemani kamu untuk melawan semua penyakit yang sebenarnya muncul dari pikiranmu sendiri... "     

Arga lalu mengusap lembut tangan Elsa sebelum dia melanjutkan kata-katanya.     

"Obat yang paling terbaik di dunia ini adalah sebuah pikiran dan hati yang sehat, harus ada seseorang yang mengingatkan kita ketika kita melakukan kesalahan. Membantu kita ketika tidak dapat mengontrol emosi "     

"Dan untuk seorang anak, aku tidak keberatan berbagi dengan yoga " ucapnya, "Axel itu anak yang pintar menurutku, yoga dan istrinya itu sudah begitu baik merawatnya dan membuatnya menjadi anak yang terbaik, anakmu itu akan dengan senang hati kuakui sebagai anakku "     

"Kerjaannya ceramah terus dari dulu! " Tanggap Elsa.     

"Tapi kamu suka? " Arga lalu duduk di samping Elsa di tempat tidur tempat Elsa berbaring.     

"Ayo mengaku saja.. " dia lalu menyikut dengan pelan lengan Elsa. "Ayo, ikut denganku dan jangan lagi mengganggu kehidupan yoga, kasihan bidan Kanita. Masa iya seorang istri harus rela berbagi tempat dengan mantan istri suaminya hanya karena dia sakit dan sendirian! "     

"Terserah kamu saja! " Elsa akhirnya menyerah juga, entah itu tulus dari hati Arga atau hanya karena sebuah rasa kasihan tidak terlihat jelas olehnya. Karena hati seseorang tidak dapat ditebak, hanya jika kita menerimanya dengan baik maka kebaikan lah yang nantinya akan kita terima.     

"Mungkin kita bisa memperbaiki hubungan cinta lama belum kelar kita! " Lagi-lagi Arga melemparkan candaan yang garing bagi Elsa, tapi memang saat ini kehadiran memiliki kenyaman tersendiri di hatinya.     

Mungkin sudah saatnya dia menerima kehadiran seseorang untuk bisa berbagi kehidupannya dengannya nanti, yang bisa menerima apa adanya. Walaupun dia masih berkeyakinan bahwa hanya yoga saja yang terbaik di hidupnya.     

Berbeda dengan Arga, walaupun dalam hatinya memang memiliki rasa iba pada Elsa dan penasaran karena cintanya dulu harus terputus dengannya. Tetapi Nita tulusnya untuk bersama dengan Elsa menghadapi masa sulit semata-mata karena di hatinya yang paling dalam masih tersimpan rasa sayangnya pada wanita yang dulu tidak bisa dia dapatkan.     

***     

Jauh dari elsa dan arga yang tengah serius bicara, yoga berjalan disamping nita di koridor rumah sakit.     

"Ikut denganku sekarang! " Yoga meraih tangan Nita untuk ikut dengannya, dia berencana membawa Nita ke suatu tempat hari ini.     

Kebetulan sekali dokter Edwin dapat menghandle pekerjaannya yang tidak terlalu banyak hari ini.     

"Mau kemana? " Nita teraneh dengan yoga yang menuntun tangannya, semua mata-mata rekan-rekan kerjanya di sepenjang koridor rumah sakit menatapinya dengan mata sinis mereka. Tetapi ada pula yang tersenyum menyaksikan keserasian mereka. Pasangan paling kontroversi abad ini, setelah ditutupi begitu rapat oleh yoga. Akhirnya dia sendiri yang membuka rahasianya sendiri ke seluruh telinga petugas di rumah sakit.     

"Oppa dokter, semua orang melihat kita! " Terlihat wajah memerah nita karena malu, dia sangat tidak nyaman mendapatkan perhatian seperti itu.     

"Biarkan saja! " Yoga tersenyum menanggapi sikap nita, walaupun sebenarnya dia merasakan hal yang sama. Karena hal seperti ini bukan untuknya lagi, di usia yang telah mencapai kepala empat memegang tangan istrinya di hadapan semua orang mungkin orang akan berpandangan lain tentangnya. Karena selain dia menikahi seorang staffnya wanita itupun lebih muda darinya.     

"Kemarin Elsa, sekarang oppa dokter! " Cetus Nita dalam hatinya, semua orang dirumahnya tertular bertingkah aneh semenjak kehadiran elsa.     

Mereka akhirnya sampai di area parkir, berdiri di depan mobil milik yoga.     

"Oppa dokter ponselku hilang " ucap nita ketika mereka belum masuk ke dalam mobil.     

"Kita beli saja yang baru hari ini! " Tanggap yoga, dia terlihat membukakan pintu mobil untuk istrinya itu. Dan kemudian dia yang terakhir memasuki mobilnya.     

Yoga terlihat membuka jas putih miliknya dan dia simpan di kursi di belakangnya.     

"Pertama kita makan lalu membeli ponsel untukmu " yoga mengutarakan rencananya pada Nita.     

Nita melihat ke arah jam ditangannya untuk waktu beberapa detik.     

"Axel aku sudah menelpon pak itor untuk menjemputnya! " Dia tahu apa yang sedang dipikirkan nita, kemanapun yoga mengajaknya pergi pasti axel selalu menjadi alasan utamanya untuk tidak bepergian begitu lama dan jauh.     

Nita melebarkan senyumannya ketika yoga mengetahui apa yang dipikirkannya.     

"Oppa dokter mau ajak aku makan siang dimana? " Akhirnya Nita melontarkan pertanyaan, "dan lagi apa tidak ada pekerjaan karena tiba-tiba mengajakku pergi siang hari! "     

"Dokter Edwin yang mengambil alih pekerjaan hari ini " jawabnya datar.     

"Lagipula ini kesempatan buatnya, agar dia bisa banyak belajar " dan yoga pun melanjutkan jawaban dari pertanyaan Nita tadi.     

"Oh.. " Nita berucap seraya menganggukan kepalanya, "biasa tuh kalau seorang senior sama juniornya, alasannya pasti kalau tidak sudah aturan dari nenek moyangnya pasti supaya bisa banyak belajar! "     

"The power of senioritas! " Nita menyipitkan matanya ke arah yoga.     

Laki-laki disamping nita itu terkekeh dengan semua ceramahan istrinya, sepertinya dia pun pernah mengalami hal yang sama dengan dokter Edwin tertindas oleh sang senior.      

Maka dari itu dia begitu fokus mengikuti pelatihan preseptor mentor dulu, karena dia telah menjadi senior di tempat kerjanya. Dan hanya dia sendiri yang ingin menghapuskan sistem senioritas di ruangannya bekerja, itulah alasan dia sedikit dibenci oleh teman satu angkatannya karena ide cemerlangnya itu.     

"Aku mau membawamu ke restoran dimana ada banyak makanan kesukaanmu! "      

Nita masih dengan senyumannya seraya berkata dalam hatinya, "jangan bilang kalau dia mengajakku ke restoran yang sama dengan pak Adit tadi malam! "     

"Aku dengar dari teman-teman tadi restoran ini sangat direkomendasikan! "      

"Iya " nita hanya bisa menganggukan kepalanya mengikuti apa yang sudah direncanakan suaminya itu. Mungkin sekarang ini dia lebih ingin mengakui istrinya dengan mengajaknya untuk pergi berdua ke tempat yang ramai dengan orang-orang.      

"Tempat ini seperti aku tahu! " Cetus Nita dalam hatinya ketika yoga memparkirkan kendaraannya di area VIP, agar lebih mudah ketika mereka pulang nanti.     

"Kenapa diam saja, ayo kita keluar! " Yoga mengejutkannya dan mengacak-acak kefokusan otak nita yang tengah berpikir.      

"Iya " Nita lalu beranjak keluar dengan pikirannya yang masih bertanya-tanya.     

"Kita langsung saja ke tempat makan " yoga meraih tangan nita untuk berjalan bersamanya seperti banyak orang yang saling berpegangan tangan.     

"Aku merasa tidak enak hati sekarang ini! " Cetus Nita dalam hatinya.     

Wajah kaku Nita terlihat sekali kali ini, bukan karena malu tetapi karena kegelisahannya ketika sampai di restoran yang akan yoga tunjukan padanya. Karena sepertinya dia baru mengingat bahwa kemarin malam Elsa membawanya ketempat ini dan pak Adit mengajaknya ke restoran yang berada di pusat perbelanjaan yang dia dan datangi saat ini.     

"Apa kataku... " Nita terlemas ketika tebakannya benar, yoga membawanya ke sebuah restoran kemarin malam ketika pak Adit menolongnya dari rasa lapar yang tidak bisa ditahannya.     

"Kamu pernah kesini? "     

Tawa kaget nita muncul, dan gelengan kepala dia tunjukan pada yoga. Dia tidak mau membuat usaha keras yang sudah dilakukan suaminya itu menjadi tidak berarti. Mungkin hanya sekali ini dia akan berbohong pada yoga, untuk kebaikannya. Walaupun tidak ada yang namanya satu kebohongan itu baik.     

"Oppa dokter saja yang pilihkan makanannya " ucap Nita ketika mereka duduk di kursi paling ujung karena semua tempat terlihat sudah dipenuhi pengunjung.     

Mereka dihampiri seorang petugas restoran dengan membawa catatan kecil di tangannya, tepat pegawai yang kemarin mengambil fotonya.     

Nita berusaha tidak salah tingkah untuk menghilangkan kecurigaannya, tetapi tatapan aneh petugas itu membuat Nita mati kutu.     

"Dia pasti menganggapku wanita tidak baik.. " tangisnya dalam hati, "hanya dalam waktu satu hari aku kembali ke restoran ini laki-laki yang berbeda! "     

Terdengar tangisan Nita dalam hatinya, dunianya dirasakan begitu sempit dan hanya berukuran 4L (Lo lagi, Lo lagi yang dapat dilihatnya).     

"Yoga! " Suara seorang wanita terdengar di belakangnya.     

Dia lalu membalikkan badannya dan menoleh ke arah suaranya di belakangnya.     

"Benarkan ini kamu! " Tetiba wanita itu dengan reflek mendaratkan satu kecupan di pipi kiri dan kanannya. Membuatnya terkejut dan tidak dapat menutup mulutnya yang menganga.      

Dan seketika nyalinya menciut, dia sedikit ketakutan untuk melihat reaksi Nita sekarang ini...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.