cinta dalam jas putih

Rasa Sakit



Rasa Sakit

0Nita berdiri di depan lemari dimana pakaiannya tertumpuk rapi, satu tangannya telah memegang tas besar berwarna hitam.     

Matanya terlihat memerah, setelah beberapa waktu yang lalu dia tidak berhenti mengeluarkan air mata karena kesedihan yang dialaminya.     

Tatapannya kosong ketika memandangi semua tumpukan pakaian di hadapannya itu.     

"Biar aku bantu " yoga mengambil alih tas yang nita pegang untuk tempat beberapa pakaiannya.     

"Kamu tunjuk saja pakaian yang mau kamu bawa, biar aku yang bereskan " yoga melanjutkan ucapannya.     

Senyuman nita tidak dapat mengalahkan kesedihan yang terlihat di wajahnya.     

"Kamu yakin akan melakukannya sekarang? " Tanya yoga, dia membawa tatapan Nita ke hadapannya. Merapikan rambut-rambut halus nita yang berada di keningnya.      

Ada rasa bersalahnya yang begitu besar karena tidak dapat memberikan yang terbaik untuk calon kehidupan di rahim istrinya itu.      

"Lalu untuk apa dipertahankan lebih lama " jawab Nita, "hasilnya akan tetap sama, angka keajaibannya sangat sedikit atau mungkin tidak akan ada keajaiban sedikit pun! "     

"Aku tahu semua hanya bisa dibersihkan dengan kuretase " lanjutnya, "karena aku tahu tuhan ingin aku menyayangi diriku sendiri, jadi lebih baik dilakukan kuretase secepatnya.. "     

"Aku tidak boleh terus berlarut-larut dalam kesedihan, itu akan membuatku bertambah sakit! " Matanya mulai berkaca kembali, lelehan air mata pun tidak dapat ditahannya. Untuk kesekian kalinya dia kembali meneteskan air matanya larut dalam kesedihan yang kembali menghampiri kehidupannya.     

"Kamu akan baik-baik saja! " Yoga membawa Nita dalam pelukannya, diusapnya dengan penuh kelembutan rambut Nita yang tergerai.      

Mereka menyatukan kesedihan dalam satu pelukan, saling merasakan kesakitan yang dirasakan mereka.     

"Terima kasih untuk semua perhatian yang oppa dokter berikan " nita berucap dalam tangisnya, "jangan pernah merasa bersalah karena semua perhatian yang aku dapatkan sudah lebih baik! "     

Mendengar ucapan nita yang tidak menyalahkannya justru membuatnya semakin merasakan tusukan dalam hatinya. Dia pun tidak dapat menahan bulir air mata yang ditahannya sedari tadi, dia tidak ingin terlihat menangis dihadapan nita hanya untuk memberikan nita kekuatan. Tapi ternyata dia hanyalah manusia biasa, dia pun dapat merasakan kesedihan yang Nita alami saat ini.     

"Maafkan aku.. " yoga berbisik ditelinga Nita yang masih berada dalam pelukannya.     

"Aku tidak bisa menjaga kalian dengan baik! " Ucapan yoga ini sebagai ungkapan rasa bersalahnya pada Nita.     

Nita menjauhkan sedikit wajahnya dari pelukan yoga untuk dapat melihat wajah suaminya itu.     

Ada senyuman kecil diwajah nita, "aku tidak menyalahkan oppa dokter, dan ini bukan karena kesalahan siapapun. Mungkin tuhan belum mempercayakan kita untuk diberi keturunan.. "     

"Aku harus instropeksi diriku sendiri " ucap Nita, "     

"Aku menangis karena aku selalu menyusahkan oppa dokter! " Ucap Nita, "aku tidak pernah tidak membuat oppa dokter khawatir.. "     

"Jangan berkata seperti itu! " yoga menyela ucapan Nita, dia menyimpan kedua tangannya di pipi nita. Dan memandangi sosok yang begitu kuat menghadapi sesuatu kesedihan yang teramat besar.     

"Kamu sama sekali tidak pernah menyusahkan aku " ucapnya, "justru sebaliknya, aku dan Axel yang selalu membuatmu kesusahan selama ini.. "     

Nita tersenyum tipis, kedua tangannya menghapus jejak air mata di kedua pipi suaminya itu.     

"Oppa dokter lakukan saja sesuai prosedur medis " mata nita menatapi wajah suaminya itu, "aku percayakan semuanya pada suamiku ini, dokter terbaik di dunia ini! "     

Senyum yoga muncul diantara kesedihannya, mendengarkan perkataan Nita kali ini.     

"Aku akan memastikan semuanya baik-baik saja dan berjalan dengan lancar " yoga memberikan nita sebuah janji, "aku sendiri yang akan melakukannya! "     

"Dan jangan terasa sakit! " Cetus nita, "buat aku tidur pulas supaya aku tidak merasakan kesakitan, karena kalau tidak aku akan mencakar-cakar orang yang berada disampingku! "     

Tawa kecil mereka muncul bersamaan, yoga menempelkan keningnya di kening nita. Kejadian kali ini semakin menumbuhkan rasa sayang dan cintanya yang sangat kuat pada wanita yang tidak pernah mengeluhkan setiap kejadian buruk yang terjadi padanya, dia hanya berusaha melaluinya dengan penuh kesabaran.     

"Apa ini sudah cukup? " Yoga bertanya kembali pada nita ketika dia selesai membereskan pakaian nita kedalam tas.     

"Iya cukup " jawab Nita, "terima kasih sudah membantuku.. "     

Yoga tersenyum kecil, "katakan saja kalau ada hal lain yang kamu inginkan, aku dengan senang hati akan membantumu "     

"Iya " nita membalas senyuman yoga, "kita berangkat setelah petang saja, bukankah pemasangan laminaria stiff itu harus dua belas jam, jadi besok pagi sudah bisa dilakukan kuretase.. "     

"Oppa dokter juga tidak akan kecapean nanti " lanjut Nita.     

Yoga menggelengkan kepalanya, disaat seperti inipun dia masih memikirkan orang lain.     

"Tidak perlu khawatirkan aku " ucap yoga seraya memberikan satu ciuman di kening Nita, "menjagamu itu sudah menjadi tanggung jawabku, kapanpun itu aku harus selalu berada di sampingmu! "     

"Iya.. " suara nita terdengar berat, dia melingkarkan kedua  tangannya pada pinggang yoga menyandarkan kepalanya di bahu yoga.      

Dia ingin semua ini berjalan dengan begitu cepat, sehingga dia dapat dengan segera melupakan kesedihannya dan tidak lagi membuat orang-orang disampingnya menyaksikan kesedihannya.     

Nita menghampiri Axel yang tengah serius dengan tugas sekolah dikamarnya, dia terduduk disamping axel.     

"Ibu mau kemana? " Axel teraneh melihat nita yang sudah berpakaian rapi petang ini.     

"Aku tahu! " Belum sempat nita menjawab Axel sudah lebih dulu menyelanya.     

"Ibu pasti mau jalan-jalan lagi dengan ayah! " Tebaknya, "seperti waktu itu.. "     

Nita tersenyum kecil, dia menyembunyikan semuanya dari Axel.     

"Iya " tangannya mengusap lembut rambut axel, "kamu harus janji bersikap baik dengan mba Mumu dan pak itor! "     

Axel menganggukan kepalanya diiringi senyuman, dia melemparkan satu ciuman di pipi Nita.     

"Selamat bersenang-senang, bu " ucapnya, "aku janji akan bersikap baik dirumah, bubu jangan khawatir.. "     

Nita tersenyum mendengar ucapan axel yang secara tidak langsung seakan mengahapuskan semua kesedihan dalam dirinya saat ini. Dia mencium kepala Axel sebelum akhirnya dia dan yoga berangkat menuju ke rumah sakit.     

***     

"Nita! " Cetus ivanna tidak percaya melihat sosok wanita yang berdiri di ruang tindakan ketika dia baru saja sampai di ruangan tersebut.     

"Jadi pasien khusus dengan iufd itu kamu? " Tanyanya untuk memastikan bahwa status yang di bacanya itu benar, "aku pikir kanita lain! "     

Nita tersenyum, "iya memang aku, kenapa? "     

Ivanna masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, "tidak apa-apa kalau aku yang memasang laminaria stiff nya? "     

"Tidak apa-apa " jawab Nita.     

Tanpa diperintahkan oleh ivanna, nita sudah lebih dulu terduduk di meja gynekologi.     

"Aku hanya harus melakukan posisi litotomi kan? " Tanya Nita, "apa dipasang alat itu sakit sekali? "     

Tawa kecil ivanna muncul ketika menghadapi pasien yang pintar dihadapannya.     

"Iya litotomi, dan aku tidak tahu rasanya dipasang laminaria karena aku belum pernah! "     

"Baiklah " nita dengan cepat berbaring dengan posisi litotomi di hadapan sahabatnya, ivanna.     

"Tarik nafas sebentar " ucap ivanna sebelum dia melakukan desinfeksi dan memasang spekulum pada nita.     

"Kamu tahu kenapa aku belum menikah sampai saat ini? " Ivanna mengalihkan pusat perhatian nita pada pertanyaannya.     

Nita meringis kesakitan, dia tahu saat ini ivanna tengah menjepitkan tenakulum di mulut rahimnya. Dan ivanna membantunya untuk mengalihkan pikirannya tidak berpusat pada rasa sakit yang akan dirasakannya pada saat pemasangan alat untuk membuka mulut rahimnya sehingga memudahkan alat kuretase bekerja besok pagi.     

"Karena aku belum siap menghadapi kemungkinan seperti ini! " Celetuk ivanna, "wanita itu terlalu banyak merasakan kesakitan ketika sudah menikah! "     

Dan kali ini sonde yang ivanna pakai untuk mengukur rahim nita terasa sampai di tenggorokannya, karena nita tahu prosedur pemasangan laminaria membuatnya tidak bisa mengalihkan pikirannya.     

"Wanita itu, sudah harus mual muntah ketika hamil, melahirkan dengan kesakitan yang besar, belum lagi ketika harus kuretase. Bahkan menyusui bayi untuk pertama kali pun sangat menyakitkan! " Ivanna berbicara panjang lebar tetapi tangannya tetap bekerja dengan baik memasukan alat laminaria stiff di mulut rahim nita, dia dengan hati-hati memasangkannya pada nita.     

"Selesai! "      

Akhirnya perkataan inilah yang membuat nita dapat mengambil nafas yang begitu lega, dia beranjak dari tidurnya dan tetap pada posisi duduknya ketika merasakan ketidaknyamanan di dalam perutnya setelah ivanna memasangkan alatnya.     

"Aku tidak suka menjadi orang baik sepertimu! " Ivanna melanjutkan ucapannya, dengan kedua tangannya yang merapikan alat-alat yang sudah dipakainya.     

"Orang baik itu selalu saja dihadapkan pada kesedihan, dan dibenci semua orang karena prinsip hidup mereka yang berbeda! "     

Tawa kecil nita muncul walaupun dia sedang merasakan sedikit kesakitan, ucapan ivanna itu terdengar seperti sindiran pada nita.     

"Tidak ada hubungannya takdir tuhan dengan sifat seseorang, Van! " Nita menanggapi perkataan sahabatnya itu, "yang Tuhan lihat itu adalah kemampuan, dia tahu siapa saja orang yang mampu menghadapi ujian darinya.. "     

"Setiap ujian hidup yang diberikan tidak pernah melebihi kemampuan kita! " Lanjutnya.     

Nita mencoba berdiri dari duduknya, dia tampak memegang perutnya yang mengalami sedikit kram karena benda asing yang dipakai dirahimnya.     

"Hati-hati " ivanna dengan cepat memegang nita yang akan turun dari tempat tidurnya.     

"Berdiri dulu disini! " Dia segera mengambil kursi roda yang berada di sudut ruang tindakan.     

"Duduklah " dia kembali memegang tangan Nita dan membantunya untuk duduk di kursi roda yang diambilnya.     

"Apa rasanya sakit? " Tanya ivanna ketika Nita lagi-lagi memegang perutnya dan terlihat ekspresi kesakitan diwajahnya.     

Nita masih dapat tersenyum ketika kesakitan melandanya, "rasanya seperti ada yang aneh, ini rasanya seperti dismenore hebat! "     

"Iya, banyak yang bilang seperti itu.. " ivanna membenarkan apa yang dirasakan oleh Nita saat ini.     

Ketika keluar dari ruang tindakan terlihat yoga yang berdiri menuliskan sesuatu di buku status pasien.      

"Kenapa bukan dokter yoga sendiri yang memasangnya? " Tanya ivanna dengan suara pelan.     

"Mungkin tidak tega.. " jawab Nita, "terima kasih sudah mau membantu aku hari ini "     

Satu tangan ivanna tersimpan di pundak Nita, dia mengusapnya dengan lembut.     

"Aku tahu kamu pasti kuat " ucapnya, "semua akan baik-baik saja, kamu pasti akan cepat pulih! "     

Dahi nita berkerut ini pertama kalinya dia mendengar ivanna memberinya semangat dan begitu baik padanya.     

"Terima kasih.. " nita tersenyum ke arah ivanna dan memegang tangannya untuk beberapa waktu.     

'Mungkin ini yang dikatakan, aku akan kuat ketika kehilangan sesuatu yang paling berharga! ' nita berkata dalam hatinya.     

Dia sedikit menyayangkan karena ivanna dapat bicara baik-baik dan mendoakannya saat ini, dia harus kehilangan terlebih dahulu untuk mendapatkan sesuatu yang baru. Tapi bagaimanapun cara dia dapat diterima oleh sahabatnya itu, nita akan menerima dengan baik semua yang dijalankan tuhan untuknya.     

"Apa sekarang sudah bereaksi alatnya? " Yoga duduk disamping nita yang terbaring di tempat tidur ruangan vvip.     

"Sedikit.. " nita menggunakan jari jempol dan telunjuknya untuk memperlihatkan tingkat kesakitannya.     

"Coba berbaring ke miring ke arah kiri " yoga memberikan saran pada nita.     

Dia mengikuti semua yang diucapkan yoga, melihat ke arah jarum jam dinding yang menunjukan waktu pukuk sepuluh malam.     

"Oppa dokter istirahat saja, besok masih harus bekerja " nita sesekali memegangi perutnya yang kembali berkontraksi karena alat yang dipasang petang tadi mulai bereaksi.     

"Apa sakitnya disini? " Yoga memijat dengan lembut tepat di lumbal kelima di bawah pinggang nita.     

"Mau aku ambilkan buli-buli hangat supaya meringankan rasa sakitnya? "     

"Jangan " tolak Nita, dia menoleh ke arah yoga dan memegang satu tangannya.     

"Oppa dokter tidurlah disini dan peluk aku! " Nita mempunyai permintaan lain pada yoga.     

"Baiklah.. " yoga segera mengikuti semua permintaan istri kesayangannya itu, dia memeluk nita yang berbaring dengan posisi miring kiri.     

Dia meraih tangan Nita agar bisa berada dalam genggamannya.      

"Tidurlah " bisik yoga.     

"Ya.. " nita memejamkan kedua matanya, tampak lelehan air mata muncul dari ujung matanya yang terpejam.     

Air matanya muncul diantara rasa sakitnya dan sebuah kekecewaan pada dirinya karena telah menghilangkan kebahagiaan suaminya untuk dapat melihat seorang putri cantik. Dia harus pandai-pandai menyembunyikan tangisannya itu dari yoga, agar dia bisa beristirahat dengan baik malam ini.     

***     

Pagi ini nita telah berpakaian khusus pasien yang akan masuk kedalam ruang IBS, dia telah terbaring dengan infusan yang telah terpasang di tangannya.      

'Akhirnya kembali merasakan ketakutan di ruang operasi' nita memandangi sekeliling ruangan perawatan di ruang IBS, dia masih harus menunggu beberapa waktu untuk memulai tindakan kuretase.     

Terlihat yoga dan dokter edwin menghampirinya lengkap dengan seragam ruang operasi.     

"Kamu sudah siap? " Yoga berdiri disamping nita, dia memberi usapan di rambut Nita.     

"Iya " jawab Nita, dia melihat aneh ke arah dokter Edwin yang tidak melepas masker pelindungnya. Dia pun tidak seperti biasanya kali ini, dia bahkan tidak mengatakan apapun saat ini. Yang dapat terlihat oleh Nita adalah matanya yang begitu menyimpan kesedihan yang dia sembunyikan ketika nita mencoba memandanginya.     

"Pastikan dosis biusannya benar " nita menoleh ke arah yoga yang masih berada di sampingnya, terlihat seorang perawat menyuntikan obat melalui infus yang terpasang di tangan Nita.     

"Kalau aku masih kesakitan, aku pastikan tempat ini akan berantakan dalam waktu yang cepat! " Ancaman Nita ini membuat yoga yang dengan sabar mengusap rambutnya tertawa kecil.     

"Aku merasa ngantuk! " Beberapa saat setelah obat tersebut disuntikan pada Nita, dia mulai merasakan efek dari obat tersebut.     

"Tidurlah, nanti aku bangunkan setelah semua selesai " suara yoga terdengar begitu pelan di telinga Nita.     

Setelah ucapan yoga itu, Nita merasakan matanya begitu berat dan membuatnya ingin memejamkannya. Dan ditelinganya pun tidak dapat terdengar suara apapun, perlahan lampu yang menyala di ruang IBS memburam dan menjadi gelap seketika....       

Note ;     

Laminaria stiff : alat yang dipasang untuk membuka mulut rahim sebelum dilakukan kuretase(tindakan mengeluarkan jaringan akibat keguguran)     

Curhat author : author kasih cerita sedih karena di dunia nyata sedang kecewa dokter yoga harus kalah dari pemilihan menjadi direktur rumah sakit, dan karena author akan pelatihan mohon doanya semoga author lulus di preseptoring mentor kali ini, love you all..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.