cinta dalam jas putih

Berjiwa Besar



Berjiwa Besar

0Nita mengambil alih keranjang yang tari pegang, matanya memandangi tari yang sedari tadi menghindarinya.     

"Kita bicarakan di kantor.. " nita memberikan isyarat padanya, menggerakkan kepalanya ke arah kanan dimana kantornya terletak.     

Dia harus mengambil nafas dalam-dalam sebelum akhirnya dia menyimpan keranjang tersebut ke atas troli emergency yang masih kosong dan kemudian melangkahkan kakinya menuju kantor.Dia menunggu tari mengikutinya, langkahnya begitu pelan sampai akhirnya dia sampai di kantor Nita.     

"Ada apa? " tanya nita langsung sesampainya tari di hadapannya.     

Tari terlihat diam untuk beberapa detik, sampai akhirnya dia memandangi nita dan menghampirinya.     

"Kenapa ibu melakukan itu.. " tari tiba-tiba memeluknya dan menangis dalam pelukannya.      

"Aku melakukan apa? " Nita semakin dibuatnya tidak mengerti, terlebih saat ini wanita itu menangis dalam pelukannya.     

"Dokter dhanu akan menikahiku.. " jawabnya, dia masih dalam tangisannya.     

Nita terdiam, bukankah itu bagus untuknya jika laki-laki itu bertanggung jawab padanya. Tapi pertanyaannya yang belum terjawab adalah mengapa tari menyebutnya jahat.     

"Kenapa kamu mengatakan aku jahat? " Nita mencoba menanyakan kembali pada tari setelah dia terlihat sedikit tenang.     

"Marahlah padaku, bu " ucapnya, "marah dankatakan kalau aku sangat tidak tahu diri! "     

Nita tersenyum kaget, "mana bisa seperti itu, kita bukan anak kecil yang bisa marah tanpa sebab! "     

"Katakan saja dengan jujur " nita melanjutkan perkataannya, dia kembali memandangi wajah tari.     

"Apa dia memberikan persyaratan ketika akan menikahimu? " Nita mencoba menebaknya, dia hanya sedikit aneh dengan keputusan dokter dhanu yang tiba-tiba akan menikahinya.     

"Dokter dhanu mengatakan bahwa ibu sudah sangat terbebani olehku dengan cerita yang sudah menyebar saat ini.. " tari mengusap sisa air matanya di pipinya, "dia ingin aku mengundurkan diri dari pekerjaan! "     

"Aku menyalahkan ibu karena, ucapan ibu pada dokter mei membuatnya melepaskan pernikahannya untukku " jelasnya, "aku merasa ibu telah mendukung dokter mei dan meninggalkan aku, dan perlahan menyingkirkan aku dari sini.. "     

Dia akhirnya dapat mengerti jawabannya, dan tersenyum kecil. Wanita cantik dihadapannya ini ternyata tengah cemburu pada persahabatannya dengan dokter mei. Pada kenyataannya dia sama sekali tidak berpihak pada kedua wanita yang menjadi orang terdekatnya. Bahkan yoga melarangnya untuk ikut campur dengan urusan pribadi mereka.     

"Kamu itu aneh " ucap Nita, "seperti sebuah puisi yang mudah dibaca tapi sulit untuk dipahami.. "     

"Kamu menginginkan semua ini, tapi kamu tidak mau sedikit berkorban bahkan untuk kebahagiaanmu sendiri... " Nita melanjutkan perkataannya.     

Kedua tangannya kini berada di kedua sisi pundak tari .     

"Aku bukan memenangkan dokter mei, tapi mungkin apa yang dipikirkan dokter dhanu bukan tentang diriku.. "     

"Tapi perasaan istrinya! "     

Nita tersenyum ke arah tari, "tidak akan ada wanita kuat manapun yang tidak sakit hati melihat wanita yang telah dinikahi oleh mantan suaminya terlihat di matanya, apalagi ketika dia harus satu tempat kerja! "     

"Ada dua hal yang tidak bisa kita sembunyikan sebagai wanita... " ucap Nita, "itu adalah sebuah perhatian dan rasa cemburu, walaupun hubungan mereka sudah tidak ada. Tapi ingatlah sebelum kamu hadir, mereka pernah saling mencintai.. "     

"Jadi aku harus menikah atau tidak? " Tari kali ini merasakan tidak ingin melepas pekerjaannya.     

"Pikirkan masa depanmu " jawab Nita, "jangan turuti keegoanmu! "     

"Belajarlah sedikit  berpikir tentang orang lain, itu akan membuatmu menjadi orang yang berperasaan.. " saran nita.     

"Pakailah ilmu humaniora, jangan memakai ilmu singa. Siapa yang terkuat dia dapat bertahan walaupun harus menyakiti orang banyak.. "     

"Aku sudah berusaha mempertahankanmu " Nita memegang kedua tangan tari, "tapi aku minta maaf jika aku tidak bisa membuat semua orang tidak membicarakanmu hari ini, aku berharap kamu bisa berjiwa besar menerima semua dari hasil perbuatanmu.. "     

Tari terdiam diberikan penjelasan seperti itu oleh Nita, dia selalu tidak akan pernah bisa menjawab sedikit pun bantahannya jika sudah berbicara dengannya. Dia sudah terlalu terhipnotis oleh semua kata-kata bijaknya.      

Wanita dihadapannya itu kelak pasti akan menjadi motivator yang banyak dikagumi banyak orang dengan kata-kata bijaknya.     

"Kalau aku terlihat jahat dengan kata-kataku tadi, aku minta maaf " nita tersenyum mengusap tangan tari dengan lembut.     

"Aku hanya memintamu untuk mengerti posisiku yang tidak dapat berbuat apapun saat ini.. "     

Nita tidak akan pernah bisa memilih salah satu dari sahabatnya itu, dia hanya akan berharap pada tuhan akan ada kebahagiaan untuk mereka nanti. Walaupun pada kenyataannya adalah akan ada salah satu dari mereka yang tersakiti.     

"Ibu " suara erin memutuskan obrolan mereka yang tengah mencapai puncak kesedihan.     

Nita menoleh ke arah erin, "ada apa, Rin? "     

"Maaf.. " ucap Erin.     

Erin terlihat berwajah kikuk, dia tahu sudah menganggu obrolan serius mereka. Tapi dia harus melakukannya karena ada hal penting yang harus dilaporkannya.     

"Ada pasien rujukan dengan perdarahan " Erin melaporkan langsung pada Nita, "post partum empat jam yang lalu dengan perdarahan post partum lambat, tekanan darah sembilan puluh dengan diastole tujuh puluh.. "     

Nita bergegas melangkahkan kakinya menuju ke tempat pasien terbaring, dia sudah lupa dengan tujuan inti pekerjaannya karena harus memikirkan masalah cinta orang lain yang rumit.     

Telapak tangan kanannya berada di perut pasien dan melakukan masase, untuk merasakan kontraksi alami yang muncul dari sentuhannya itu.     

"Sudah dipasang drip oksitosin dua puluh intra unit dalam cairan Ringer laktat " Erin segera melaporkan tindakan apa saja yang sudah dilakukannya, "saya sudah pasang infus dua jalur, satu drip dan satu lagi resusitasi cairan untuk tekanan darahnya.. "     

Nita tersenyum dan berbisik ke arah erin, "semua yang kamu lakukan sudah sangat benar, tapi kamu melupakan sesuatu.. "     

Dia memakai memakai sarung tangan steril di kedua tangannya, "setiap kali kamu resusitasi cairan jangan lupa untuk memasang dower cateter, agar supaya terlihat input dan output nya! "     

"Maafkan aku, bu. Aku lupa! " Wajah Erin terlihat tegang.     

"Biar aku yang pasang " nita memasukan foley cateter yang dipegangnya sudah tersambung dengan urine bag ke uretra pasien.     

"Erin cek keadaan umum pasien! " Cetus nita ketika dia tengah memasang dower cateter terlihat darah yang mengalir dari jalan lahir pasien seperti aliran air keran.     

Tangan kanannya kembali berada di perut pasien untuk melakukan massase kembali, mimik wajahnya berubah seketika.     

"Pasang oxymeter " perintah Nita pada Erin, dia segera mengganti sarung tangannya dengan ukuran yang memiliki panjang hingga menutupi sikunya, untuk melakukan eksplorasi menghentikan perdarahannya.     

"Ibu tarik napas " ucap nita sebelum dia memasukan satu tangannya untuk memastikan tidak ada sisa dari plasenta yang menghalangi uterusnya berkontraksi.     

Dengan pelan dan lembut dia mencoba mengeluarkan tangannya, sepertinya pasien merasakan satu tahanan yang membuatnya tiba-tiba mengedan. Membuat darah yang terkumpul di tangan dan hendak dia keluarkan terhambur ke pakaian dan wajah Nita.     

"Ibu! " Tari terlihat terkejut melihatnya, dia berusaha membersihkannya tapi nita lebih dulu memerintahkannya untuk memasang oksigen.     

"Tari lapor dokter yoga atau dokter Edwin! " Nita sendiri pun tidak mempedulikan wajahnya yang terkena cipratan darah pasien, saat ini yang terpenting adalah penanganan pada pasiennya.     

"Pasien dengan atonia uteri, sekarang! "     

"Baik, bu " tari segera menuju ke ruang depan untuk menelpon konsulen jaganya hari ini.     

"Tekanan darah delapan puluh per enam puluh bu " ucap Erin "saturasi sembilan puluh "     

"Pasang oksigen NRM " Nita sedikit mengingat protap yang harus dilakukan sesuai kewenangannya untuk mengatasi perdarahan tersebut.     

Dia lalu kembali memasukan tangannya ke dalam jalan lahir, dan satu tangan kirinya berada di perut pasien. Dia mencoba melakukan penekanan pada rahim dengan tujuan agar perdarahan tersebut berhenti karena rangsangan dari penekan oleh kedua tangan Nita.      

Dia melakukan kompresi bimanual interna, menggunakan waktu untuk menunggu dokter konsulen jaga datang dan melakukan tindakan selanjutnya.     

"Ibu bidan " dalam keadaan seperti itu, pasien masih sempat memanggil Nita. "Kamu bidan jaga disini atau mahluk lain? Kenapa kamu terlihat begitu bersinar? "     

Dengan tangan yang masih melakukan kompresi bimanual interna, nita dan Erin saling bertatapan. Mereka terkejut dengan apa yang sudah diucapkan pasien tersebut.     

"Erin " nita memanggil Erin ketakutan, "dimana dokter? "     

Erin yang mengingat kejadian lalu yang begitu sama pun terlihat oleh nita gemetar, sehingga dia harus terus mengulangi pemeriksaan tekanan darah berulang.     

"Bagaimana perdarahannya? " Tidak sampai lima menit yoga muncul masih dengan baju operasi yang seperti pun telah lupa dia ganti.     

"Aku baru melakukan kompresi bimanual interna " dengan perlahan dia mengeluarkan tangannya dari jalan lahir pasien. Tapi perdarahan itu semakin mengalir, dan sulit dihentikan.     

"Siapkan untuk operasi " yoga memberikan instruksi pertamanya, "sedia darah dan inform consent pada suaminya kemungkinan HSV "     

Yoga memandangi wajah nita yang penuh dengan cipratan darah, tapi dia bersikap seolah tidak ada apa-apa yang mengotori wajahnya itu. Memang tidak banyak tapi begitu terlihat jelas ketika dia menatap wajahnya lebih dekat.     

"Sebaiknya jangan menunggu lama " ucap yoga, "aku ke ruang IBS sekarang juga! "     

Nita menganggukan kepalanya, setelah membereskan semua persiapan yang harus dilakukan sebelum operasi pasien yang sudah terbaring di blankar pun dibawa ke ruang IBS.      

Nita sangat teramat panik, sehingga dia lupa bahwa dia tengah hamil ketika mendorong pasien ke ruang IBS bersama erin.     

"Ibu bersinar, terima kasih! " Pasien dengan kondisi atonia tersebut sempat berucap satu kata pada nita yang berdiri di sampingnya ketika telah sampai di ruang IBS.     

"Hentikan, aku mohon! " Nita hanya bisa marah dalam hatinya, dia tidak ingin diucapkan seperti itu oleh pasiennya jika itu akan membuatnya pergi meninggalkan keluarganya.     

"Erin, kamu ke ponek saja lebih dulu "     

"Baik, Bu " Erin menganggukan kepalanya dan bergegas pergi dari ruang IBS.     

Nita menyandarkan tubuhnya di tembok yang berada di samping pintu yang telah membawa pasien tersebut masuk ke dalam tempat sebuah perjuangan antara hidup dan mati.     

"Kamu baik-baik saja? " Tiba-tiba yoga muncul dihadapannya, dia mengusap wajah Nita dengan tisu antiseptik. Membersihkan wajah nita dari darah yang telah membentuk titik-titik diwajah Nita.     

"Siapa yang operasi? " Nita keanehan melihat yoga yang menghampirinya ketika pasien telah masuk ke ruang operasi .     

Yoga tersenyum, "ada dokter Edwin, tenang saja. Aku sudah menitipkan padanya untuk berusaha menyelamatkannya untuk membuat istriku ini lega! "     

Tangannya masih membersihkan wajah Nita, darah itu telah cepat mengering sehingga sedikit sulit membersihkannya.     

Nita tersenyum kecil, "terima kasih "     

"Lihat karena kepanikanmu sampai kamu lupa sedang hamil saat ini! " Cetus yoga, dia masih menadai ucapannya di level paling lembut pada istrinya itu.     

"Sampai kamu sendiri yang harus mendorong pasien kesini! " Hal sebenarnya yoga begitu kesal, tapi dia tidak akan bisa berbuat apapun jika istrinya itu yang bertindak sesuai dengan keputusannya. Ini merupakan bagian dari pekerjaannya yang tidak akan pernah bisa dia hindari.     

Nita tertunduk, "iya maaf, aku lupa.. "     

Dia mengusap perutnya dengan lembut, berharap kali ini calon janinnya akan mengerti dengan pekerjaannya saat ini dan kuat berada di dalam perutnya itu.     

"Dokter " panggil seorang perawat dari balik pintu ruang operasi.     

"Ada apa? " Tanya yoga.     

"Dari hasil laboratorium tes anti HIV dari pasien ternyata positif! " Jawabnya, "jadi kami akan mempersiapkan alat dan linen yang sesuai untuk pasien tersebut.. "     

"Dokter Edwin mengatakan bahwa dia yang akan lakukan operasinya " perawat itu kembali melanjutkan laporannya sebelum akhirnya dia kembali masuk kembali ke dalam ruang operasi.     

Nita dan yoga saling bertatapan setelah mendengarkan laporan perawat IBS tersebut, dia memegang tangan yoga dengan penuh ketakutan. Tangannya terasa dingin dan gemetar.     

"Oppa dokter aku... " Nita mengingat saat wajahnya terkena cipratan darah pasien tadi.     

"Kamu tenang saja " yoga berusaha menenangkan istrinya tersebut, tetapi di dalam hatinya merasakan ketakutan yang berlipat-lipat dari Nita.     

Dia tidak akan merelakan sesuatu hal kecil pun terjadi pada Nita...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.