cinta dalam jas putih

Waktu Pertama



Waktu Pertama

0Nita mengerucutkan bibirnya, dia mulai bosan dengan suasana sekarang ini. Tiga puluh menit mereka berdiam diri, menantikan ada seseorang yang akan dengan baik hati membukakan pintu tersebut.     

"Ponselku tertinggal di IBS! " dokter edwin merogoh setiap isi saku celana dan jas putihnya.     

Seperti mendapat satu ilham dari kata-kata dokter edwin itu, nita dan aditya secara bersamaan merogoh saku mereka masing-masing.     

"Kenapa tidak terpikirkan dari tadi! " cetus aditya menepuk kecil keningnya ketika dia menemukan ponsel miliknya di dalam sakunya.     

"Saya juga.. " lengkungan bibir membentuk senyuman terlihat diwajah nita, dia menjadi satu-satunya sosok paling cantik diantara dua laki-laki yang terkunci bersamanya.     

Dengan segera dia menghubungi yoga, setelah begitu lama menunggu telponnya yang tidak terjawab.     

"Kamu jangan menghubungi dokter yoga! " dokter edwin tahu siapa yang ditelponnya, "aku kesini karena dia yang menyuruhku, dan dia yang menggantikan aku operasi, ada dua sc dan satu operasi gynekologi! "     

Nita kembali memasang wajah cemberutnya, dia menjadi tidak bersemangat melihat ponselnya.     

"Tunggu pak adit saja! " ucap dokter dengan senyum gemas melihat wajah nita yang cemberut seperti itu, "dia akan menghubungi pihak sarana, dan mereka akan dengan cepat datang kesini! "     

Nita menarik nafasnya dalam-dalam, tapi dia bukan tipe wanita yang mudah menyerah dengan keadaan. Sebelum dia memasukan kembali ponselnya ke dalam saku dia mengetik pesan singkat pada yoga :     

'Kami terkunci di ruang aula lantai tiga! '     

Setelah pesan terkirim dia lalu memasukan kembali ponselnya kedalam saku seragamnya, nita tidak mengetahui kemungkinan pasti kapan suaminya itu akan membaca pesannya. Tapi setidaknya dia sudah berusaha, dan dia akan melihat hasil dari usahanya itu nanti.     

"Aku sudah telpon sarana! " ucap aditya, kembali duduk di kursi semula.     

Lagi-lagi Nita dan dokter edwin dapat bernapas lega mendengar perkataan dari Wadir muda mereka.     

"Bagaimana kalau sambil menunggu kita bicarakan tujuan kita berkumpul disini? "     

Dokter edwin dan nita pun menganggukkan kepalanya menyetujui apa yang diucapkan Aditya, dan mereka harus setuju. Salah satu dari mereka tidak akan ada yang berani untuk melakukan penolakan pada atasannya tersebut.     

"Saya berencana untuk membuat laman internet khusus tentang rumah sakit yang baru dan lebih menarik " aditya memberikan judul pertama dari tujuannya memanggil nita dan dokter edwin, awalnya dia menginginkan dokter yoga yang berpartisipasi tapi dia menunjuk dokter Edwin sebagai wakilnya.     

"Disitu pasti membutuhkan seorang model atau brand ambassador dari rumah sakit... " lanjutnya.     

Nita dan dokter edwin saling bertatapan aneh, dan lalu berganti ke arah aditya.     

"Cari saja model lokal! " dokter edwin langsung mengeluarkan pendapatnya.     

"Iya, pak! " nita memberikan dukungan pada pendapat dokter edwin agar lebih kuat pendapat yang sudah diungkapkannya tadi.     

"Tidak seperti itu " aditya menolak mentah-mentah pendapat dokter Edwin, "lebih baik jika brand ambassador itu orang yang mengerti tentang kesehatan, berprestasi, dan tentunya menarik minat membaca profil rumah sakit pada semua orang yang mengunjungi laman kita! "     

"Tapi kami tidak menarik! " cetus dokter edwin merendah.     

"Dan lagi masih banyak rekan sejawat kami yang lebih muda dan menarik di ruangan lain, pak! " nita menambahkan.     

Aditya tersenyum kecil, "kita bukan bicara fisik disini, maaf.. "     

"Maksud saya mengajak kalian berdua ada alasannya " lanjut aditya, dia memperlihatkan layar di laptopnya pada nita dan dokter edwin.     

"Saya melihat ini.. " dia menunjukan laporan dashboard yang nita buat, dan kemudian berpindah ke laporan berbentuk grafik.     

"Dari semua ruangan, kebidanan terlihat mengalami kemajuan yang begitu signifikan dalam menekan angka kematian ibu " aditya memberikan penjelasannya yang pertama. Dan lalu dia menggantinya ke sebuah situs dinas kesehatan.     

"Dan ternyata setelah saya membaca tentang indeks pembangunan manusia, ternyata salah satunya disebutkan angka harapan hidup pada setiap kelahiran! "     

Nita dan dokter Edwin hanya menyimak dengan serius rencana dari sosok muda yang membawa rumah sakit tempat mereka bekerja ke arah yang lebih maju, ide-ide nya yang kreatif, modern, mengikuti alur yang sedang digemari banyak masyarakat membuatnya bertahan begitu lama di tempatnya.     

"Jadi karena kebidanan sebagai ujung tombak angka harapan hidup tersebut, saya lebih suka duta kami adalah kalian berdua " aditya menyelesaikan semua alasan yang harus dikemukakan pada nita dan dokter edwin.     

"Dan direktur juga menyetujuinya, termasuk dokter yoga dan pihak manajemen yang lainnya! "     

Dan seperti inilah akhir dari keputusannya yang pada kenyataannya begitu sepihak, mereka merasa tidak ada gunanya melakukan rapat seperti ini jika pendapat mereka saja tidak di dengarkan. Terlebih mereka tidak dapat menolak karena aditya telah menyebutkan semuanya sudah disetujui direktur.     

"Jadi sebut saja ini surat perintah, pak! " cetus nita pelan, "kami tidak boleh menolak dan berpendapat! "     

Ucapan nita tersebut begitu jelas didengar oleh aditya dan dokter edwin, dia begitu berani bicara seperti dihadapan atasannya tersebut.     

Seketika mereka tertawa, menertawakan keberanian nita kali ini.     

"Memang bagus pak, kalau dia yang jadi duta nya! " celetuk dokter Edwin dalam tawanya, "dia unik, tidak ada yang sama seperti dia.. "     

"Iya " aditya setuju dengan ucapan dokter edwin, "sosok seperti itu hanya ada satu dirumah sakit kita! "     

"Iya, tertawakan saja terus... " nita mengernyit, melihat kedua orang ini begitu senang menertawakannya. Itu membuatnya aneh, mana ada pimpinan yang hanya tertawa mendengar satu dari stafnya mengeluh dan bicara buruk dihadapannya.     

Bukankah ini terlihat bahwa merekalah yang begitu aneh?, nita mengangkat kedua pundaknya bingung dengan pertanyaannya sendiri. Dia lebih baik diam saja, toh pada akhirnya nanti tetap dia yang harus mengikuti semua yang sudah diputuskan oleh direktur padanya.     

"Dokter,,, pak adit,,, " panggil nita, "kita sudah satu jam disini, dimana orang sarananya? "     

Ucapan nita itu membuat mereka langsung terdiam, suasana menjadi hening seketika. Jika itu sebuah drama, disaat hening seperti ini pasti akan muncul suara burung gagak lewat dihadapan mereka.     

"Biar saya telpon lagi " kemudian aditya kembali mengambil ponselnya dan menelpon pihak sarana, hasilnya pun kali ini tidak ada yang mengangkat.     

"Saya telpon asisten saya " Aditya mencoba membuat Nita dan dokter edwin tenang. Yang pada kenyataannya pun dia begitu gelisah karena belum dapat keluar dari ruangan ini.     

"Aku telpon saja tari! " cetus nita, dia baru terpikir saat ini untuk menghubungi rekan kerjanya yang sedang bertugas hari ini. Dia mencoba menghubungi tari, tapi semuanya seperti di dalam cuplikan drama. Batre ponsel miliknya telah berwarna merah, dan ketika Nita memaksakannya seluruh layar ponselnya mati serta tidak dapat dinyalakan kembali.     

Dokter Edwin terkekeh melihat kejadian itu, dia satu-satunya orang yang dapat menyimpan dengan baik kepanikannya dengan tawanya yang selalu muncul.     

"Asistenku sedang bersama direktur, rapat di dinas kesehatan! " dan kali ini jawaban dari Aditya itu menambah sempurna episode cerita kali ini, mereka akan benar-benar terkunci dalam waktu yang lama.     

Nita menyimpan kedua tangannya diatas meja, kepalanya bersandar di kedua tangannya tersebut. Dia tengah meratapi nasibnya kali ini.     

"Aku juga tidur saja dulu sebentar! " dokter mengikuti nita, menyandarkan kepalanya diatas kedua tangannya.     

"Sepertinya kita akan menunggu lama! " dan akhirnya aditya pun berposisi sama seperti nita dan dokter Edwin.     

Mereka seperti siswa SMU yang diberikan hukuman oleh guru BP karena melanggar peraturan sekolah.     

"Karena kita punya banyak waktu, mari kita bercerita tentang kesalahan terindah kita semasa hidup! " lagi-lagi ucapan dokter edwin membuat tawa pada nita dan aditya.     

Kali ini mereka bicara tanpa berpandangan satu sama lain.     

"Jika ini terakhir kita bercerita, maka ingatlah ceritaku ini? "     

"Lebay! " cetus nita, "dokter kita hanya terkunci, bukan terdampar di suatu pulau yang tidak ada penghuni dan tidak ada makanan sedikitpun! "     

Kedua laki-laki itu tertawa, menertawakan nita yang bicara begitu lucu.     

"ceritakan saja dokter Edwin " ucap aditya, dia pun merasakan kebosanan dengan situasi saat ini.     

"Dengan begitu kita bisa lebih akrab.. " lanjutnya.     

"Benar " dokter Edwin setuju.     

"Dan bisa menambah satu ide cerita di novel dokter nanti! " cetus Nita.     

"Itu kan seperti satu kali mendayung, dua tiga pulau terlampaui! " nita bicara ketus, "benar-benar situasi yang bisa dimanfaatkan... "     

"Kamu cocok sekali menjadi novelis, nita " ucap dokter Edwin, "kamu pandai menceritakan satu kondisi dalam beberapa paragraf! "     

Nita tertawa kecil menggelengkan kepalanya, dia sama sekali tidak pernah mempunyai cita-cita menjadi penulis, walaupun ayahnya dulu adalah seorang translator yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk sebuah buku. Tidak membuat dirinya mengikuti hal sama, karena ayahnya melarangnya. Dia selalu mengatakan bahwa cita-cita anak-anaknya harus jauh lebih tinggi darinya nanti.     

Semua orang tua ingin kita seperti jari tengah, berada dalam jajaran yang paling tinggi dari jari yang lainnya. Dan ini membuat dia kembali merindukan sosok sang ayah telah pergi lebih dulu meninggalkan dunia tempat manusia berpijak.     

"Baiklah! " cetus dokter edwin sedikit berteriak.     

"Karena hidup kita sudah seperti dalam drama sekarang, bagaimana kalau kita ikut seperti mereka! "     

Nita hanya mendengarkan setiap ucapannya seperti kicauan burung merdu, dia memang cocok menjadi penulis cerita karena disaat seperti inipun rangkaian katanya terstruktur dengan begitu benar dan menyenangkan.     

"Bukankah hidup kita memang drama yang skenarionya ditulis oleh tuhan! " cetus aditya, "kita hanya harus mengikutinya saja dengan baik... "     

Dan senyuman nita kali ini muncul mendengarkan pembicaraan Aditya yang terdengar begitu mewakili perasaannya. Dia bisa menebak pasti setelah ini akan acara curhatan pada kedua laki-laki yang berada bersamanya kali ini...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.