cinta dalam jas putih

Terkunci



Terkunci

0Yoga memandangi nita sore ini terdiam di sampingnya di dalam mobil tanpa sedikitpun suara, dia seperti tengah memikirkan sesuatu yang begitu berat.     

"Beautiful girl,,, whereever you are.. " dia memulai aksinya dengan menyanyikan lagu yang pernah tenar dijamannya.     

"I knew when i Saw you,,, you had opened the door.. " dia tidak mempedulikan perihal suara sumbangnya, yang terpenting baginya adalah membuat wanita disampingnya tertawa dan mengakui kehadirannya.     

"I knew that i'd love again,,, after a long-long while... " dia melirik sekilas ke arah nita yang terlihat menahan tawanya, "i'd love again... "     

"Mulai lagi! " kedua tangan nita menutupi wajahnya untuk beberapa detik, dia menyembunyikan tawa dibalik tangannya itu.     

"Nanti ikut audisi penyanyi saja! " cetus nita, "jangan cuma bernyanyi di dalam mobil, kasihan.. "     

Dahi yoga berkerut, "kasihan telinga bu bidan, sakit begitu? "     

"Kasihan mobilnya! " nita terkekeh setelah menjawab pertanyaan yoga.     

Dia tidak pernah dibiarkan oleh yoga terdiam murung seperti tadi, apapun akan dia lakukan supaya bisa membuat nita tersenyum kembali.     

"Sayang ini masih diperjalanan! " cetus yoga, dia tidak melihat ke arah nita. Tapi dia dapat mencuri pandang kearahnya dengan sudut matanya.     

Nita mengernyit, "kenapa? "     

"Kalau sudah dirumah, aku mau gemas dengan bibir istriku kalau tersenyum " jawabnya, "dia cantik sekali, membuat aku tidak bisa menahan diri ingin memberinya ciuman! "     

Nita seketika tertawa dan mulai memberikan serangan cubitan kecil di pinggangnya. Yoga selalu membuatnya menjadi orang paling bahagia walaupun dia baru saja mengalami kejadian yang menyedihkan pagi tadi.     

Perlahan tawa nita memudar setelah beberapa detik tadi dia tertawa, berubah menjadi senyuman kecil diwajahnya. Dia melihat ke arah yoga yang masih fokus dengan kemudinya.     

"Tadi pagi tari membuat aku terkejut dengan pengakuannya pada semua rekan kerjanya "     

Yoga terdiam sejenak, dia sedikit merasa bersalah karena kemarin dia yang memotivasi tari untuk jujur. Senyum kecilnya muncul untuk mengapresiasi keberanian tari, dia berani mengambil satu keputusan yang akan merugikan dirinya sendiri tetapi dengan begitu dia menolong semua teman-temannya.     

"Jadi sekarang semuanya sudah tahu " ucap yoga, "kamu juga tidak perlu sembunyi-sembunyi memberikan perlakuan khususmu padanya! "     

"Suatu saat nanti diapun harus melakukan hal itu, untuk kamu dan sahabat-sahabatnya,,, " lanjut yoga, satu tangannya sekilas mengusap pipi nita yang masih terlihat cemberut.     

"Kamu lihat saja nanti setelah dia bicara jujur seperti itu, dia akan lebih kuat karena dia tahu semua orang-orang di dekatnya selalu memberikan dukungan.. "     

Nita tersenyum dalam anggukan kepalanya, dan melihat ke arah yoga.     

"Aku tidak tahu ini kebetulan atau disengaja, semua staf aku itu seperti orang pilihan. Mereka orang-orang terbaik... " dia memandangi yoga dengan penuh kecurigaan, ketika dia terlihat hanya tersenyum menanggapi ucapan nita.     

"Aku punya jabatan tapi tidak bisa dengan mudah memilih orang-orang itu! " jawaban yoga terlihat begitu tidak meyakinkan di mata Nita, "yang menyetujuinya bagian kepegawaian dan wadir tersayangmu itu yang menempatkan mereka.. "     

"Tapi kan oppa dokter yang rekomendasikan mereka! " yoga berpikir nita tidak tahu alur permutasian di tempatnya bekerja, dia menyipitkan matanya. "mau bohongin aku yah! "     

Yoga tertawa mendengarnya, dia salah jika bisa membohongi nita yang super duper tahu tentang seluk beluk pekerjaannya. Walaupun dia baru menjadi kepala ruangan, terlihat sekali setiap buku peraturan rumah sakit tentang permutasian telah dia baca dan pelajari dengan baik.     

"Kamu mau kemana? " tanya yoga ketika dia selesai mandi, melihat nita yang berpakaian rapi.     

"Tidak kemana-mana " nita teraneh yoga menanyakan hal itu, "kenapa memangnya? "     

"Kamu sudah berpakaian rapi dan cantik seperti itu! " jawabnya.     

Nita tersenyum malu, dia merasa hal ini biasa saja. Sepertinya kehamilan saat ini dia menjadi lebih sedikit suka berdandan dan memilih-milih pakaian, padahal dia sama sekali tidak akan pergi kemanapun.     

"Bawaan hamil mungkin! " cetus nita, dia beranjak melangkahkan kakinya mendekati yoga yang berdiri di depan cermin tengah merapikan rambutnya.     

"Kamu tahu rumah sakit kita akan mengganti tampilan media internet lama dengan yang baru? " yoga meraih pinggang nita untuk lebih dekat dengannya, "sepertinya kamu cocok jadi model nya! "     

"Cari artis lokal saja! " nita menjulurkan lidahnya ke arah yoga, "aku jadi model di rumah saja.. "     

Dia mendekatkan bibirnya pada yoga, membuat laki-laki itu dengan senang hati menerimanya. Mewujudkan keinginannya yang tertunda tadi, mencium bibir nita dengan lembut.     

"Oppa dokter! " nita menjauhkan wajahnya dari yoga, "aku lupa.. "     

Yoga mengernyit, "apa yang kamu lupa? "     

"Kemarin aku janji dengan axel membantunya belajar.. " nita tersenyum menatap yoga dengan kedua alisnya yang turun naik, dia harus menghentikan momen romantis yoga padanya.     

Yoga tertawa kecil, "aku pikir lupa apa! "     

"Apa kita perlu menggunakan guru les, supaya kamu bisa beristirahat lebih banyak? " yoga memberikan saran pada Nita.     

"Tidak perlu " jawab Nita, "kita sebagai orang tua, tidak dapat memberikannya harta yang berlimpah semasa kita hidup. Masih ada ilmu yang bermanfaat yang kita ajarkan untuk bekal hidupnya.. "     

Yoga tersenyum sangat membenarkan apa yang diucapkan nita padanya.     

"Maaf jika aku tidak bisa membuatmu hidup mewah.. "     

"Semua sudah lebih dari cukup! " nita menegaskan pada yoga bahwa hidup itu lebih indah jika kita merasa cukup dan semua hal yang berlebihan sangatlah tidak baik.     

"Sudah cukup bicara romantisnya, nanti semakin lama dibujuk rayu oppa dokter. Aku bisa lupa diri! " nita menyudahi scene yang membuat seluruh pembaca terbawa perasaan dan menangis karena ingin menjadi sepertinya dan yoga. Pada kenyataannya hidup menjadi diri sendiri itu akan jauh lebih indah dari cerita romantis manapun. (untuk pembaca terbaik :smiling_face_with_smiling_eyes:).     

Pagi saat ini terasa begitu berbeda dirasakan Nita, dia merasa hari ini jauh lebih indah dari hari-hari terbaik yang pernah di lalui. Mendapati tari yang berwajah ceria karena setelah pengakuannya kemarin, semua rekannya memberikan dukungan yang terbaik untuknya.     

"Ibu " panggil tari ketika nita selesai melakukan pemeriksaan alat-alat harian.     

"Ada telpon " ucap tari ketika dia menghampiri tari yang memanggilnya.     

"Siapa? " bisik nita.     

Tari menutup bagian dari telpon tempatnya bicara dengan tangannya, dengan tujuan agar si penelepon tidak mendengar ucapan mereka.     

"Pak aditya " tari pun menjawabnya dengan suara yang begitu pelan.     

Nita menerimanya walaupun dengan rasa malas yang teramat sangat.     

"Dengan kanita, ada yang bisa saya bantu "     

"Ya, nita bisa ke lantai tiga sekarang dengan dokter Edwin? "     

"Lantai tiga... " nita sedikit mengingat lantai tiga yang disebutkan aditya adalah ruang aula tempat pertemuan ketika mengadakan acara besar.     

"Saya sudah menelpon dokter edwin untuk pergi sama-sama denganmu "     

Tidak sampai satu detik aditya bicara seperti itu, dokter edwin muncul dihadapan nita dengan memperlihatkan senyuman terbaiknya pada Nita.     

Nita tersenyum tipis, "baik pak "     

Dengan segera nita menutup telepon dan mengakhiri pembicaraannya.     

"Silahkan nyonya cantik! " dokter edwin memberikan nita kesempatan untuk berjalan lebih dulu.     

"Ada acara apa, dok? " tanya nita, mereka berjalan bersamaan menuju lantai tiga.     

Dokter edwin mengangkat kedua pundaknya, menandakan ketidak tahuannya. Dia mempersilahkan nita lebih dulu untuk masuk ke dalam lift.     

Pintu lift terbuka ketika mereka sampai di lantai tiga, tampak pintu ruangan dimana aditya telah lebih cepat sampai dari mereka berdua terduduk dengan pandangannya yang begitu fokus dengan laptop dihadapannya.     

Ketika hendak masuk nita melihat selembar kertas terserak dengan satu tulisan. Dia memungutnya terlebih dulu sebelum dia masuk diikuti oleh dokter edwin yang menjadi orang terakhir dan menutup pintunya.     

Mata nita membulat ketika membaca tulisan tersebut.     

"Dokter! " nita sedikit mengeraskan volume suaranya.     

Dia memperlihatkan tulisan dalam kertas tersebut pada dokter edwin yang sudah menutup pintunya. Tertulis bahwa pintu sedang dalam perbaikan dan tidak boleh menutup pintu tersebut dengan rapat.     

"Kan sudah ada kertas peringatan didepan pintu! " cetus aditya, dia bergegas menuju ke arah pintu dan mencoba membuka pintu yang terkunci otomatis, dan kunci untuk membuka pintu tersebut berada di bagian luarnya.     

"Kenapa kamu baru bilang! " dokter edwin berkata pelan pada nita, mereka berdua hanya bisa memandangi aditya yang berusaha begitu keras untuk membuka pintu tersebut.     

"Tidak ada kunci duplikatnya pak? " tanya nita disaat aditya masih berusaha.     

Dia menunjukan kunci tersebut, membuat nita dan dokter edwin tersenyum lega.     

"Tapi ada kunci yang menempel juga di bagian depan pintu! " cetusnya, "jadi kita tidak bisa menggunakan kunci ini.. "     

"Apa.. " nita berkata pelan, dia dan dokter Edwin harus menelan kembali perasaan lega mereka bulat-bulat.     

Setelah mereka saling bertatapan memikirkan jalan keluar yang tidak kunjung muncul, akhirnya mereka memutuskan untuk duduk di kursi yang berada dalam ruangan dan berdiam diri dalam lamunan. Tujuan utama mereka untuk membicarakan satu hal penting pun lenyap seketika karena kepanikan saat ini.     

Kali ini mereka hanya terdiam saling memandangi satu sama lain, tidak ada suara sedikitpun dari mulut mereka.     

Di lantai tiga dan sebuah ruangan besar, jauh dari semua aktifitas karena satu-satunya ruangan. Dan mereka bertiga telah 'TERKUNCI'...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.