cinta dalam jas putih

Kesalahan



Kesalahan

0Yoga mengambil sesuatu dari dalam sakunya, dan diberikannya pada dhanu sahabatnya. Mereka secara kebetulan hari ini duduk berdampingan, sama-sama menghadiri rapat audit. Dhanu yang menjadi perwakilan dari IGD dan yoga merupakan perwakilan SMF OBGYN.     

Dia sengaja menahan dhanu untuk tidak segera beranjak dan berbicara terlebih dahulu dengannya.     

"USG siapa ini? " dhanu mengerutkan dahinya, dia menertawakan sahabatnya itu.     

"Wow hebat nih, gerak cepat lagi! " ledeknya pada yoga, dia menyangka itu adalah hasil USG dari nita.     

Yoga menggelengkan kepala seraya tertawa.     

"Itu hasil USG si boneka cantik! " cetus yoga.     

Dhanu terbatuk karena terlalu terkejut, dia membesarkan pupil matanya ke arah yoga tidak mengatakan apapun. Bibirnya terlihat menganga tidak dapat berkata apa-apa.     

"Dua puluh minggu usia kehamilannya " ucap yoga, dia menyimpan kertas tersebut di atas meja dan mengetuk-ngetuk kertas tersebut.     

"Dan itu seorang calon anak laki-laki! " sambung yoga.     

"Dia benar hamil? " dhanu memasang wajah yang begitu terlihat syok ketika mendengarkan semua yang disampaikan oleh yoga padanya, pada awalnya dia tidak mempercayai perkataan tari padanya beberapa bulan yang lalu. Dan hubungan mereka pun masih baik seperti biasa.     

"Iya benar " yoga lebih memastikan, "kamu pikir usg ini milik orang lain! "     

"Ini jawaban dari kesenangan sesaat itu! " celetuk yoga, "kamu saat ini akan berada dalam masalah besar, sebaiknya berterus terang daripada nanti istrimu mengetahuinya dari orang lain.. "     

"Itu pasti akan lebih menyakitinya! " yoga kembali mengingatkan sahabatnya itu.     

Dhanu terpaku untuk beberapa saat menatapi sebuah gambar hitam putih, dengan kepala, tubuh, tangan dan kakinya yang begitu kecil.     

Yoga menepuk pundak dhanu pelan, "jangan sampai kamu mengambil keputusan yang akan membuat kamu menyesal nantinya "     

"Dan jangan bawa-bawa istriku! " cetusnya kembali, "dia dan istrimu berteman baik, tetapi tari juga adalah salah satu staf nya. Jadi jangan buat dia berada dalam masalah gara-gara ulahmu! "     

Dhanu tertawa kecil, "aku menjadi begitu penasaran, melihatmu memperlakukan istrimu seperti gelas kristal. Terlihat berlebihan.. "     

"Dia bukan benda koleksi! " yoga bernada tinggi, "kami juga bukan seperti simbiosis mutualisme saja, aku menganggap dia itu seperti tulang dalam tubuhku. Jika tidak ada dia aku tidak bisa berdiri tegak seperti ini! "     

"Aku belajar dari kegagalan pertama, jadi sebagai teman aku hanya mengingatkan saja agar tidak pernah gagal sepertiku! "     

Dhanu menerawangkan pandangan seraya tersenyum dalam situasi yang begitu menyulitkannya, saat ini bukanlah waktunya untuk berkeluh kesah. Dia harus menghadapinya dengan sikap seorang pria, ketika dia berani berbuat dia pun harus berani bertanggung jawab.     

"Sampaikan terima kasihku pada istrimu! " ucap dhanu, "karena sudah mau menjaga boneka cantik! "     

Yoga tersenyum, satu tangannya telah berada di pundak milik dhanu. Mencoba mentransferkan energi semangat pada sahabatnya itu, mendoakan yang terbaik untuk semua keputusannya.     

"Jika mei sama seperti kanita, mungkin hal seperti ini tidak akan pernah terjadi! " cetusnya mulai membandingkan istrinya dengan perempuan yang dimiliki sahabatnya.     

"Kenapa harus sama? " yoga mengernyit, dia tidak habis pikir dengan apa yang diucapkan dhanu. Mei istrinya sudah berwajah cantik dan juga pintar, entah apa lagi yang diinginkan laki-laki tidak tahu diri ini.     

"Lembut dan sepertinya dia menurut sekali padamu! "     

Yoga tertawa aneh, "mungkin mei juga mempunyai sisi lembut sebagai wanita, kamunya saja yang tidak menyadari! "     

"Terlanjur menginginkannya seperti istri orang! " cetus yoga "dan itu istri temannya sendiri pula.. "     

Dhanu menertawakan yoga yang begitu bicara dengan emosi yang meluap-luap ketika ada seseorang mengagumi istrinya. Dia sepertinya harus lebih banyak belajar dari sahabatnya ini, selalu bersikap bijaksana dan baik pada siapapun bahkan ketika dia harus diuji dalam kegagalan pun dia tetap seperti itu. Sehingga tuhan telah memberikannya hadiah terbaik dari sikap baiknya itu.     

"Bubu! " axel memanggil nita dengan suara pelan, karena nita duduk disampingnya tengah membantunya mewarnai gambar yang telah dibuatnya.     

"Ada apa? "     

Tangan nita masih memandangi gambar yang sedang dia berikan warna, dia harus hati-hati agar hasil perwarnaannya sempurna.     

"Bubu masih marah pada ayah? " kali ini suara axel lebih pelan, sehingga hanya dia dan bubunya itu yang dapat mendengar.     

Dia dan nita yang terduduk di atas karpet runner, sesekali mencuri pandangannya pada sang ayah yang sedang membaca buku di sofa yang tidak jauh dari mereka.     

"Bubu tidak marah " nita sekilas menoleh ke arah yoga yang fokus pada bukunya.     

"Kenapa Axel bicara seperti itu? " tanya nita.     

"Ayah memperhatikan bubu dari tadi! " cetus axel, "kemarilah Bu.. "     

Dia meminta bubunya itu untuk lebih mendekat, dia akan membisikan sesuatu padanya.     

"Sejak kapan ayah suka membaca buku memasak? " bisik axel.     

Kedua alis nita terangkat, dengan segera dia melihat buku yang dibaca oleh suaminya itu. Dan menggelengkan kepalanya ketika apa yang disebutkan axel itu memang benar.     

Dia dan axel saling bertatapan dan kemudian tertawa tanpa suara.     

"Ayah seperti kakak-kakak SMU saja, pura-pura membaca supaya bisa memperhatikan bubu yang cantik! "     

Nita mengedipkan kedua matanya seperti boneka ketika putranya itu menyebutnya cantik.     

"Apa sudah selesai? " nita teraneh melihat axel yang tiba-tiba membereskan semua peralatan menggambarnya dan memasukannya kedalam tas.     

Axel tersenyum lebar, "aku lanjutkan saja di kamar, Bu! "     

"Kasihan ayah.. " lanjutnya, "sepertinya ada yang ingin ayah bicarakan dengan bubu! "     

Nita mengernyit, "bubu bisa bicara dengan ayah setelah selesai membantumu "     

"Tidak apa-apa, bu " axel mengusap pipi nita dengan lembut.     

"Kasihan ayah! " bisiknya lagi, "dia pasti tidak menyukai isi buku yang dibacanya! "     

"Selamat malam, bu " axel mencium pipi nita secapat kilat, mengedipkan satu matanya ke arah nita sebelum dia beranjak dan melangkahkan kakinya. Dia pun tidak melupakan ayahnya, setelah mendaratkan satu ciuman di pipi ayahnya dia bergegas masuk kedalam kamarnya.     

Nita menggelengkan kepalanya seraya tersenyum, dia pun beranjak dari duduk dan lebih mendekat pada yoga yang terduduk di sofa yang berada di ruang keluarga.     

"Pak dokter mau masak apa? " tanya nita, "sekarang hobinya membaca buku masakan juga ya... "     

Kedua alis yoga terangkat dan tersenyum kecil ke arah nita.     

"Yang namanya membaca itu boleh buku jenis apapun bu bidan! " dia mencoba membela diri dari rasa malu yang menimpanya, aksinya memperhatikan nita secara diam-diam dapat terendus dengan mudah oleh nita.     

Sedari tadi dia memang begitu senang memperhatikan wajah nita yang semakin lama semakin terlihat cantik. Mungkin karena saat ini ada peningkatan hormon yang membuat kelenjar minyak berproduksi, sehingga membuat wajahnya terlihat lebih bersinar.     

"Aku mau membicarakan sesuatu! " akhirnya nita yang memulainya.     

"Apa? "     

Dia memandangi nita lain dari biasanya, dia terlihat semakin sabar mendengarkan nita.     

Nita tersenyum malu, kali hal apa lagi yang akan diterimanya setelah tatapan suaminya yang terasa begitu hangat.     

"Apa caraku memperlakukan tari terlihat berlebihan? "     

Nita akan meminta pendapat dari yoga yang menurutnya sangat begitu baik ketika memimpin para stafnya.     

Yoga terdiam sejenak, memikirkan lebih dalam pertanyaan nita. Dia sedikit bisa menarik kesimpulan bahwa ada orang lain yang merasakan ketidak adilan dari sikap nita.     

"Maksudku, apa yang harus aku lakukan supaya semua rekan-rekanku mengetahui bahwa aku tidak pernah membeda-bedakan mereka... " nita lebih menspesifikan apa yang dia tanyakan tadi.     

"Atau memang sikapku terlalu berlebihan karena aku merasa perlakuanku berbeda pada tari karena dia sedang hamil! "     

Dia memperlihatkan wajah kebingungannya di hadapan yoga.     

Yoga menanggapi semua yang diucapkan nita dengan senyuman kecil, dia begitu senang pada istrinya yang selalu mengintropeksi dirinya sendiri untuk memperbaiki setiap kesalahan dari dalam dirinya.     

"Yang mengetahui tari hamil itu kan cuma kamu, aline dan Karin! " yoga mengingatkan nita.     

"Benarkan? " tanya yoga memastikan.     

Nita mengerucutkan bibirnya dan anggukan kepalanya muncul.     

"Kamu itu seperti ibu dari semua stafmu! " ucap yoga, "dan hak dari staf mu adalah untuk menerima perlakuan yang sama tanpa dibeda-bedakan "     

"Terkecuali kamu akan mengatakan tentang tari yang sebenarnya " sambung yoga, "jika mereka benar-benar teman yang baik, mereka pasti akan menerimanya. Tapi kamu juga harus mengatakannya dengan baik! "     

"Jangan sampai membuat tari merasa dicemoohkan! "     

Nita semakin bingung ketika yoga memberikan sarannya, jika itu mengenai hak dan kewajiban seorang pemimpin dia sedikit memahaminya. Dia harus lebih banyak belajar setelah ini, pikir Nita dalam hatinya.     

"Ini sulit sekali.. " nita berusaha memikirkannya diantara puing-puing keputusasaannya.     

Yoga tersenyum, merangkul pundak nita dan memperlihatkan gambar sosok manusia dari ponselnya pada nita.     

"Dulu guru besarku mengajarkan hal ini padaku! " yoga mulai menjelaskan mengapa dia menunjukan gambar tersebut.     

"Semua masalah itu akan muncul bahkan disaat kita merasa sudah memberikan yang terbaik.. " ucap yoga, "kamu tahu mengapa Tuhan menciptakan manusia begitu sempurna? dia menciptakan dua mata dan telinga serta satu mulut? "     

"Dia memperingatkan kita untuk melihat permasalahan dengan kedua mata kita, lihatlah sisi depan, belakang dan disampingmu! "     

"Dengarkan keluhan mereka dengan kedua telingamu, kamu tidak boleh hanya mendengarnya dari satu pihak saja " sambung yoga.     

"Dan kamu baru bisa membicarakannya.. "     

Nita tersenyum tipis mendengar semua yang diucapkan yoga, terdengar begitu mudah tapi pada kenyataannya itu akan begitu sulit. Menyamakan persepsi pada beragam orang dengan isi kepala mereka yang berbeda.     

Yoga tertawa kecil memastikan bahwa istrinya itu akan begitu kesulitan memahami perkataannya.     

"Buat saja staf meeting bu bidan! " yoga mencubit kecil pipi nita, "ada dua yang harus kamu pilih nanti, mengorbankan satu orang untuk kebaikan bersama. Atau mengorbankan orang banyak untuk melindungi satu orang! "     

"Masih bingung juga? " yoga meledeknya.     

Nita tertawa kecil, "kenapa tidak langsung disebutkan saja jawabannya, harus panjang lebar segala! "     

"Iya nanti aku pikirkan semua saran dari oppa dokter! "     

"Bicarakan terlebih dahulu denganku nanti! " yoga memberinya ultimatum.     

"Siap, pak bos " nita menyandarkan kepalanya di bahu yoga.     

"Kamu lihat ini " yoga menunjukan kertas usg yang dipegangnya, "aku mau tahu kepintaran seseorang yang pernah menjadi asistenku selama bertahun-tahun ini! "     

Nita tertawa, dengan cepat dia mengambil alih kertas yang yoga pegang.     

Dia berpikir sejenak, "ini kantung kehamilan yang belum terisi janin, disitu tertulis usia kehamilan kurang lebih 5 minggu! "     

"Benarkan? " tanya nita memastikan, "aku hampir lupa dengan pembacaan seperti ini, sudah lama sekali.. "     

"Lumayan juga " puji yoga.     

"Memangnya itu hasil USG siapa? " nita sedikit penasaran mengapa yoga tiba-tiba memberinya soal ujian seperti itu.     

"Ini... "     

Yoga kemudian membalikan kertas tersebut, dibaliknya sudah tertulis pemilik dari gambar tersebut. Dan dia memperlihatkannya pada nita...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.