cinta dalam jas putih

Kecemburuan



Kecemburuan

0"Ibu tadi dokter kim mencari ibu! " lula yang hari ini berjaga pagi segera melapor pada nita yang baru saja muncul.     

"Ada apa? " nita berpura-pura tidak mengetahuinya, berharap dia mengatakan tujuannya mencari nita sepagi itu.     

"Tadi itu dia memberikan ini " lula menyodorkan selembar kertas pada nita.     

Sebuah kertas leaflet yang berisikan tentang pengiklanan pelatihan preseptoring mentor, yang akan diadakan oleh pihak rumah sakit bulan depan selama satu minggu.     

Nita segera menyimpannya di atas meja ketika membaca dimana tempat pelaksanaan pelatihan tersebut.     

"Mereka pikir aku tidak punya keluarga! " cetus nita, dia sama sekali tidak memiliki minat untuk mengikutinya.     

Dia tidak akan pernah bisa meninggalkan axel untuk waktu yang lama seperti itu, dia mempunyai tanggung jawab yang lebih penting di rumahnya dibandingkan untuk hal yang akan memajukan karirnya.     

"Dimana tari? " tanya nita.     

"Dia tadi pergi ke ruang bersalin " jawab lula.     

Dahi nita berkerut, "untuk apa? "     

"Mengantar pasien dengan kala dua lama yang baru saja datang, bu "     

"Dia tidak boleh melakukan itu! " nita tidak menyadari kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya.     

"Kenapa, Bu? " lula teraneh.     

Nita segera menutup mulutnya untuk tidak berbicara hal yang lebih jauh lagi pada lula.     

"Itu,,, " dia sedang memikirkan jawaban apa yang lebih tepat, "bukankah dia sedang sakit? "     

Wajah nita terlihat panik di mata stafnya itu, membuat satu senyuman kecil di wajah lula muncul.     

"Ibu tenang saja " lula menanggapi, "sudah lama tari memang mengeluh sakit seperti itu, tapi dia kuat! "     

"Iya.. " nita harus berpura-pura untuk menyamakan tanggapannya dengan lula, dia belum mengenal semua karakter rekan-rekan barunya itu.     

Dia harus lebih dekat dengan mereka agar dia bisa mengetahuinya, dan lagi diapun harus berusaha untuk bersikap sama pada semua rekannya itu untuk menghindari satu kecemburuan sosial diantara mereka.     

"Kamu merasa aneh tidak, fa? " lula mencoba mengatakan sesuatu pada rekan satu shiftnya Rafa, sesuatu hal penting sehingga dia harus berbisik-bisik.     

"Ada apa? " tanya rafa masih dengan kesibukan tangannya membuat laporan harian.     

"Aku rasa bidan kanita lebih memperlakukan tari begitu spesial! " celetuknya.     

"Huss! " rafa menyimpan jari telunjuk di depan bibirnya, memerintahkan sahabatnya itu untuk tidak berkata macam-macam.     

"Dia itu pimpinan kita! " rafa bicara pelan dengan nada tegas, "bukankah dia begitu baik dengan kita semua.. "     

Lula membelalakan matanya, "tapi pada tari terlihat begitu aneh, mereka selalu berbicara berdua saja di kantor, ibu selalu mengatakan pada tari untuk tidak terlalu capek! "     

"Aneh kan? "     

Rafa pada akhirnya pun telah terpengaruhi oleh kata-kata lula, dia menganggukan kepalanya tanda setuju dengan apa yang disebutkan lula.     

"Semua sama saja " lalu rafa mengeluarkan komentarnya, "orang yang lebih cantik pasti mendapatkan perlakuan yang berlebih dari siapapun! "     

"Mau dari laki-laki, ataupun ibu kepala kita yang sangat bijak itu.. " sambungnya.     

Lula menyipitkan matanya, dan dia pun merasa seperti itu. Merasakan ada perlakuan istimewa pada salah satu rekan kerjanya, dan itu membuatnya merasakan hal yang sangat disayangkan olehnya. Dia begitu menyukai sosok kepemimpinan nita diawal mengenalnya. Tapi setelah dia merasakan hal seperti ini, ada satu rasa kekecewaannya pada nita.     

Mereka berdua tidak menyadari bahwa tari telah lama berdiri di belakang mereka. Dia menggelengkan kepalanya mendengar apa yang diucapkan dua sahabatnya itu yang mengomentari kepemimpinan nita.     

Ada satu suara yang ingin dia ucapkan ketika para sahabatnya itu membicarakan nita di belakang, dia begitu ingin mengatakan bahwa apa yang mereka pikirkan tidaklah benar. Yang dia tahu nita adalah orang yang paling bijak menanggapi kesalahan terbesarnya yang satu orang pun sahabatnya tidak mengetahuinya.     

"Jika itu orang lain, pasti cerita tentangku sudah menyebar dengan cepat! " umpat tari, berita tentangnya pun belum ramai dibicarakan karena dia mengatakan pada orang yang tepat. Kepala ruangannya itu benar-benar dapat dipercaya, seorang pemimpin yang tidak melihat masalah hanya dari satu sisi saja.     

"Ibu " tari menyusul langkah nita yang akan meninggalkan ruangannya.     

Nita berbalik, dan melemparkan senyumannya ke arah tari.     

"Ada apa? "     

"Apa ibu mau memberikan laporan itu pada dokter yoga? "     

"Iya " nita masih dalam senyumannya, "kenapa? "     

Tari terlihat ragu untuk mengatakannya, "apa saya boleh ikut? "     

Nita memperlihatkan wajah penuh tanda tanya mendengarnya yang tiba-tiba ingin mengikutinya.     

"Ibu jangan salah paham " tari mencoba untuk bicara lebih detail, "sekarang waktu istirahat, jadi pasti di poliklinik tidak ada aktifitas pemeriksaan. Ibu bilang saya harus melakukan USG untuk kehamilan saya.. "     

"Ahh,, iya saya hampir lupa! " nita tertawa kecil ketika telah mengingat apa yang pernah dia ucapkan pada tari.     

"Kita coba saja! " nita mengajak tari untuk berjalan bersamanya, "tadi aku sudah mengirimkan pesan pada Edna akan memberikan laporan ini pada dokter yoga.. "     

"Dan dia bilang dokter yoga sudah selesai melakukan pemeriksaan di poli! "     

"Iya " tari ikut mengikuti langkah nita, berjalan disampingnya.     

"Ibu... " tari tampak ragu untuk mengutarakannya.     

Nita sesekali menoleh ke arah tari yang berada disampingnya, dia merasakan tari ingin menyampaikan sesuatu padanya. Begitu terlihat jelas dimatanya.     

"Ada apa, katakan saja! " nita memberikan kesempatan pada tari untuk mengungkapkannya.     

"Mengapa ibu tidak mengatakan pada temanku yang lain yang sebenarnya? " tanya tari.     

Nita tidak lantas menjawab pertanyaan tari, dia tengah memikirkan jawabannya.     

"Untuk apa? " nita akhirnya balik bertanya, dia tidak menyukai hal seperti itu. Dia merasa tuhan menciptakan sebuah bibir untuk mengatakan hal-hal yang baik, bukan membicarakan orang lain. Walaupun sebenarnya dia telah menceritakannya pada kedua sahabatnya yang dia pun memastikan bahwa mereka adalah orang yang dapat dipercaya.     

Terbukti bahwa hingga saat ini semua yang pernah diceritakan olehnya masih tersimpan dengan baik.     

"Agar mereka tidak salah paham! " cetus tari, "agar mereka tidak merasa dianak tirikan karena perlakuan khusus ibu pada saya! "     

Nita menghentikan langkahnya ketika mereka tepat berada di pintu poliklinik yang tertutup rapat, dan sepi dari pasien.     

Dia menangkap dengan baik apa yang ingin disampaikan tari, dia hanya menebak-nebak kemungkinan ada orang-orang yang merasa seperti yang disebutkan tari. Ternyata selama ini dia salah, dia tidak pernah memperkirakan akan ada rekan-rekan lainnya yang merasakan hal seperti itu. Dan ini semua kesalahannya, dia harus segera memperbaikinya.     

"Nanti aku pikirkan apa yang harus kita lakukan untuk memperbaiki kesalahpahaman ini! "     

Nita tersenyum ke arah tari dan meraih tangannya untuk mengikutinya masuk ke dalam ruang pemeriksaan dimana yoga sudah bersiap di depan layar USG.     

Yoga tersenyum ke arah nita terduduk di kursi tempatnya melakukan konseling pada pasien. Dia begitu serius memperhatikannya yang sedang melakukan pemeriksaan pada tari.     

"Ini sudah dua puluh minggu " ucap yoga, "jantung bayi bagus, kepala dan tulang belakang tidak terdapat kelainan, organ-organ sudah terbentuk sempurna.. "     

"Dan coba kita lihat, ini... " yoga terdiam menghentikan ucapannya, dia begitu terenyuh mendapati sang calon bayi berjenis kelamin laki-laki. Hal yang begitu diinginkan sahabatnya selama ini, dia selalu berkata bahwa dia begitu iri dengannya yang telah memiliki seorang putra. Namun sedikit menyayangkan karena hal yang sangat diinginkannya itu harus dia dapatkan dari wanita lain.     

"Laki-laki! " dia melanjutkan perkataannya.     

Tari berwajah ceria mendapati bayi yang dikandungnya itu dalam keadaan sehat, dia telah melupakan apa yang akan terjadi padanya nanti dengan terus mempertahankannya. Dia tidak akan peduli itu, melihat detak jantungnya seolah memberinya satu kekuatan.     

Dari tempatnya terduduk nita tersenyum sedih, dia pun sangat begitu menginginkan hal serupa berada di dalam perutnya saat ini. Akan tetapi tuhan belum mempercayakan kembali padanya, dia harus lebih bersabar. Dia hanya harus lebih berusaha untuk sekarang ini.     

"Saya akan kembali lebih dulu! " ucap tari pada nita, "bukankah ibu harus memberikan laporan mingguan terlebih dulu pada dokter "     

Nita tersenyum dalam anggukan kepalanya, dan membiarkan tari lebih dulu kembali ke ruang ponek sendiri. Dia terlihat sumringah setelah mengetahui keadaan bayi di dalam perutnya.     

"Kemarilah! " yoga meraih tangan nita, dan membawanya beranjak dari tempat duduknya.     

Nita mengernyit ketika yoga membawa ke suatu tempat.     

"Ayo berbaringlah, biar aku periksakan juga " yoga membaringkan nita di tempat tidur.     

Nita tertawa kecil, "oppa dokter ada-ada saja! "     

Dia begitu mengingat kejadian seperti ini pun pernah terkadi dalam mimpinya, mereka seperti tengah melakukan permainan dimasa kecil. Bermain dokter-dokteran.     

Yoga tertawa kecil, disimpannya sedikit gel ultrasound di perutnya. Dan lalu memainkan probe usg di perut nita.     

Nita tertawa geli menanggapi semua tindakan ini, dia benar-benar seperti seorang pasien saat ini.     

"Jangan periksa lemak perutku pak dokter! " celetukan nita tersebut membuat yoga tidak dapat menahan tawanya.     

"Jangan bilang juga isinya nasi goreng yang sudah aku makan tadi pagi! " lagi-lagi nita melemparkan candaannya pada yoga, membuat yoga tidak bisa berhenti menertawakannya.     

Dia tertawa dalam pandangannya yang terfokus pada layar USG dihadapannya, dengan begitu lihai memperlihatkan bagaimana cara-caranya melakukan pemeriksaan pada pasiennya.     

"Sudah! " cetus yoga, "sekarang Bu bidan boleh kembali ke ruangannya! "     

Nita membelalakan matanya, dia tengah membersihkan perutnya dari gel yang masih tersisa diperutnya dengan tisu. Itu seperti habis manis sepah dibuang.     

"Laporannya bagaimana? " tanya nita.     

"Nanti saja aku baca sendiri " yoga membantu nita untuk turun dari tempat tidur.     

Di perintahkan seperti itu nita menurut saja, dengan segera dia melangkahkan kakinya meninggalkan yoga sendirian di ruangannya.     

Yoga memastikan nita sudah tidak berada di ruangannya ketika dia melakukan penyettingan ulang pada layar USG dan tidak lama muncul kertas print hasil dari usg yang di lakukannya.     

Dia tersenyum melihat gambar di atas paper thermal density berisi dua gambar, dan menuliskan nama sahabatnya di belakang kertas tersebut. Setelah mengipaskannya untuk beberapa detik lalu dimasukannya kertas tersebut kedalam saku jas putihnya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.