cinta dalam jas putih

CINTA



CINTA

0Nita masih dalam pandangannya pada tari yang berdiri dihadapannya. Wanita cantik dengan sebutan 'boneka' oleh banyak orang itu, mengakui satu hal yang menurut nita luar biasa mengejutkan.     

Dipikiran nita terlintas, mungkin walaupun secantik dan sepintar apapun dia bergelar sebagai seorang bidan pun pada intinya dia adalah seorang manusia biasa. Yang terkadang melakukan satu kesalahan dalam hidupnya atau bahkan lebih.     

"Ibu berubah pikiran kalau aku bilang aku tidak mungkin menikah? " tari membuyarkan lamunan nita.     

Nita kembali fokus pada tari dengan bibirnya yang masih belum mengeluarkan kata-kata apapun. Dia tidak mungkin mengingkari janji yang telah diucapkan pada tari hanya ketika tari menyebutkan bahwa sang ayah dari calon bayinya adalah seorang dokter.     

"Apa aku boleh bertanya sesuatu hal padamu? " nita kemudian memutuskan untuk lebih dalam menanyakan tentang seseorang yang harus bertanggung jawab padanya.     

Naluri sebagai seorang istri muncul ketika dia merasakan satu kecurigaan yang terjadi dalam hatinya.     

"Apapun boleh ibu tanyakan " jawab tari.     

"Apa,,, dokter yoga,,, " nita begitu ragu menanyakannya dia tidak ingin menerima pernyataan tari jika ada wanita lain di kehidupan suaminya.     

Tari tersenyum tipis, tanpa menyelesaikan kalimat pertanyaannya pun dia tahu maksud dari pertanyaannya.     

"Bukan dokter yoga, bu! " tari memberikan jawaban pasti, "saya memang telah berbuat satu hal yang mempermalukan diri saya, tapi tidak pernah berpikir sedikitpun mempermalukan pimpinan saya sendiri. Apalagi dokter yoga sudah sangat baik pada saya.. "     

Nita bisa tersenyum begitu lega saat ini, suaminya itu bukan orang yang menyimpan aset diperut tari.     

"Ibu dan dokter yoga adalah penolong saya sekarang " tari menatap wajah nita saat ini.     

"Dokter yoga pernah menolongmu? " nita begitu tertarik dengan perkataan tari ini, pasalnya yoga selalu membicarakan semua hal padanya tapi tidak pernah mendengar yoga menceritakan tentang tari. Bahkan kemarin malam dia lupa sosok bidan tari yang nita obrolkan.     

Tari tersenyum, "Itu sedikit memalukan bu, saya rasa dokter yoga juga tidak ingin mengingatnya. Jika saya yang menceritakannya, saya takut terjadi kesalahpahaman lagi antara ibu dan dokter yoga. "     

"Dan saya tidak mau itu terjadi " sambungnya.     

Nita tersenyum memakluminya, dia memang harus bicarakan hal itu langsung dengan yoga agar tidak terjadi kesalahan komunikasi.     

Tadi saja dia hampir menuduh yoga yang bukan-bukan hanya karena kecurigaannya melihat yoga yang bicara secara sembunyi-sembunyi di telepon.     

"Orang tuamu pasti sedih sekali jika mengetahui keadaanmu sekarang.. " ucap nita, "kenapa kamu tidak memikirkan akibatnya yang lebih jauh! "     

"Apa kamu memang begitu mencintainya, atau itu merupakan ambisi? " nita menjadi begitu memiliki tanda tanya besar terhadap kehidupan tari, dia menjadi orang yang sangat ingin yg tahu setelah mendengar cerita rekannya itu.     

"Ini sangat memalukan, bu. Tapi seperti inilah cinta.. " tari menjawab semua keingin tahuan nita dengan begitu tenang, "dan ini semua terjadi karena ketidaksengajaan, kami berpikir pengamanan yang kami gunakan itu akan aman.. "     

"Karena kami biasa menggunakannya dan itu selalu aman! "     

Nita tercengang mendengarkan kata 'biasa' yang tari ucapkan tadi, dia begitu terenyuh mendengarnya. Wanita cantik dihadapannya itu bahkan mengungkapkan bahwa mereka sering melakukannya dan kehamilan ini seperti insiden kejadian tidak terduga, karena kegagalan pengaman yang mereka pakai selama ini.     

"Kenapa wanita cantik sepertimu bisa berpikiran pendek seperti ini! " cetus nita dalam hatinya, jika dihadapannya itu adalah adiknya dia sudah menangis sejadi-jadinya karena sakit hati yang dirasakannya.     

"Kamu benar-benar mencintainya? " tanya nita kembali.     

Tari menganggukan kepalanya, "lebih tepatnya tergila-gila karena pesonanya! "     

"Jangan katakan kalau itu dokter Edwin! " nita membulatkan matanya.     

Tari menggelengkan kepalanya, "dia sama sekali tidak pernah melihatku, dia seorang yang perferctsionis dia lebih suka pada wanita pintar, menarik, percaya diri seperti ibu! "     

"Mungkin jika ibu belum menikah dengan dokter yoga, ibu pasti akan menikah dengan dokter Edwin! " sambung tari. "aku sampai ingin seperti ibu.. "     

Nita tersenyum mendengar semua yang tari bicarakan tentangnya.     

"Aku tidak pernah berambisi memiliki suami seorang dokter " nita bicara dengan senyuman di wajahnya, "takdir setiap manusia itu berbeda-beda sayang, dari harta, keluarga, dan jodoh! terkadang apa yang kita rasa baik untuk kita, jika tuhan tidak mengabulkannya itu tandanya tidak baik untuk kita "     

Nita memegang tangan tari yang terasa dingin, "aku tidak akan memaksamu jika memang tidak dapat diceritakan siapa orangnya "     

"Nanti jika ada waktu kita ke poli kebidanan untuk usg memastikan bayimu baik-baik saja " nita tersenyum hangat ke arah tari.     

Tari tidak segera mengiyakan ajakan dari nita tersebut, dia terlihat begitu enggan.     

"Kamu tenang saja " nita memastikan pada tari, "dokter yoga setuju dengan keputusanku mempertahankanmu, kita juga ke poli setelah semua kegiatan disana selesai! "     

Tari tersenyum menjawabnya dengan anggukan, wanita dihadapannya yang menjadi pimpinannya saat ini begitu bijak terhadapnya. Tidak memandangnya dengan sebelah mata karena aib yang telah dibuatnya, bahkan dia merangkulnya dengan penuh kasih sayang.     

"Baiklah, aku harus rapat sekarang! " nita mengakhiri obrolan mereka, dia tampak mengeluarkan sesuatu dari dalam lemari di kantor kerjanya.     

"Kamu bisa makan ini dengan erin "     

Tari menerima satu bungkus makanan yang nita sengaja belikan untuknya.     

"ibu hamil itu harus banyak ngemil, apalagi kamu sedang bekerja! "     

"Terima kasih, bu " tari tersenyum malu ke arah Nita.     

Nita merasakan satu kebahagiaan tersendiri kali ini, seolah seperti dia yang tengah merasakan indahnya kehamilan dengan memberikan perhatian seperti itu kepada tari.     

Langkah nita terhenti ketika dia mendapati ruangan yang disebutkan dalam surat undangan rapat itu sepi, tidak ada seorang pun.     

"Bidan kanita! " panggil seseorang di belakangnya.     

Nita sedikit terkejut mendengar suara laki-laki memanggilnya, dengan cepat dia berbalik untuk melihat seseorang yang memanggilnya itu.     

Dua buku yang dipegangnya pun yg terjatuh ketika mendapati sosok dokter Kim yang sudah berdiri dihadapannya.     

"Maaf dokter, sepertinya saya salah tempat!" nita dengan cepat mengambil bukunya yang terjatuh, dia tidak mengerti mengapa begitu ketakutan melihat sosok dokter Kim.     

Di wajahnya tidak ada sedikitpun yang menakutkan, dia gagah, dengan wajah yang terbilang tampan di usia nya yang tidak lagi terbilang muda. Senyumannya begitu mencerminkan kewibawaannya, serta sorotan matanya yang begitu tajam.     

"Saya permisi dokter! " nita mengambil jalur kiri untuk bisa mengambil jalan dari dokter Kim.     

Dia mengikuti langkah nita, menghalanginya dengan senyuman mautnya.     

"Kenapa terburu-buru! " dia terus menatapi nita begitu masih dengan senyumannya.     

Senyuman nita terlihat dipaksakan, "saya harus ikut rapat dokter.. "     

Dia beralih ke arah kanan, tetapi masih terus diikutinya.     

Matanya menangkap wajah nita yang memerah, dia tahu persis wanita yang menjadi istri dari juniornya itu begitu pemalu.     

"Aku juga ikut rapat.. " dia kembali mengatakan sesuatu, "dokter yoga, suamimu juga akan hadir di rapat hari ini! "     

"Kita bisa mengobrol sebentar sambil menunggu semua peserta datang " dia memicingkan matanya ke arah nita.     

Ada satu hal yang sangat dia ketahui, bahwa wanita muda pemalu itu bisa dengan mudah diajak bicara jika mereka sudah merasa nyaman dan akrab.     

"Di acara makan malam waktu itu, kamu sepertinya terburu-buru. Jadi kita tidak sempat mengobrol.. " dokter Kim menyambung perkataannya.     

Dia sudah membuat nita begitu menahan kekesalannya, laki-laki yang adalah sahabat dari suaminya itu benar-benar menyebalkan hari ini. Jika dia bukan menjadi salah satu staf manajemen mungkin nita sudah menginjak kakinya dan berlari untuk pergi dari sosok laki-laki yang menghalangi langkahnya itu.     

"Dokter! " nita bicara dengan sedikit gertakan kedua giginya, dia memberanikan diri menatap wajah dokter kim.     

"Kita mengobrol sebentar? " senyumnya muncul, "aku begitu penasaran dengan kepala ruangan yang akan menjadi preceptor dan mentorship kali ini! "     

Nita menarik nafasnya dalam-dalam, masih dalam tatapannya.     

"Aku juga penasaran kenapa dokter yoga tertarik untuk memilihmu! " perkataannya sedikit tidak sopan pada nita.     

Kali ini nita ingin sekali berteriak untuk meminta tolong pada siapapun yang ada dan membawanya pergi dari lelaki yang begitu banyak bicara ini.     

"Kanita! " dan muncul suara yang memanggilnya dari arah pintu.     

"Pak Adit! " cetus nita berwajah sumringah melihat penolong yang dikirim oleh tuhan untuknya.     

Aditya berjalan menghampiri nita dan dokter Kim.     

"Maaf sudah membuatmu menunggu lama " ucapnya pada nita.     

Kali ini ini aditya menoleh ke arah dokter kim dengan senyumannya, "dokter kim saya mohon ijin membawa bidan Kanita untuk menghadiri rapat di lantai dua.. "     

Tentu saja tidak ada lagi alasan dokter Kim untuk tetap menahan nita.     

"Silahkan " dokter kim memberikan ijinnya, sudut matanya masih menangkap sosok nita yang sepertinya begitu menarik perhatiannya.     

"Ayo!" aditya tersenyum ke arah nita, dia tahu wanita yang selalu berani mengemukakan pendapatnya dengan begitu percaya diri itu tengah ketakutan.     

Nita dengan cepat mengikuti aditya yang sepertinya sengaja membuat sebuah kebohongan pada dokter kim untuk bisa membawanya keluar.     

"Menarik juga! " cetus dokter kim tersenyum seraya menatapi langkah nita dan aditya, "dokter yoga,,, dan pak aditya! "     

Satu tangannya mengusap-usap dagunya, sedang menyimpulkan bahwa aditya juga terlihat menyimpan sesuatu pada wanita itu.     

Langkah aditya begitu berat karena sedari tadi nita memegang tangannya, entah secara tersadar atau tidak. Tangannya terasa gemetar, langkahnya terganggu karena harus terus menoleh ke belakang memastikan dokter Kim tidak mengikutinya.     

Aditya tersenyum, dia berharap ketakutan itu akan berlangsung lebih lama. Agar tangan wanita hebat itu terus berpegangan padanya.     

"Ini sudah jauh dari ruang rapat! " seru Aditya, "dokter Kim tidak akan berani mengikuti kita "     

Nita baru tersadar tangannya sedari tadi berpegangan pada tangan Aditya, dengan cepat dia melepasnya dan rasa malu muncul di wajahnya.     

"Saya minta maaf.. " wajah nita telah berubah menjadi memerah.     

Aditya selalu menyukai ketika wajah memerah itu muncul dari nita, jika diijinkan dia ingin sekali mencubit pipinya yang membuatnya gemas. Tapi dengan segera dia sadari hal yang dia inginkan itu tidak mungkin akan terjadi padanya saat ini.     

"Rapat sebenarnya ditunda " ucap aditya, "kebetulan tadi saya melihatmu berjalan menuju ruang rapat dan dokter kim mengikutimu! "     

"Lain kali hati-hati berhadapan dengan lelaki seperti itu " sambung aditya, "tidak semuanya berpikiran baik, walaupun pendidikan mereka tinggi "     

Nita tersenyum menganggukan kepalanya, kali ini dia berhutang budi pada pimpinannya tersebut. Dia sudah menolongnya untuk bisa menghindar dari seseorang yang tidak mungkin nita lawan ditempat kerjanya itu.     

Dia hanya berdoa atas kebaikan Aditya padanya, dalam doanya dia begitu ingin melihatnya mendapatkan pasangan yang terbaik untuk hidupnya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.