cinta dalam jas putih

Faktor Umur



Faktor Umur

0"Pak dokter bilang ibu harus makan yang lembek dan tidak boleh pakai minyak! " mba mumu memberikan nita sarapan pagi kali ini sesuai dengan instruksi tuannya, nasi tim ayam lengkap dengan sayuran tersaji di atas piring tepat dihadapannya.     

"Gara- gara tamparan aku dapat perhatian berlebih seperti ini! " nita tertawa dalam hatinya, "aku juga sampai harus makan makanan seperti ini.. "     

Lengkungan bibir membentuk senyuman terlihat di wajah nita, dia masih terus memandangi sarapan paginya itu.     

"Tidak akan habis kalau cuma di pandangi! " yoga datang mengejutkannya dengan kecupan pagi di pipi nita dan ucapannya. Berganti dengan axel yang memberinya kecupan di sebelah pipinya.     

"Kenapa tidak di makan bu? " axel pun melayangkan pertanyaan ketika sarapan yang dimakannya tidak sama dengan miliknya. "apa rasanya tidak enak? "     

"Enak " jawab nita, "bubu tunggu axel dan ayah supaya kita sarapan sama-sama.. "     

"Habiskan! " cetus yoga seraya melihat ke arahnya.     

Mata nita menyipit dan menjawab yoga hanya dengan anggukan kepalanya saja.     

"Aku makan saja, toh aku tidak akan rugi kalau memakannya " suara Nita dalam hatinya, "ini makanan yang sangat sehat! "     

Dia menghibur dirinya sendirinya dan melahap semua sarapan miliknya, dan dia harus menghabiskan makanan miliknya itu. Jika tidak, dia akan terus dihujani pertanyaan demi pertanyaan mengapa dia tidak menghabiskan makanan yang telah dibuatkan oleh mba mumu dari putranya itu. Atau jika itu bukan pertanyaan pasti sepanjang jalan axel akan berceloteh tentang dosa jika menghambur-hamburkan makanan seperti yang sering dia ceritakan pada axel, jika putranya itu tidak menghabiskan makanannya.     

"Tunggu sebentar! " yoga menahan nita yang akan turun dari mobil sesampainya di rumah sakit.     

Tangan kanannya meraih dagu nita, membolak-balikan ke arah samping kiri dan kemudian ke arah kanan. Dia seperti sedang memperhatikan sesuatu.     

"Sepertinya aman! " cetus yoga setelah dia melihat kedua pipi nita. Dia melepaskan tangannya dari dagu nita yang dipegangnya.     

"Sudah pak dokter? " nita memandangi yoga.     

Yoga tersenyum lebar dan kedua alisnya naik turun dia perlihatkan ke arah nita.     

Nita tertunduk dan tertawa kecil menerima perlakuan demi perlakuan yang begitu berlebihan hari ini.     

"Hati-hati! " yoga menarik nita untuk mendekat ke arahnya dan mencium keningnya.     

"Nanti bedakku luntur pak dokter! " nita menjulurkan lidahnya ke arah yoga yang menertawakan ucapannya.     

Dengan segera nita keluar dari dalam mobil dan berjalan menuju ruangan tempatnya bekerja.     

Matanya menangkap kejadian tidak indah pagi ini tepat di depan pintu ruangan PONEK, dia melihat rekan kerjanya yang sedang berbicara dengan seorang laki-laki yang memakai seragam yang sama dengannya. Pembicaraan mereka tidak terlihat baik, mereka terlihat meributkan sesuatu.     

"Selamat pagi " tari menghentikan pembicaraannya dengan teman laki-lakinya untuk menyapa nita, dengan seperti biasa wajah tanpa senyuman sedikitpun.     

"Pagi " nita kembali menyapa tari dengan senyuman, dia sudah terbiasa seperti itu walaupun tari tidak tersenyum padanya.     

Entah dengan alasan apa tari bersikap seperti itu padanya, karena sejak awal tari memang sudah memperlihatkan wajah ketidaksukaannya pada nita.     

Dan nita yang saat ini menjadi kepala ruangan sebenarnya memiliki satu hak untuk mengambil dan mengeluarkan staf yang menurutnya akan mengganggu kekompakan ruangan yang dipimpinnya, semua penilaian staf ponek ada padanya.     

"Laki-laki yang berbicara dengan tari itu bekerja disini? " nita bertanya pada karin yang tengah membereskan semua alat-alat dan persiapan untuk hari ini.     

Karin menoleh ke arah tari yang masih berada di luar sebelum menjawab pertanyaan Nita.     

"Kalau tidak salah dia perawat IGD " jawab Karin, "mereka sudah lama dekat, tapi selalu seperti itu.. "     

"Tidak pernah akur! " sambung karin.     

Nita mengernyit, "aku pikir tari sudah menikah! "     

Karin tertawa, "kelihatan nih ibu kepala belum membaca buku dari staf-stafnya! "     

"Iya belum " nita tertawa malu, "aku bantu membereskan semua lebih dulu, nanti aku baca satu persatu! "     

Karin tersenyum seraya menganggukan kepalanya.     

Pekerjaan nita menjadi sedikit tidak fokus karena pikirannya dibebani satu hal yang begitu menarik perhatiannya saat ini.     

Dengan cepat setelah nita membereskan semua peralatan ruangan, dia segera menuju kantornya dan membaca satu persatu buku penilaian staf yang harus diisinya.     

Dia mengetuk-ngetukan jarinya diatas satu buku yang terbuka tepat dihadapannya, dia jadi teringat satu kejadian yang pernah dilihatnya kemarin.     

"Ibu kepala! " suara Karin mengejutkan nita yang sedang serius dengan apa yang dibacanya.     

"Ada apa? " nita menutup buku yang tengah dipegangnya.     

"Tadi ada telpon " jawab Karin, "ditunggu di lantai dua untuk rapat! "     

"Ya " nita menjawab dengan tidak semangat.     

Dia begitu enggan mengikuti semua rapat itu, semenjak menjadi kepala ruangan pekerjaannya selain rapat adalah membubuhkan tanda tangannya di setiap helai kertas yang diberikan oleh pihak manajemen rumah sakit. Dia sudah seperti pejabat penting yang harus menanda tangani setiap berkas penting.     

"Saya baru bertemu dengan bidan kanita! " cetus seseorang disampingnya.     

Nita menanggapi perkataan seseorang tersebut dengan senyuman.     

Terduduk seorang kepala ruangan yang lebih tua darinya dan memandangi nita dari ujung kepala sampai dengan ujung kakinya.     

Nita menjadi sedikit risih, dia mencoba melihat dirinya sendiri ketika dipandangi seperti itu.     

"Dimana kak Sani? " ucapnya dalam hati.     

Dia memutarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan mencari teman yang dikenalnya.     

"Kamu baru menjadi kepala ruangan? " tanyanya.     

"Iya, Bu " nita memaksakan bibirnya untuk tetap tersenyum, "saya masih baru, mohon bimbingannya! "     

"Saya kepala ruangan penyakit dalam " jawabnya, "saya harus menunggu bekerja belasan tahun untuk menjadi kepala ruangan, kamu hebat sekali semuda ini sudah bisa menjadi kepala ruangan! "     

"Itu,,, " nita menjadi sedikit geram dengan ucapan wanita yang lebih tua darinya itu, "di SMF OBGYN kami tidak terlalu banyak bidan, jadi saya bisa mengikuti test kemarin bersama dua rekan saya "     

"Tapi menjadi kepala itu berat, lho! " ucapannya sedikit menakut-nakuti nita, "test saja belum cukup, kita harus punya banyak pengalaman kerja yang lebih lama! "     

"Iya,,, " nita setuju saja dengan apa yang diucapkan kepala ruangan disampingnya itu, dia sedang tidak ingin berdebat hari ini.     

Rekan sejawat disampingnya itu sudah merubah mood nita pagi ini, dia marah dengan kata-kata yang diucapkannya pada nita.     

"Bidan kanita! " panggil aditya di pertengahan rapat yang membahas tentang sistem pelaporan.     

"Ya pak " nita menoleh ke arah aditya, dan itu menambah kekesalan nita yang harus begitu dengan baik dia sembunyikan.     

Dari sekian banyaknya kepala ruangan yang menghadiri rapat aditya selalu saja membawa nama nita untuk menanyakan sesuatu, dan itu membuat kekesalannya semakin bertumpuk. Hari ini dia sedikit sensitif dengan semua orang yang bicara padanya.     

"Boleh saya minta laporan perihal angka kejadian di ponek? " tanya aditya.     

Yoga yang ikut hadir dalam rapat tersebut memandangi nita dari awal dia datang sampai dengan saat ini, wajahnya sedikit berbeda.     

Nita beranjak dari duduknya, dia telah berdiri dihadapan semua orang namun tetap ditempatnya.     

"Laporan kematian bulan ini 1kasus, post partum dengan DECOMP cordis grade III - IV, angka kejadian kala dua lama meningkat dari tiga puluh persen menjadi menjadi empat puluh lima persen, angka kejadian paling banyak diterima oleh PONEK. Sisanya terbagi menjadi lima kasus, ruptur uteri, abortus dengan syok, pecah ketuban sebelum waktunya, parturient dengan bekas sc, dan sisanya parturient dengan inersia uteri hipotonik.. "     

"Dalam bentuk apa pelaporan yang dibuat ponek saat ini? " tanya aditya kembali.     

Situasi seperti ini membuat nita tidak dapat memperlihatkan kekesalannya yang muncul secara tiba-tiba. Dia sedang tidak suka dengan semua yang bicara padanya.     

"Pelaporan yang diberikan pada pihak manajemen berbentuk naratif dan berisi tabel serta diagram peningkatan dan penurunan kasus " jawab nita, "di ruangan memakai pelaporan dashboard per bulannya, agar mudah dibaca dan diamati dengan mudah oleh semua petugas! "     

"Seperti itulah contoh pelaporan yang diharapkan bapak direktur " aditya seolah-olah mengatakan pada semua peserta rapat bahwa yang nita laporkan itu sangat tepat.     

"Terima kasih " aditya tersenyum ke arah nita.     

Nita membalas senyum terlebih dulu sebelum dia duduk kembali.     

Yoga tersenyum tipis memperhatikan istrinya tersebut.     

"Kalau saya harus bawa buku pelaporan untuk melaporkan sedetail itu! " bisiknya pada nita, selesai mendengarkan pelaporan nita tadi.     

"Saya terkadang suka lupa.. " sambungnya.     

Nita tersenyum ketus, "mungkin ada faktor umur bu yang mempengaruhinya! "     

"Iya betul! " disindir seperti itu oleh nita malah membuatnya setuju dengan perkataan nita.     

"Itu alasan memakai yang lebih muda, bu. Masih fresh! " celetuk nita tanpa tendeng aling-aling.     

Tapi sepertinya ucapan nita yang sedikit menyindir itu tidak sedikitpun mengganggunya, hanya tawa kecilnya saja yang muncul.     

"Kenapa wajahmu kusut seperti itu? " yoga menyempatkan waktu untuk berbicara dengan nita setelah rapat selesai.     

"Tidak ada " jawab nita pendek, "aku hanya bosan saja setiap hari harus rapat! "     

Dahi yoga berkerut mendengarkan setiap perkataan nita yang sedikit tinggi, tadi pagi wanita cantik dihadapannya itu masih dengan mood yang baik-baik saja.     

"Mereka selalu berpikir, kalau usia muda itu tidak bisa memimpin! " cetus nita.     

Yoga tersenyum menanggapi ucapan nita kali ini, ternyata hal inilah yang membuat emosinya menjadi meledak-ledak seperti itu.     

"Kamu baik-baik saja kan? " yoga memandangi nita yang sudah merapikan buku-buku yang dibawanya dan beranjak dari duduknya.     

"Aku kan selalu baik-baik saja dibicarakan seperti apapun oleh mereka! " ekspresi nita berbeda dari kata-kata yang diucapkannya.     

Yoga semakin aneh melihat sikap istrinya itu, kali ini dia berkata penuh dengan emosi tidak seperti biasanya.     

Dia berpikir mungkin saat ini kadar estrogen dalam tubuh nita meningkat, sehingga reseptonim serotonin pada otaknya mengalami peningkatan yang membuatnya mengalami perubahan mood akibat premenstrual syndrome yang sering dialami para wanita.     

"Lalu apa yang harus dilakukan suamimu ini? "     

Nita masih memasang wajah cemberutnya dihadapan yoga, "jangan terlalu sering mengajakku rapat! dan katakan pada pak aditya untuk jangan selalu bertanya padaku di setiap rapat, disana masih banyak orang lain yang menghadiri rapat.. "     

"Aku tidak menyukainya! " dan kali ini dia merengek manja pada yoga.     

Yoga tertawa geli mendengar rengekan Nita yang membuatnya semakin gemas, jika saat ini mereka sedang berada di rumah dia pasti akan memeluk dan menciumnya.     

"Nanti juga kamu terbiasa " yoga menghadapi nita dengan penuh kesabaran, "pak aditya itu ingin menjadikanmu contoh pemimpin yang baik pada semua peserta rapat! "     

"Dia berencana menjadikanmu preceptorship lebih dulu " yoga melanjutkan ucapannya, "dan setelah berhasil dia akan menjadikanmu mentorship "     

"Kenapa harus aku sih! " nita memajukan bibirnya.     

"Karena dia menyukaimu! " yoga mengatakan hal tersebut diiringi senyum tipisnya.     

Nita menanggapi pernyataan yoga itu dengan dingin, tidak bereaksi apapun.     

"Kamu ajak teman-temanmu makan diluar hari ini untuk memperbaiki mood kamu " yoga memberikan nita saran, "selain kamu bisa melepaskan penat, kamu juga akan semakin akrab dengan mereka! "     

"Aku telpon pak itor untuk mengantarmu sepulang kerja nanti! " yoga memberikan nita kesempatan untuk menggunakan waktunya bersama dengan teman-temannya, "kamu mau aku beritahu Edna juga? "     

Dia sedikit berpikir tentang apa yang disarankan oleh yoga padanya saat ini, dan ini kesempatan untuknya.     

Nita lalu menganggukan kepalanya, dalam hitungan detik senyuman muncul diwajahnya. Dia merasa kalah setelah melihat kesabaran yoga yang menghadapi sifat manjanya.     

"Wah, bu sering-sering dong minta dokter yoga supaya kita makan diluar seperti ini! " pekik Edna yang hari ini ikut bersama staf ponek. Nita tidak pernah melupakan sahabat yang selalu mendukungnya itu.     

"Sayang lula dan rafa tidak bisa ikut karena harus jaga shift siang! " cetus nita.     

Dia melihat ke arah aline yang juga melihat ke arahnya, dia memberikan isyarat pada aline dengan lirikan matanya. Selesai rapat tadi dia menghubungi aline dan menceritakan maksud dari acara hari ini, saat ini dia mempercayai aline yang bisa membantunya.     

Aline menjawab dengan anggukan untuk melakukan apa yang nita perintahkan.     

"Sepertinya disana ada baju yang bagus! " aline berkata pada kelima teman-temannya, "sambil menunggu makanan siap kita lihat-lihat dulu kesana! "     

"Iya kak ide bagus " shasya setuju dengan ide dari seniornya itu. Diikuti oleh ketiga rekan nya yang lain yang setuju dengan ajakan aline, mereka semua beranjak terkecuali tari. Dia masih dalam posisi duduknya tidak beranjak sedikitpun.     

"Kamu tidak ikut mereka? " tanya Nita.     

"Saya sedang tidak enak badan bu " jawabnya.     

Nita terdiam sejenak sebelum dia menatap lekat wajah tari, dia melemparkan senyumannya ke arah tari.     

"Kebetulan kita hanya berdua disini! " seru Nita masih dalam tatapannya, "ada yang ingin aku tanyakan padamu "     

Dalam waktu singkat tari langsung memperlihatkan sikap yang salah tingkah.     

"Kamu jangan khawatir, saat ini jangan lihat aku sebagai kepala ruangan " nita meraih tangan tari dan diusapnya, "anggap saja seperti kakakmu.. "     

"Apa aku boleh menanyakan sesuatu padamu? " tanya Nita.     

"Apa itu? "     

"Dengan siapa kamu tinggal saat ini? "     

"Saya kost di daerah tidak jauh dari rumah sakit, bu " jawabnya.     

Nita menganggukan kepalanya, "dimana orang tuamu? "     

"Mereka tinggal diluar kota "     

"Kamu hebat sekali " puji nita, "mandiri di usia muda "     

"Terima kasih "     

Pembicaraan mereka terhenti sejenak ketika pelayan restoran datang membawa makanan dan minuman yang telah di pesan rekan-rekan nita.     

"Baiklah tari, aku tidak akan berbasa-basi lagi! " cetus Nita seraya memandangi wajahnya begitu lekat, "aku akan berterus terang saja padamu apa yang aku pikirkan tentangmu "     

Mendengar nita bicara serius seperti itu tari menjadi merasakan tidak enak hati dengan apa yang akan dibicarakan Nita padanya.     

"Aku akan memberikanmu kesempatan untuk bicara secara terus terang padaku sekarang, sebelum teman-temanmu kembali! apa yang sudah kamu sembunyikan dariku.. " nita memasang wajah seriusnya dihadapan tari dan matanya saling bertatapan dengan mata terindah milik tari.     

Seketika wajah tari memucat dan terlihat bibirnya terlihat gemetar, dia tidak memberanikan dirinya sedikitpun untuk memandang pimpinannya itu, dia merasa mempunyai kesalahan yang begitu besar pada pimpinannya saat ini....     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.