cinta dalam jas putih

Tamparan Keras



Tamparan Keras

0"Maaf aku terlalu lama! " nita mencium pipi yoga yang sudah terduduk di salah kursi lobby hotel.     

Dia tengah serius berbicara di telpon, dan hanya memberikan senyumannya pada nita. Tidak lama setelah nita datang, dia selesai dengan pembicaraannya yang serius di ponselnya.     

"Siapa yang menelpon? " tanya nita.     

"Dion " jawabnya, "dia tidak bisa menahan dokter edwin, dia sudah pulang paksa! "     

"Ternyata yang bandel bukan hanya pasien saja, dokter juga! " cetus nita, "coba kalau pasien yang pulang paksa pasti sudah habis kena marah! "     

Yoga mengernyit dan seketika tertawa, "ada yang menyindir aku suka marah dengan pasien yang bandel? "     

Nita terkekeh, "bukan menyindir tapi mengingatkan saja! pasien juga memiliki hak atas dirinya sendiri.. "     

Yoga tertunduk malu dalam tawanya, dia menggaruk dahinya yang tidak gatal. Istrinya yang baik hati ini memberitahukan padanya tentang hak pasien di pagi hari yang cerah ini.     

"Ayo kita sarapan " ajak yoga meraih tangan Nita untuk berjalan disampingnya.     

"Ini lebih tepat disebut makan siang! " nita melihat ke arah jarum jam ditangannya.     

Yoga lagi-lagi dibuat nita tertawa, "aku hampir lupa, maafkan aku ya,, sayang. Aku merasa ngantuk sekali sepanjang pagi tadi! "     

Dia lalu membisikan sesuatu ke telinga nita, "aku terlalu banyak mengeluarkan tenaga, dari malam sampai dengan pagi tadi! "     

Nita tersenyum malu, "hentikan! jangan bicarakan hal seperti itu lagi "     

"Kalau seperti ini, aku sepertinya akan menjadwalkan liburan setiap akhir pekan berdua saja! " ucap yoga. "tanpa Axel! "     

Nita tersenyum menjulurkan lidahnya ke arah yoga, dia sedikit ragu ingin membicarakan tentang Ihsan yang tidak sengaja ditemuinya tadi. Mungkin dia akan menundanya sampai beberapa waktu, karena dia telah memberikan kartu ATM miliknya yang sedikit mengurangi kekhawatirannya. Walaupun pendapatannya selama ini tidaklah besar, dan tidak untuk pembayaran uang kuliah Ihsan mungkin tidak akan tercukupi.     

"Kamu sedang memikirkan apa? " yoga membuyarkan lamunan nita, di sepanjang perjalanan dia melamun tidak menghiraukan suaminya yang berada disampingnya.     

"Kamu ingin membeli sesuatu? " tanya yoga kembali.     

Nita tersenyum dan menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin membuat yoga curiga tentang apa yang dipikirkannya.     

"Hari ini beristirahatlah yang cukup, karena besok kamu harus bekerja di tempat dan jabatan yang baru " yoga memberikannya nasehat.     

"Iya " jawab nita pendek. Dia kembali fokus pada pandangannya ke arah jalan di depannya.     

Yoga merasakan keganjilan pada sikap nita sekarang, sepulang dari taman hotel tadi nita terlihat seperti memikirkan sesuatu hal lain. Itu terlihat jelas di matanya.     

"Apa ada yang sedang kamu pikirkan? " yoga mencoba menanyakan hal yang sepertinya rahasia yang tidak bisa dia sebutkan walaupun pada suaminya sendiri.     

Sesampainya di rumah yoga berusaha tidak memaksa nita untuk mau menceritakannya.     

Nita tersenyum kecil, "tidak ada, kenapa bertanya seperti itu? "     

"Karena aku tahu kamu tidak pernah bisa berbohong pada siapapun " jawab yoga, "matamu itu selalu bicara kalau kamu sedang menyembunyikan sesuatu! "     

"Wah,, mataku ini ternyata comel sekali! " nita tertawa kecil menanggapi perkataan yoga padanya.     

Yoga pun ikut tertawa seraya memandanginya begitu lekat tanpa berpaling sedikitpun dari sosok nita.     

Nita tertunduk dan lagi-lagi tersenyum ketika yoga memandanginya, "baiklah, aku memang tidak bisa berbohong kali ini... "     

"Tapi sebelumnya aku minta maaf, setelah aku membicarakannya oppa dokter tidak boleh marah.. " sambung nita.     

"Baiklah " yoga mengangguk.     

"Janji? "     

"Iya! " yoga mengucapkan janjinya tidak akan bereaksi marah jika nita sudah menjelaskannya nanti.     

Nita sedikit berpikir sebelum dia bicara, dia harus menentukan awalnya. Agar supaya dia bisa menjelaskannya pada yoga tanpa menyinggungnya.     

"Tadi di taman hotel aku bertemu dengan ihsan.. " akhirnya dia bicara, "dia memakai seragam petugas hotel dan dia bekerja disana sebagai office boy.. "     

Dahi yoga berkerut, dia sedang menyambungkan memori tentang seseorang yang nita sebutkan itu. Dari nama yang disebutkan terdengar tidak asing di telinganya.     

"Ihsan putra satu-satunya paman dan bibiku! " nita mencoba mengingatkan yoga kembali.     

"Iya, aku tahu " yoga akhirnya mengetahuinya setelah nita memberitahunya, "kenapa kamu tidak memberitahuku? "     

"Aku sudah lama mencari mereka " sambung yoga, "paman dan bibimu juga menghilang tanpa memberitahukan padaku kemana mereka pindah "     

"Pak dokter tahu mereka menjual rumah nenek? " tanya nita begitu penasaran.     

"Aku tahu setelah tidak bisa mentransfer uang sekolah Ihsan karena dia sudah menutup akunnya " jawabnya, "ketika aku kerumah nenek, dirumah telah kosong. Dan terdapat tulisan dijual! "     

"Waktu itu kamu masih berada di rumah sakit " yoga memberitahukan alasan mengapa dia tidak mengatakannya pada nita, "dan mungkin karena pamanmu merasa kesal sehingga dia tidak mau menerima lagi bantuan yang aku janjikan! "     

"Apa yang terjadi? " nita semakin penasaran, "apa yang paman lakukan pada pak dokter? "     

Yoga tersenyum pendek, "ketika kamu berada di rumah sakit paman mengetahui semua karena aku penyebabnya, dia sempat memberikan aku satu pukulan tapi aku diam dan menerimanya karena aku tahu bahwa akulah yang bersalah.. "     

"Dia juga sempat memaksa untuk membawamu, tapi aku menolaknya. Dan itu membuatnya marah besar.. " yoga menyambungkan penjelasannya.     

Nita menghampiri yoga mengusap dengan lembut pipi yoga, "maafkan pamanku, dia mungkin terlalu khawatir padaku. Aku akan meminta maaf atas nama pamanku.. "     

Yoga tersenyum, "aku tidak apa-apa, karena aku memang pantas menerimanya! "     

"Coba kamu bicarakan ini dari awal tadi " ucap yoga, dia berjalan ke sudut ruangan kamarnya. Dan mengambil sesuatu di dalam lemari, lalu kembali ke hadapan nita.     

"Ini! " yoga menyimpan sebuah kunci di telapak tangan nita, "aku tahu rumah itu adalah rumah masa kecilmu, kenangan satu-satunya bersama nenek! "     

"Oppa dokter ini.. " suara nita memelan, matanya mulai berkaca-kaca. "aku salah berpikiran lain tentang ini, dan aku minta maaf.. "     

"Itu rumahmu " jawabnya, "atau kamu berikan saja pada pamanmu yang sudah membesarkan dan menyekolahkanmu sampai kamu seperti ini, aku tidak bermaksud menghentikan biaya sekolah ihsan.. "     

"Iya, aku sudah tahu alasannya " sela nita, dia memeluk yoga. "aku minta maaf, atas nama keluargaku aku minta maaf.. "     

Yoga tersenyum mengusap dengan lembut punggung nita, "nanti kita sama-sama pergi ke rumah pamanmu, dan memberitahukan pada Ihsan untuk melanjutkan kuliahnya! "     

"Tapi aku sudah memberikannya kartu ATM milikku! " seru nita, "itu cukup untuk biaya kuliah satu semesternya,,, mungkin,,, "     

Nita ragu jika mengetahui jumlah saldonya itu, "tapi aku mengatakan pada ihsan untuk menghubungiku kalau belum cukup " sambungnya, "upah kerja rumah sakit pasti otomatis masuk ke rekening itu, jadi tidak perlu khawatir... "     

Yoga terdiam mendengar semua yang nita sebutkan, dia mengetahui berapa jumlah gaji yang nita dapatkan dari rumah sakit tempatnya bekerja. Jumlahnya tidak begitu besar dan dia memberikannya pada ihsan.     

Dia begitu peduli pada keluarganya, tanpa mempedulikan dirinya sendiri.     

Yang dia tahu wanita bekerja itu akan terlebih dahulu memuaskan apa yang diinginkannya dari uang hasil kerja kerasnya, bahkan barang termahal pun. Mereka cenderung merasa sayang jika uang hasil kerja keras mereka tidak dinikmati oleh diri sendiri, tapi nita tidak seperti itu, dia berbeda dan unik.     

"Ayah membuat bubu menangis lagi..? " tiba-tiba suara axel muncul dari arah pintu yang sudah terbuka.     

Axel menghampiri yoga dan lebih mendekat ke arahnya, "ayah jahat sekali! "     

"Axel! " nita menatap wajah malaikat kecilnya itu, "tidak boleh berkata seperti itu pada orang tua! itu tidak sopan namanya.. "     

"Maaf " dia tertunduk dan berkata pelan, "bubu jangan menangis! "     

Nita tersenyum memeluk Axel, "bubu tidak menangis, justru ayah sudah menolong bubu makanya bubu terharu.. "     

Yoga tersenyum menggelengkan kepalanya, dia mengusap lembut rambut Axel.     

"Sedih sekali kamu mencurigai ayahmu sendiri! " cetus yoga.     

"Maafkan aku " axel segera meminta maaf dan memeluk ayahnya itu.     

"Ayah sudah sangat sedih,,, "     

Nita mengernyit melihat yoga yang sengaja membuat axel merasa bersalah padanya.     

"Aku minta maaf ayah " nada bicara axel terdengar sungguh-sungguh, "aku salah yah, telah berkata seperti itu pada ayah.. "     

Nita membulatkan pupil matanya ke arah yoga, memerintahkan padanya untuk berhenti membuat axel merasa bersalah.     

Yoga hanya menjawabnya dengan mengangkat kedua alisnya, dia sengaja melakukannya agar mendapat pelukan putranya itu lebih lama lagi. Semenjak axel masuk sekolah dia begitu jarang memeluknya, dan axel pun sepertinya sudah malu untuk memberikan pelukannya terlebih jika itu dihadapan teman-temannya.     

"Bagaimana liburannya? " tanya karin begitu penasaran pagi ini, "apa kamu memberikan jurus yang membuat dia bertekuk lutut padamu? "     

Dia langsung menghujani nita dengan pertanyaan anehnya ketika nita baru saja sampai di kantornya.     

"Lumayan... " jawaban nita membuat sahabatnya itu penasaran, "bukannya mengucapkan salam malah bergosip di pagi hari! "     

"Kebiasaannya tidak berubah nih.. " sambung nita.     

Karin terkekeh, "maaf bu, aku lupa kalau sekarang ini aku bicara dengan kepala ruangan! "     

"Jangan berikan aku nilai c ya bu,,, " Karin memelas pada nita.     

Nita menggelengkan kepalanya seraya tersenyum, "bukan C, tapi lebih bagusnya E! "     

Nita menertawakan ekspresi karin yang terkejut dengan mulutnya yang menganga. Tentu saja dia tidak akan seperti itu, karena karin pasti harus beradaptasi dengan situasi saat ini, begitu juga dengan nita. Mereka harus belajar kembali menempatkan diri di posisinya masing-masing, walaupun mereka adalah sahabat dekat.     

"Kita ada rapat dengan manajemen hari ini! " seru Karin pada nita, "aku tunggu di depan ya.. "     

"Ya " nita mengambil tas miliknya, membawa balpoint miliknya dan memasukannya kedalam saku seragamnya.     

"Apa ini! " cetus nita teraneh.     

Dia merogoh saku seragamnya yang berada tepat diposisi kiri sejajar dengan pinggangnya. Terdapat sebuah amplop putih yang tertutup rapat.     

"Siapa yang menyimpan ini! " nita bertanya-tanya dalam hatinya, dia lalu merobek satu sisi amplop tersebut. Dan nampak sebuah kartu ATM berwarna keemasan di dalamnya, serta satu kertas kecil bertuliskan angka-angka yang berjejer sebagai nomor pin dari kartu tersebut.     

"Oppa dokter pasti! " nita tersenyum menggelengkan kepalanya.     

"Bu, nanti telat! " cetus karin, "malah senyum-senyum sendiri,, hati-hati Bu! "     

"Iya cerewet! " nita dengan cepat memasukan amplop tersebut kembali dalam sakunya, dan dengan segera dia berjalan menghampiri Karin yang menunggunya.     

Dia tersenyum ke arah tari dan shasya yang berjaga pagi ini, dia percaya pada kemampuan mereka untuk menjaga gawang pagi ini ketika dia harus mengikuti rapat perdananya hari ini.     

Belum sampai setengah jam Nita mengikuti rapat, ponselnya tidak berhenti berdering. Nita terganggu ketika ponsel yang hanya bergetar terus menerus hidup. Nomor baru yang sama sekali tidak dikenalnya.     

"Hallo... " nita sedikit berbisik, karena saat ini pihak manajemen rumah sakit yang diwakili oleh aditya tengah membicarakan sesuatu tentang sistem kinerja baru untuk kemajuan rumah sakit. Dan yoga pun tampak hadir dan duduk di kursi paling depan.     

"Ibu " suara seorang wanita terdengar sedikit bergetar, "ini shasya! "     

"Ada apa sya? " nita sembunyi-sembunyi menerima telpon tersebut.     

"Baru saja pasien baru datang gravida ketiga para kedua dan abortus nol, dengan kala dua lama letak sungsang bokong murni " shasya bicara cepat, "setengah badan dari bayi sudah keluar, dan sekarang terjadi after coming head! "     

"Berapa menit? " tanya nita kembali.     

"Kira-kira kurang dari satu menit "     

"Jangan tutup telponnya! " perintah nita, dia lalu berbisik pada karin yang duduk disampingnya untuk mewakilinya dalam rapat. Dia mengangkat tangannya ke arah aditya yang sedang bicara untuk meminta ijin meninggalkan rapat.     

Yoga yang duduk di barisan depan teraneh melihat nita yang begitu tergesa-gesa meninggalkan ruang rapat.     

"Shasya, cepat hubungi perawat perinatologi untuk berjaga-jaga jika harus resusitasi! " nita bicara di telepon dengan langkahnya yang begitu cepat dan hampir berlari.     

Segera memakai sarung tangan dan APD di tubuhnya sesampainya di ponek, mendapati laporan after coming head tepat di hadapannya.     

"Tari, tekan sebelah sini! " nita menunjukan ke arah Supra pubis pasien.     

Dia bersiap akan melakukan tehnik MOURICEAU, menyimpan tangan kirinya dibawah tubuh bayi, dengan posisi kaki bayi yang seperti menunggang kuda. Jarinya kirinya tersimpan diantara mulut dan mandibula bayi. Tangan kanannya telah siap di pundak bayi.     

Dia melihat ke arah tari, "tekan! "     

Tari menganggukan kepalanya, dan menekan bagian yang telah ditunjukan oleh nita. Sementara nita berusaha sekuat tenaga melahirkan kepala bayi tersebut, dan cara tersebut membuahkan hasil.     

Kurang dari satu menit nita berhasil melahirkan kepala bayi tersebut.     

"Tolong lakukan resusitasi! " nita menyerahkan bayi tersebut pada perawat bayi yang sudah siap dengan alat-alat yang nita minta.     

"Shasya tolong sebentar! " nita meminta shasya melanjutkannya tindakan selanjutnya pada ibu, dia akan memastikan bayi itu dapat selamat.     

Dan perawat tersebut dengan cepat mengeringkan bayi yang tidak menangis dan membiru itu dengan mengusap punggung dan telapak kakinya.     

Nita membantu perawat tersebut dengan menyalakan suction delee untuk menyedot lendir dari mulut bayi dan kemudian berpindah di hidung bayi.     

"Kita lakukan rangsangan taktil " perawat tersebut berkata pada nita, dan tidak lama bayi tersebut bernapas untuk yang pertama kalinya, matanya membuka walau masih lemah.     

Nita tersenyum lega mendapati napas pertama bayi tersebut.     

"Dasar kamu tidak berprikemanusiaan! " tiba-tiba seorang wanita setengah baya menerobos masuk, setelah berhasil meraih pundak nita dia melayangkan satu tamparan keras di pipi nita.     

Membuat dalam seketika suasana menjadi sunyi, perawat bayi disamping nita begitu terkejut melihat tindakan ibu tersebut pada nita.     

Ketika suasana tanpa suara tersebut akhirnya pecah dengan tangisan bayi yang nita lahirkan tadi.     

Nita masih dalam keterkejutannya dan memegangi pipinya yang tertampar begitu keras oleh seseorang yang tidak dikenalnya.     

"Ibu! " tari mendekat ke arah nita, "ibu tidak apa-apa? "     

Tari menatap tajam ke arah wanita tersebut, "ibu tahu kalau anak ibu tidak ditolong bidan kanita bayinya tidak akan seperti ini! "     

Tari bicara dengan nada keras pada wanita tersebut.     

Nita masih dalam posisinya saat ini, berdiri tanpa suara, memegang tangan tari untuk tidak memarahi wanita tersebut. Wajahnya begitu pucat, perasaannya bercampur aduk diantara kesakitan akibat tamparan tersebut dan rasa kesalnya. Ini pertama kalinya dia merasakan satu tamparan keras di pipinya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.