cinta dalam jas putih

Reason



Reason

0Aline menelan ludahnya bulat-bulat ketika menatapi yoga, konsulennya itu benar-benar dekat dengannya.     

Ini pertama kali dia melihatnya sedekat ini, seperti sebuah patung lilin yang begitu sempurna. Kulit halusnya terlihat jelas, tatapan matanya begitu tajam tapi terlihat sangat indah.     

Dan dulu dia dan nita sama-sama mengidolakannya karena selain keren, konsulennya itu sangat berwibawa dan cerdas.     

"Aku akan bicara denganmu sekarang! " seru yoga, "dan aku berharap kamu tidak akan mengatakannya pada nita "     

Aline tertunduk, dia begitu ketakutan ketika yoga bicara seperti itu padanya.     

"Aku tidak sengaja mendengar pembicaraanmu dengan nita tadi " ucapnya, "aku hanya akan bertanya padamu, apa alasanmu yang begitu tiba-tiba ingin mengikutinya? "     

"Padahal kamu tahu pasti jika kamu mengikutinya, kamu akan menjadi bawahan kanita! " yoga menyambungkan perkataannya.     

Aline semakin tidak berani untuk menatap wajah atasannya ketika dia mengetahui pembicaraannya dengan nita tadi.     

"Dan bukankah selama ini kalian memiliki persaingan di tempat kerja? " tanya yoga kembali.     

Melihat aline yang hanya berdiam diri yoga menjadi sedikit terkesal, dia sudah cukup bersabar selama ini. Membiarkan sahabat-sahabat nita berlaku tidak baik pada istrinya itu, karena pada awalnya dia selalu berusaha untuk tidak mencampuri urusan pekerjaan nita. Karena itu justru akan membuat semua orang-orang akan memandang nita dengan hal yang berbeda. Dan kali ini dia tidak akan diam begitu saja.     

"Jawablah! " cetus yoga.     

"Saya,,, " suara aline begitu pelan, dia masih belum berani memandang wajah yoga. "saya hanya mempercayai nita, dia orang yang selalu dapat dipercaya. Walaupun kami sempat berseteru, dia tidak akan pernah menyimpan dendam. Justru sebaliknya, dia akan dengan senang hati membantu saya. Karena saya merasa harus lebih belajar lagi seperti kanita.. "     

"Apa yang akan kamu janjikan kepada saya, jika suatu hari nanti kamu mengingkarinya? " yoga kembali bertanya.     

Aline tertegun untuk beberapa detik, "saya akan menerima apapun hukumannya jika tiba-tiba nanti saya mengingkari janji saya "     

Yoga terlihat membuka loker milik nita, tangannya mengambil sesuatu dari dalam loker tersebut. Dia mengambil tas miliknya yang nita bawa tadi ketika dia tengah menelpon seseorang.     

"Baiklah! " seru yoga, "aku anggap tindakanmu tadi itu benar-benar tulus pada nita "     

"Dan aku pegang kata-katamu yang tidak akan mengulangi hal seperti kemarin! " sambungnya.     

"Saya janji, dok " ucapnya pelan.     

"Aku akan mengabulkan permintaanmu " yoga menyetujuinya, "anggaplah ini kebaikan yang kanita berikan untukmu, dan berusahalah dengan baik agar menjadi tim yang solid! "     

"Baik, dok. Saya berjanji... " aline masih tertunduk, tapi dia merasakan perasaanya begitu lega. Dia diberikan kesempatan oleh konsulennya untuk belajar lebih baik lagi bersama nita, seperti waktu ketika mereka sama-sama masuk ke rumah sakit dulu.     

"Kamu juga harus ingat.. " perkataan yoga sedikit bernada ancaman, "walaupun kanita selama ini tidak pernah membicarakan perlakuan kalian, tapi aku akan selalu mengawasimu! kamu harus ingat itu "     

Aline menganggukan kepalanya menandakan dia mengerti dan berjanji akan bekerja sama dengan baik jika dia diijinkan menjadi staf nita.     

"Dan satu lagi.. " yoga kembali mengingatkan aline, "kanita sama sekali tidak mengetahui tentang hal ini, jangan bicara apapun padanya! "     

"Baik, dokter " janji aline.     

Setelah mendengar janji yang diucapkan aline, yoga bergegas melangkahkan kakinya menjauhi aline yang masih mematung di ruang ganti petugas.     

Yoga menarik nafasnya dalam-dalam ketika berada jauh dari tempat asalnya tadi, dia baru menyadari tindakannya itu begitu berani.     

Tadi itu dia begitu tersenang melihat aline yang selalu saja menyudutkan nita, kali ini dia memohon pada nita. Maka dari itu dia akan berusaha membantunya, walaupun sebenarnya nita tidak pernah meminta padanya.     

Yoga telah berubah kali ini, dia menjadi orang yang bersedia melakukan apapun agar istrinya itu mendapatkan tempat yang terbaik di semua hadapan teman-temannya.     

"Kamu terlihat baik-baik saja! " cetus dokter edwin seraya memandangi nita yang membaca surat keputusan dan mutasinya.     

Nita tersenyum sekilas, "saya baik-baik saja dokter, terima kasih atas pesan perhatian yang dokter kirimkan pada dokter yoga.. "     

"Itu pesan terpanjang yang pernah saya baca! " sambung nita sambil tersenyum.     

Dokter edwin tertawa malu, "itu pesan yang paling pendek menurutku.. "     

Nita tertawa kecil dengan mata yang masih fokus pada surat yang dipegangnya, dan seperti biasa dokter edwin selalu senang memperhatikannya yang serius. Kecantikannya tidak pernah membosankan di mata dokter edwin.     

"Nita! " panggil seseorang dari arah belakang mereka.     

"Ya " nita berbalik dan tertegun mendapati yoga yang sudah berada di belakangnya.     

Dan bukan itu saja yang membuatnya penuh dengan tanda tanya, tas yang dia simpan di dalam lokernya pun sudah berada di tangan yoga.     

"Selamat pagi, dok! " dokter edwin menyalami yoga.     

"Pagi " senyuman kilat terlihat di wajah yoga, "hari ini tidak ada operasikah? "     

"Saya baru akan ke ruang IBS " jawabnya, "tadi saya memberikan ucapan selamat terlebih dulu pada bidan kanita.. "     

"Baiklah, kita sama-sama saja pergi ke ruang IBS " ajak yoga.     

"Baik, dok " dokter edwin menyetujuinya, dia berjalan terlebih dulu.     

Yoga menoleh ke arah nita, "jangan bicara sedekat itu dengan laki-laki selain aku! " dia sedikit senang bisa mengacaukan pembicaraan dokter Edwin dan nita yang terlihat akrab sekali.     

Kedua alis nita terangkat dan tertawa kecil ke arah yoga.     

Dia berjalan meninggalkan nita, dengan sesekali menoleh ke arahnya. Memberikan isyarat pada nita dengan jari telunjuknya yang seolah-olah berkata 'aku akan mengawasimu!'.     

Nita menggelengkan kepalanya seraya tersenyum, untuk beberapa saat dia masih belum mengingat apa yang sedari tadi ada dalam pikirannya.     

"Aku kan mau bertanya darimana oppa dokter membawa tasnya! " cetus nita dalam hatinya, dia memukul jidatnya sendiri dengan pelan.     

Tawanya terhenti ketika dia melihat bidan Sani menghampirinya dan tersenyum ke arahnya.     

"Aku harap kamu bisa memegang tanggung jawab baru ini dengan baik " bidan Sani mengusap punggung nita dengan lembut.     

"Terima kasih " ucap nita, "saya akan berusaha semampu saya memberikan yang terbaik.. "     

Bidan Sani memberikan senyuman dalam anggukan kepalanya.     

"Oh, iya hampir lupa " sela bidan Sani, "saya baru saja mendapatkan telpon dari kepegawaian, ternyata aline juga ikut mutasi bersama kamu ke ruang PONEK, dan Erin juga! "     

"Benarkah? " suara nita sedikit tinggi tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.     

"Iya " jawab bidan Sani.     

Nita semakin curiga dengan semuanya yang begitu mendadak dan sesuai dengan keinginannya, dia merasa yoga ikut andil di dalamnya.     

Tetapi Nita begitu tersenang dalam hatinya, ternyata yoga memang melakukan semua hal yang dia minta, walaupun ini disebut nepotisme nita hanya akan berpura-pura tidak mengetahuinya.     

"Semoga kamu bisa melupakan apa yang pernah aline lakukan padamu! " seru bidan Sani.     

Nita tersenyum tipis, "saya sudah memaafkannya, dan saya akan berusaha supaya kami bisa menjadi tim yang saling mengerti nanti.. "     

"Aku percaya padamu " bidan Sani memberi pelukan pada nita, "aku akan merindukan semua tindakan yang selalu kamu lakukan disini "     

"Mulai besok, disini tidak akan ada lagi sosok yang begitu pintar dan berhati baik.. " sambungnya.     

"Itu berlebihan sekali " nita begitu malu dipuji seperti itu, "kakak jangan lelah untuk menegur dan menerima setiap pertanyaan dariku.. "     

"Pasti aku akan selalu meluangkan waktu untukmu " jawab bidan Sani.     

"Terima kasih banyak, karena sudah mau menjadi kakakku disini " nita kembali memberi pelukan padanya.     

"Nanti sebelum jam istirahat pak aditya meminta kamu untuk menemuinya di kantornya! " seru bidan Sani.     

Dahi nita berkerut, bibirnya tertutup dan perasaannya mulai tidak enak. Dia sudah berusaha untuk tidak bertemu dengan pimpinannya itu, tapi selalu saja ada alasan yang mengharuskannya untuk menghadapnya seorang diri saja...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.