cinta dalam jas putih

Unconscious



Unconscious

0Nita berjalan terhuyung-huyung menuju ke depan gerbang rumah sakit, dia mulai merasakan pijakannya sedikit miring.     

"Masih jam dua belas! " cetus nita pelan, "aku pulang sendiri saja.. "     

Dia memutuskan untuk berjalan ke arah jalan raya dan pulang dengan angkutan umum di sisa-sisa tenaganya yang telah terkuras tadi karena harus menahan rasa sakitnya.     

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di depannya sebelum nita berjalan, membuatnya mematung karena mobil milik yoga itu berhenti tepat di depannya saat ini.     

Yoga terlihat ketika kaca mobil di arah nita diturunkan.     

"Sudah selesaikah? " tanya yoga.     

"Sudah " nita menjawab pendek dengan anggukan ke arah yoga, dia tidak bergegas masuk kedalam mobil.     

"Masuklah, kita pulang sekarang! "     

Nita lalu masuk kedalam mobil dengan begitu canggung, dia duduk disamping yoga dengan tatapan penuh rasa bersalahnya. Tapi bibirnya begitu berat untuk mengucapkan kata maaf.     

"Apa masih demam? " yoga mengeluarkan pertanyaan dan memastikannya dengan menempelkan telapak tangannya di kening nita.     

"Kenapa demamnya tidak hilang " yoga teraneh, "apa kamu minum obatnya? "     

"Iya "     

"Istirahatlah! " yoga dengan cepat mengemudikan mobil miliknya agar cepat sampai di rumah dan membiarkan wanita yang selalu membuatnya khawatir itu untuk beristirahat.     

Mendapati perhatian yang tidak pernah berubah membuat nita merasa dirinya begitu jahat hari ini, karena dia meluapkan kemarahannya pada yoga pagi tadi. Dan saat ini tidak terlihat sedikitpun kemarahan diwajahnya. Justru sebaliknya, wajahnya terlihat khawatir mengetahui suhu tubuh nita masih sama seperti tadi pagi.     

"Istirahat dengan baik! " seru yoga ketika mereka telah sampai dirumah, dan membawa nita kedalam ruang tidur.     

Nita meraih tangan yoga, "aku minta maaf karena kejadian tadi pagi, aku sudah keras kepala tidak mendengarkan perkataan oppa dokter! "     

"Dan juga marah-marah pada oppa dokter " sambung nita.     

Yoga tersenyum tipis, mendekat ke arah nita.     

"Aku maafkan " jawabnya seraya mengusap lembut kepala nita, "selamat karena kamu sudah begitu keras membuktikan apa yang kamu ucapkan tadi pagi.. "     

"Tidak akan terjadi hal apapun padamu! " yoga kembali mengingatkan janji yang nita sebutkan pada yoga pagi tadi.     

Nita tersenyum malu, "iya aku memang salah terlalu sombong tadi pagi, oppa dokter mau maafin aku kan? "     

Yoga memandangi sikap manja nita padanya, dan muncul senyuman lebar di wajahnya.     

"Aku sudah maafkan! " cetusnya, dia meraih tangan nita dan memeluknya merasakan suhu panas di seluruh tubuh nita.     

"Aku bangga padamu " ucapnya seraya mencium kepala nita, "selamat bekerja di tempat dan jabatan yang baru nanti! "     

Nita tersenyum dalam pelukan yoga, "aku bersyukur sekali, Tuhan memberiku kemudahan berlebih padaku tadi.. "     

"Karena Tuhan tahu, kamu wanita yang selalu bersyukur padanya.. " yoga menanggapi ucapan nita.     

Nita tersenyum, "dan juga ada campur tangan seseorang yang membuat semua seolah mudah dan menyenangkan "     

"Oppa dokter, suami terbaikku yang sudah memberikan aku buku-buku menakjubkan dan bermanfaat sekali " lanjut nita.     

Yoga tersenyum malu diberikan pujian terbaik oleh nita, "sekarang istirahatlah ibu pemarah yang cantik! "     

Nita tertawa kecil mendengar yoga menyebutnya ibu pemarah, dia telah begitu nyaman dalam pelukan yoga saat ini tidak ingin melepaskannya.     

Matanya begitu berat, memaksanya untuk memejamkan kedua matanya. Telinganya seperti mendengarkan sesuatu dari kejauhan, yang semakin lama semakin dekat dengannya berdengung begitu kencang sehingga dia tidak dapat mendengar suara lain selain dengungan kencang itu.     

Tubuhnya terasa ringan sekali, sampai dia tidak bisa merasakan pijakan kakinya dan pelukan dari yoga.     

Dia merasakan kantuk yang teramat sangat kali ini, pandangannya gelap gulita walaupun dia merasakan matanya membuka. Dan rasa kantuknya itu memaksanya untuk tertidur lelap.     

"Nita! " suara yoga memanggilnya pelan.     

Dia membuka matanya perlahan, melihat bayangan yoga yang semakin lama semakin jelas dilihat oleh kedua matanya.     

Nita merasakan sakit di kepalanya, dan teraneh ketika hendak mengusapnya satu tangannya telah terpasang jarum infus dengan Paracetamol infus yang masih terpasang.     

"Aku kenapa? " tanya nita, "bukankah tadi aku berada di pelukan pak dokter? "     

Yoga tersenyum mencium satu tangan nita yang tidak terpasang infus.     

"Tadi kamu pingsan " jawabnya.     

"Benarkah? " Nita terkejut, "aku pikir tadi aku hanya mengantuk dan tertidur begitu saja di pelukan oppa dokter! "     

"Berapa lama aku pingsan? " nita kembali bertanya.     

"Tiga puluh menit sepertinya! " jawab yoga yang masih terus menyimpan tangannya nita di depan bibirnya.     

Kedua mata nita menyipit, untuk memfokuskan pada apa yang dilihatnya.     

"Oppa dokter menangis? " nita melihat kedua mata yoga yang sembab dan memerah.     

Yoga hanya terdiam tidak menjawab pertanyaan nita kali ini.     

Satu tangan nita yang terpasang infus mengusap pipi yoga dengan lembut, dan tersenyum lemah ke arahnya.     

"Maafkan, sudah membuat oppa dokter khawatir seperti ini... "     

Kali ini tangan yoga yang mengusap pipi nita dan tatapan lembutnya pada sosok nita.     

"Jangan membuat aku khawatir lagi seperti ini! " serunya, "kamu dan axel adalah orang terpenting dalam hidupku! "     

"Kalau aku tidak membuat oppa dokter khawatir, nanti aku tidak menjadi prioritas di pikiran oppa dokter! "     

Yoga tertunduk dan menyembunyikan senyumannya, dia telah dibuat nita memiliki perasaan yang begitu bercampur aduk saat ini.     

"Aku berjanji tidak akan membuat oppa dokter mengeluarkan air mata karena mengkhawatirkan aku! " nita melemparkan senyuman ke arah yoga.     

Yoga tersenyum menganggukan kepalanya, dia masih menatapi wajah nita yang kali ini terlihat lemah. Mengusap rambut nita, dan memastikannya untuk tidur dan beristirahat.     

"Ayah! " cetus axel begitu pelan masuk ke dalam kamar dengan langkah kecilnya yang begitu hati-hati agar tidak membangunkan bubu kesayangannya itu.     

"Kemarilah " yoga meraih tangan axel untuk duduk dipangkuannya.     

"Aku boleh mencium bubu? " axel bertanya pada ayahnya.     

Yoga tersenyum dalam anggukan kepalanya pada axel.     

Axel beranjak dan memberikan satu ciuman di pipi nita dengan begitu hati-hati agar tidak membangunkannya     

"Aku akan menjaga bubu yah! " serunya, kali ini pipi yoga mendapat satu usapan lembut darinya.     

"Ayah juga harus istirahat " sambungnya, "kita tidak boleh sakit supaya bisa terus menjaga bubu dan membuatnya tersenyum bahagia.. "     

Yoga tersenyum gemas mendengar setiap ucapan axel, di usianya yang masih terbilang anak-anak ucapan axel itu cukup membuatnya merinding mendengarnya. Dulu sewaktu dia seusia axel, dia sama sekali tidak pernah mengucapkan kata-kata seperti itu. Bahkan yang dia kerjakan hanya bermain dengan teman-temannya di lapangan.     

"Iya, terima kasih " yoga mengusap kepala axel.     

Tangan axel meraih satu tangan yoga, memaksanya beranjak dari duduknya. Membawanya ke sofa yang tidak jauh dari tempat tidur nita.     

"Ayah istirahatlah " axel memberikannya sebuah bantal, "bubu biar aku yang temani! "     

Yoga terbengong menyaksikan tindakan Axel yang benar-benar membuktikan perkataannya untuk membiarkannya beristirahat.     

Axel yang baru melangkahkan kakinya ke arah nita, kembali berbalik ke arah yoga.     

"Ayah " bisiknya, "apa di dalam perut bubu sudah ada adik bayi? "     

Seketika yoga terbatuk mendengar pertanyaan lucu dari putranya tersebut, dari gaya bicaranya seolah-olah dia mengerti pada apa yang diucapkannya itu.     

Yoga tersenyum geli, "kamu berdoa saja, semoga di perut bubu ada calon adikmu.. "     

"Pasti yah! " senyuman lebar terlihat diwajahnya.     

Yoga mengernyit menatap satu keanehan pada wajah axel, semakin lama dia justru terlihat lebih mirip dengan wajah nita.     

"Aku tidak pernah berpikir putraku akan berubah seperti itu " ucap yoga dalam hatinya.     

Dari kejauhan dia melihat axel yang terduduk disamping nita dan membenarkan posisi selimut yang dipakai nita...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.