cinta dalam jas putih

Teguran kecil dari tuhan



Teguran kecil dari tuhan

0"Coba pasang ETT.. " dokter edwin mengintruksikan pada dokter ibnu sebagai residen anestesi.     

"Saya lihat dulu.. " dia mulai meraba nadi pasien di pergelangan tangan dan berpindah di leher pasien.     

Matanya menatap ke arah saturasi yang tertera di oxymeter. Dia tampak mengeluarkan light pen senter dari saku seragamnya, diarahkan di kedua mata pasien.     

"Sudah midriasis, dok! " dokter ibnu berkata pada dokter edwin. "dokter mau lanjutkan juga pemasangan intubasi? kita harus informasikan terlebih dahulu kepada keluarganya "     

"Lakukan saja! " nada bicara dokter edwin sedikit berteriak. "kita berusaha dulu! "     

"Dokter suami dari pasien sudah diberitahukan " aline menyela, "dia ingin bicara dengan dokter.. "     

Dokter edwin turun dari tempat tidur pasien.     

"Kamu lakukan saja apa yang saya katakan! " dokter edwin mengacungkan jari telunjuknya ke arah dokter ibnu sebelum dia pergi untuk menemui suami dari pasien tersebut.     

"Tolong posisikan pasien! " seru dokter ibnu pada nita yang berdiri disampingnya.     

Nita segera memposisikan leher pasien menjadi ekstensi dengan menyimpan bantalan kecil di leher pasien untuk memudahkan pemasangan ETT.     

"Sedikit sulit... " ucap dokter ibnu pelan, ketika dia dan alat laringoskopi yang dipegangnya dimasukan kedalam mulut pasien.     

Nita memperhatikan dengan seksama setiap tindakan yang akan dilakukan oleh residen anestesi tersebut.     

"Tolong pegang ini! " dia menginstruksikan pada nita agar alat yang dipasangnya tetap dalam posisi yang tetap sama.     

Tangan nita bergegas mengambil alih, memegang alat yang sudah dipasangkan dokter ibnu. Nita tahu ini semua percuma, tapi dokter edwin tidak akan pernah menyerah begitu saja. Dia selalu percaya pada usaha-usaha yang harus dilakukan walaupun takdir berkata lain di hasilnya nanti.     

"Apa yang kalian lakukan pada istri saya! " teriakan seorang laki-laki muda dari ujung ruangan menghampiri nita dan dokter edwin yang sedang melakukan tindakan intubasi.     

Suara itu mendekati nita, tangisan histerisnya muncul menatapi tubuh istrinya yang terbujur kaku.     

"Menjauh dari istri saya! "     

laki-laki tersebut mendorong semua benda yang berada disampingnya, dan nita yang berada begitu dekat disampingnya pun menjadi ikut terdorong ke arah tembok di dekat tempat tidur. Karena kekuatannya yang membabi buta begitu kuat mendorong nita hingga dia terjatuh.     

Belum puas melihat nita yang terjatuh, laki-laki itupun mendorong standar infus di dekatnya ke arah nita.     

Nita yang sedang mencoba bangun dari posisi duduknya, tidak memperhatikan standar infus yang hampir saja menimpanya. Tetapi dokter edwin dengan cepat melindunginya, tangannya berhasil dengan menangkap standar infus itu sebelum menimpa nita.     

"Dokter! " seru nita terkejut melihat dokter edwin yang melindunginya.     

"Cepat, menjauh dari tempat ini.. " dokter edwin berkata pelan ke arah nita, "biar aku yang jelaskan pada keluarga pasien! "     

Nita hanya bisa menganggukan kepalanya, dia tidak dapat berkata apapun. Sepertinya dia masih tidak percaya dengan kejadian yang menimpanya kali ini, dalam hidupnya yang telah bekerja bertahun-tahun sebagai bidan pelaksana ini merupakan pertama kalinya dia mendapatkan perlakuan kasar seperti ini.     

"Aku bantu, kak! " erin meraih tangan nita, membantunya untuk berjalan ke ruang ganti.     

Dia membawakan nita untuk duduk, dan mengambilkannya segelas air putih untuk menenangkannya.     

"Kakak baik-baik saja? " erin begitu mengkhawatirkan kakak seniornya itu, dia melihat tangan nita yang gemetar ketika memegang segelas air putih dengan kedua tangannya.     

"Kakak minumlah agar sedikit tenang " saran erin, "harusnya tadi aku jelaskan pada suaminya kalau kakak tidak tahu apa-apa, dan malah kakak yang berusaha sekuat tenaga untuk menyelematkannya! "     

"Tapi aku gagal, rin! " suara nita terdengar begitu berat. "itu hal yang wajar dia lakukan ketika tiba-tiba mendengar istri dan bayinya tidak dapat diselamatkan.. "     

Dia tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya, bulir-bulir air mata pun muncul dari kedua matanya.     

Erin meraih gelas yang dipegang nita, meletakkannya ditempat yang aman.     

"Tanganku sama sekali tidak dapat membangunkannya.. " nita terisak menatapi kedua telapak tangannya. Tangisan kekecewaannya muncul, terlebih ketika dia mengingat senyuman sang pasien kepadanya sebelum akhirnya pergi untuk selamanya dengan membawa janin yang masih berada dalam kandungannya.     

"Aku juga sedih, kak! " erin memeluk nita, diapun tidak dapat menyembunyikan air matanya. "tapi mungkin tuhan memang berkehendak lain, mungkin dia lebih sayang padanya sehingga tuhan membawanya lebih cepat "     

Nita menutupi mulutnya agar tangisannya tidak dapat terdengar oleh siapapun diluar sana.     

"Seharusnya tadi aku mencegah aline melakukan amniotomi! " cetus nita dalam hatinya, dia begitu membenci dirinya sendiri yang tidak dapat bersikap dengan tegas jika apa yang dilakukan sahabatnya itu akan berakibat buruk pada orang lain. Dalam hitungan detik dia menjadi benci dengan sahabatnya itu.     

"Maafkan aku tuhan.. " nita segera memperbaiki sesuatu yang ada dalam pikirannya yaitu membenci sahabatnya, aline.     

Dia tahu benar bahwa aline pun tidak akan berniat jahat pada pasiennya, dia memiliki hati yang baik. Kasus emboli air ketuban yang menimpanya hari ini memang kejadian yang jarang terjadi, dan tidak dapat di prediksi oleh siapapun bahkan dokter hebat sekalipun. Dan kasus ini sangat mengerikan, kematian pasien dengan emboli air ketuban begitu cepat dan mendadak.     

Nita mencoba menyadari, mungkin ini adalah sebuah teguran bagi nita dan rekan-rekannya dari tuhan, bahwa sehebat dan sepintar apapun mereka hanyalah manusia. Setelah kejadian ini nita merasa dirinya begitu kecil dan dari semua ini memaksa dirinya untuk harus belajar lebih baik lagi.     

"Terima kasih, rin! " nita tersenyum ke arah erin yang masih meneteskan air matanya, tangannya dengan lembut mengusap air mata di pipi erin. "kita harus banyak belajar lagi, kejadian hari ini semoga untuk yang terakhir kalinya.. "     

Erin menganggukkan kepalanya, diapun menghapuskan air mata yang membasahi pipi nita dengan tangannya.     

"Jangan contoh tindakan burukku! " nita tersenyum dalam tangisnya. "kamu harus lebih baik dari siapapun.. "     

"Tidak ada yang buruk sedikitpun dari kak nita! " erin berkata sambil terduduk di samping nita, "aku akan belajar lebih giat lagi kak! aku janji... "     

"Tangan kakak terluka! " erin terkejut.     

Dia baru menyadari ada luka sepanjang kurang lebih delapan centi di tangan kanan nita, luka yang terletak dibawah siku nita itu memerah mengeluarkan darah.     

"Aku ambil obat kak " erin segera beranjak dari duduknya, tapi nita dengan cepat menahannya.     

"Nanti saja.. " ucap nita, dia membawa Erin untuk duduk kembali disampingnya.     

Dia ingin erin menemaninya saat ini, dia tidak merasakan sakit sedikitpun pada luka di tangannya. Namun dia merasakan begitu kesakitan di dalam hatinya, ketika harus kembali mengingat senyuman dan ucapan pasien yang harus pergi untuk selamanya di depannya.     

"Sekarang siapa yang mau menjelaskan kronologi kejadian tadi? " Bidan sani berdiri di hadapan staf ruang bersalin yang berjaga pagi ini.     

Nita dan aline yang berada dalam kumpulan tersebut terdiam, melihat mimik wajah seniornya itu begitu penuh kemarahan.     

"Kenapa tidak ada yang menjawab! " kali ini kedua tangannya menggebrak meja yang berada tepat dihadapannya. "jawab! dari enam orang yang berjaga hari ini tidak ada satupun yang menjawab? "     

"Saya yang melakukan pemeriksaan pada pasien itu kak.. " aline mengangkat tangannya dan bicara. "saya yang menerima advis dokter edwin untuk dilakukan amniotomi lalu drip oksitosin "     

"Apa kamu tidak melihat kondisi pasien ketika akan melakukan amniotomi? " nada bicara bidan Sani tidak berubah tetap dengan kemarahannya, "aline kamu bekerja disini bukan satu atau dua tahun! "     

"Nita! " panggilnya, "kamu juga harusnya mengingatkan rekanmu kan? kita disini bekerja dalam tim! bukan individu "     

"Jadi, tidak ada salahnya kita memperingati rekan kita jika mereka lupa, atau lalai! "     

"Nita, sudah memperingatkan saya kak " aline mengakui, "tapi saya merasa kondisi pasien stabil, dan denyut jantung bayi baik. Saya tidak menghiraukan his pada pasien yang berlebihan, maafkan saya "     

Nita menyembunyikan keterkejutannya ketika mendengar pengakuan aline, dia begitu berbesar hati mengakui kesalahannya kali ini dan berani mengakui kesalahannya dan juga kata maaf yang diucapkannya membuat nita semakin yakin kebaikan yang tersembunyi pada diri aline.     

"Seharusnya, tadi yang kena marah itu kamu bukan nita! " cetusnya pada aline, "aku akan berterus terang hari pada kalian.. "     

"Kalian pasti berpikir selama ini aku diam saja melihat semua kalian lakukan, saya memperhatikan kalian tapi mencoba membuat kalian tidak menyadarinya.. " bidan sani menatap nita dan kemudian berganti ke arah staf lainnya, "bahwa sebenarnya saya dan dokter edwin ditunjuk oleh dokter yoga untuk memilih satu dari kalian yang akan menjadi kepala ruangan PONEK nanti, karena bidan mila yang menjadi kepala ruangan saat ini sudah mengajukan resign untuk mengikuti suaminya yang bertugas di luar daerah.. "     

Semua staf yang berada di dalam ruangan tertunduk.     

"Dengan kejadian hari ini kalian bisa menilai alasan saya dan dokter edwin memilih nita nanti sebagai kepala PONEK! " bidan sani mendominasi seluruh pembicaraan, "saya sangat kecewa denganmu aline, dengan kejadian hari ini kamu harus mundur satu langkah dari nita "     

"Dari awal saya begitu mengandalkanmu, tapi kamu tidak dapat mengontrol egomu dengan baik. "     

"Iya, kak " aline mengakui kesalahannya, "saya mengakui kesalahan saya, dan saya akan menerima semua hukuman yang akan diberikan pada saya "     

"Nita " panggilnya pelan, "mungkin maaf saja tidak akan pernah cukup, saya sudah membuat kamu kesusahan dengan semua kejadian hari ini.. "     

Nita tersenyum tipis, "saya juga akan meminta maaf karena usaha yang saya lakukan tadi tidak membantumu.. "     

Aline tersenyum malu ke arah nita, dia harus mendapatkan satu kejadian buruk dalam hidupnya untuk dapat mengerti arti dari kehadiran seorang sahabat.     

"Aline " bidan sani memanggilnya, "kamu buat laporan kronologis kejadian untuk pencatatan ketika audit maternal nanti "     

"Nita " kali ini nama nita yang dipanggilnya, "tolong bantu aline.. "     

"Baik " nita menjawab diikuti anggukan kepalanya.     

Terdengar suara ketukan pintu dari arah luar, dan tidak lama sosok dokter yoga dan dokter edwin masuk kedalam ruangan dimana semua staf berkumpul.     

"Saya dan dokter edwin sudah mengajak pihak keluarga untuk bicara secara kekeluargaan " yoga yang sebagai kepala SMF bicara terlebih dahulu, "dan mereka dapat mengerti untuk saat ini, juga meminta maaf karena tindakan kasarnya tadi.. "     

Tampak terlihat aline dan nita sama-sama bernapas lega.     

"Saya sangat percaya pada kalian " sambung yoga, "bahwa cita-cita kalian semua bekerja disini adalah untuk dapat membawa para calon generasi masa depan lahir dengan selamat. Kita jadikan pelajaran berharga kejadian hari ini, dan berusahalah untuk tidak terulang kembali! "     

"Terima kasih "     

Setelah yoga memberikan nasehatnya kepada seluruh staf, dia berdiskusi bersama bidan Sani dan dokter edwin di tempat sama.     

Dia sedikit mencuri pandangannya ke arah nita yang tengah serius berbicara dengan rekan disampingnya.     

"Aline " panggil dewi ketika ruangan telah sepi, "apa kamu percaya sama kak Sani yang mengatakan bahwa nita yang akan menjadi kepala PONEK tidak ada campur tangan dokter yoga? "     

Senyuman miring terlihat diwajahnya, "itu bohong sekali! "     

Aline terdiam berusaha mencerna setiap perkataan dari sahabatnya, yang mencoba mempengaruhinya dengan ucapan-ucapan provokasi...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.