cinta dalam jas putih

Seorang Simpanan



Seorang Simpanan

0"Oppa dokter bangun! " nita duduk di samping tempat tidur, dia menyimpan satu telapak tangannya di kening yoga memastikan bahwa yoga baik-baik saja.     

Hari ini dia tidak seperti biasanya, yoga yang selalu bangun paling awal dan selalu menyempatkan waktu untuk lari pagi masih tertidur pulas.     

"Oppa dokter sakit? " tanya nita ketika yoga membuka perlahan matanya yang terpejam.     

"Jam berapa sekarang? " yoga balik bertanya dengan suara yang sedikit serak.     

"Masih jam enam, tapi kan biasanya sudah bangun lebih awal dan olahraga. " jawab Nita, "sekarang malah belum bangun, jadi aku takut oppa dokter sakit! "     

Yoga tersenyum dan beranjak duduk sambil mengusap wajahnya, satu tangannya terlihat memegang lehernya.     

"Badanku sepertinya sakit semua.. " ucap yoga, "aku semalam kewalahan dengan istriku yang beda dari biasanya.. "     

"Oppa dokter! " cetus Nita, wajahnya memerah dalam hitungan satu detik. "jangan bicara lagi, ayo bangun! "     

Yoga tertawa kecil, dia memeluk nita dari belakang dalam duduknya. Dia lalu berbisik ke telinga Nita, "kemarin malam aku begitu suka dengan istriku yang ternyata sangat nakal, aku jadi penasaran darimana dia belajar itu. Membuat aku jadi semakin tergila-gila! "     

Nita tertawa mendengar ucapan yoga yang sangat berlebihan.     

"Aku cuma baca artikel.. " nita bicara sedikit malu-malu, "tapi itu baru sebagian, belum semuanya pak dokter! "     

Yoga tertawa kecil, "dengan senang hati aku tunggu.. "     

Nita mencubit kedua pipi yoga gemas, "itu sih maunya oppa dokter!.. ayo cepat mandi nanti axel terlambat.. "     

"Iya, aku mandi sekarang " yoga terlihat begitu malas untuk beranjak dari tempat tidurnya, sekilas dipikirannya terlintas untuk membuat surat cuti kerja dan membawa nita ke suatu tempat yang paling dia inginkan. Tapi itu hanya rencana semata, kesibukannya akhir-akhir ini tidak memberikan sedikitpun celah untuk melakukan liburan bersama keluarganya sendiri.     

"Hari ini kamu harus lebih berhati-hati, jangan seperti kemarin! " seru yoga ketika mereka telah sampai di rumah sakit.     

"Iya, terima kasih karena selalu memperhatikanku.. " nita meraih tangan kanan yoga, dan mencium punggung tangannya.     

Yoga mencium kepala nita secepat kilat ketika nita tengah tertunduk mencium tangannya.     

Nita tersenyum lebar pada yoga, "love you.. "     

"Love you too, sayang " yoga membalas dengan senyuman, dia begitu enggan membiarkan nita keluar dari mobilnya untuk pergi bekerja sendirian hari ini bersama orang-orang yang sudah berpikiran negatif tentangnya.     

"Bersabarlah sampai waktunya tiba.. " yoga berkata pelan, matanya terus memperhatikan langkah nita yang semakin lama tidak terlihat olehnya.     

"Nita, kemarilah.. " kak sani memanggil nita untuk langsung ikut bergabung di ruang ganti ketika dia baru saja tiba di ruang bersalin. "ini, kamu juga dapat bagian oleh-oleh dari pak aditya.. "     

Nita tersenyum aneh, "terima kasih kak "     

"Aneh sekali ya,, pak aditya akhir-akhir ini selalu memberikan kita makanan yang enak-enak " aline berkomentar, "padahal aku tanya ke ruangan lain, dia tidak pernah memberikan makanan seperti ini! "     

"Tidak apa-apa, ini rejeki! " kak Sani menanggapi komentar aline agar semua orang yang berkumpul untuk berpikiran baik terhadap apapun.     

"Biar aku yang angkat! " nita segera beranjak mendengar telepon ruangan yang berdering, dengan langkah tergesa-gesa di menuju ke meja nurse station dimana telepon itu tersimpan.     

"Selamat pagi, dengan ruang bersalin, dengan bidan kanita. Ada yang bisa saya bantu? "     

"Kebetulan sekali, nita.. " suara laki-laki di ujung telepon itu muncul. Suara Aditya yang nita kenali.     

"Ada yang bisa saya bantu pak Adit? " tanya Nita.     

"Saya hanya ingin memastikan saja, apa kamu sudah menerima makanan yang aku titipkan pada bidan Sani tadi? "     

Nita tersenyum pendek, "sudah, pak. Terima kasih banyak "     

"Makanlah makanan yang baik, itu untuk kesehatanmu.. "     

Nita terdiam sejenak, laki-laki yang tengah berbicara dengannya di telepon ini begitu ingin menunjukan perhatiannya pada nita.     

"Terima kasih banyak, pak. semoga Tuhan membalas semua kebaikan bapak dengan kesehatan yang berlimpah dan rejeki yang berlipat-lipat.. " nita mendoakan semua kebaikan yang diterimanya dari aditya.     

"Amin.. " aditya berharap doa yang diucapkan oleh nita padanya dikabulkan Tuhan, "baiklah aku tidak akan mengganggumu, karena pasti pekerjaanmu begitu banyak. Terima kasih nita.. "     

Nita tersenyum, "sama-sama pak Adit "     

Dia lalu mengakhiri pembicaraan di telepon, dan menyimpan gagang telepon tersebut kembali pada tempatnya.     

Nita berencana untuk memeriksa persiapan bahan dan alat-alat yang akan digunakan hari ini, dia berbalik dan melangkahkan kakinya.     

Di langkah ketiga nita terhenti ketika tiba-tiba muncul sosok dokter edwin dihadapannya.     

Nita tersenyum sekilas, "selamat pagi dokter "     

"Selamat pagi.. " senyuman lebar terlihat di wajah dokter Edwin yang begitu bersinar. "kemana semua orang? "     

"Mereka sedang di ruang ganti, dok " jawab nita.     

Dokter edwin menganggukan kepalanya dengan senyuman yang selalu mengiringinya, dan lalu dia memandang nita. pandangannya begitu lekat.     

Dipandangi seperti itu membuat nita menjadi salah tingkah, wajahnya memerah. "saya ijin mempersiapkan alat-alat, dok.. "     

Nita tertunduk ketika hendak melangkahkan kakinya. Kali ini jantungnya berdetak lebih cepat ketika dokter edwin sengaja menghalanginya, mengikuti setiap langkah nita yang awalnya mengambil arah ke kiri. Dan kembali mengikuti nita ketika berpindah ke arah kanan.     

Nita sedikit mengangkat kepalanya, mendapati dokter edwin yang masih terus menatapnya begitu lekat dengan senyuman yang gemas melihat kelakuan nita.     

"Kamu sepertinya masih takut padaku kan? "     

"Iya " bibir nita begitu refleks menjawab pertanyaan dari dokter Edwin padanya, dia lalu menutup mulutnya dengan tangannya. Kedua matanya menutup untuk seperkian detik, "maaf dokter.. "     

Dokter edwin malah semakin gemas dengan nita yang berkata jujur, senyuman mautnya itu begitu menawan.     

"Kamu tenang saja, aku sudah jinak sekarang ini " ucap dokter Edwin pada nita dengan volume suaranya yang pelan, "aku,,, akan jinak denganmu sekarang! "     

Mata nita membulat dan tidak berkedip untuk waktu yang lama, mulutnya menganga membuatnya menjadi kesulitan berkata-kata.     

Dokter edwin tersenyum, "aku bahkan akan menghormatimu jika kamu setuju dengan menjadi pendampingku, aku tidak akan pernah menjadikanmu seorang simpanan. Kamu terlalu berharga untuk menjadi seperti itu! "     

"Ini apa lagi??? " teriak nita dalam hatinya, jika dia bisa melukiskan keadaan dalam hatinya ketika sedang berteriak itu seperti dia sebuah rumah di tengah-tengah persawahan yang sudah diguyur hujan dan angin yang besar, tersambar petir pula. Hatinya hancur berantakan! dan dia sangat kebingungan mencari tempat untuk berlindung. Yoga tidak berada disampingnya saat ini.     

"Kamu tahu aku berada dimana, jika kamu sudah memikirkannya baik-baik.. " dokter edwin melanjutkan perkataannya, meninggalkan nita yang masih mematung karena terkejut dengan apa baru saja dia tawarkan pada nita.     

Setelah seperkian detik nita terdiam, tawa kagetnya muncul begitu saja tanpa bersuara.     

"Apa yang dia pikirkan? " nita bertanya pada dirinya sendiri sambil tertawa menggelengkan kepalanya, "bukannya waktu di awal aku pindah kesini dia tidak suka dengan kehadiranku! "     

Nita seketika merinding merasakan bulu kuduknya berdiri, kali ini karena ketakutannya pada kejadian yang baru saja dia alami.     

Kejadian yang menurutnya lebih seram dari bertemu hantu yang sedang menangis di ruangan belakang, terlihat seperti menggendong seorang bayi, berambut panjang dan tidak memiliki wajah.     

"Kakak kenapa? " erin teraneh melihat nita yang tidak seperti biasanya.     

"tidak apa-apa " nita tersenyum, "aku ke belakang sebentar ya.. "     

"Ya "     

Nita berjalan sendirian menuju ruang belakang yang terhubung dengan pintu ruangan perinatologi, mencoba mengambil ruang untuk dirinya sendiri dari semua kepenatannya hari ini. Mencoba mengatur nafasnya, dan merilekskan pikirannya.     

"Bu bidan.. " panggil seseorang di samping nita.     

Nita terperanjat, dan hampir terjatuh karena terkejut melihat di ruangan yang dia kira hanya ada dirinya.Terduduk satu pasien yang sepertinya tidak asing untuknya.     

"Ibu sejak kapan diruangan ini? " tanya Nita.     

Pasien tersebut tersenyum, "baru saja, hari ini saya akan pulang bersama bayi dan keluarga saya. Dan saya ingin sekali mengucapkan terima kasih pada bu bidan karena telah memberikan saya sepatu ibu kemarin.. "     

"Benarkah? " nita tersenyum lebar menghampiri sosok tersebut, "selamat atas kelahirannya, jaga bayi ibu baik-baik disana, sampaikan salam saya untuk keluarga ibu.. "     

"Iya " pasien itu menganggukan kepalanya, "kalau tidak keberatan, bolehkah saya memeluk bu bidan? "     

"Tentu saja " nita menerimanya dengan senang hati, dia lebih mendekat dan memberikan pelukan hangat pada pasien tersebut. "hati-hati di perjalanan nanti, bu.. "     

"Terima kasih bu bidan.. "     

"Saya harus kembali ke depan " nita berbalik dan melangkahkan kakinya, dan kembali melihat wajah pasien tersebut. Dengan wajah pucat dan lelah setelah dia melahirkan melemparkan senyuman ke arah nita.     

Nita membalas kembali senyuman tersebut dengan senyumannya. Sebelum dia akhirnya berjalan menjauh dari ruangan tindakan kedua.     

"Kakak jangan kesana! " erin yang muncul dari ruang tindakan satu, menarik tangan nita untuk mengikutinya masuk ke dalam ruang tindakan satu yang penuh dengan pasien post partum.     

"Ada apa? " nita mengernyitkan dahinya melihat Erin yang seperti menahannya supaya tidak ke tempat tujuan nita yaitu nurse station.     

"Disana ada kak ivanna.. " jawab Erin, "dia itu paling jahat kalo sudah bicara, ada kak dewi juga yang sedang menawarkan tas bermerk dagangannya, ditambah kak aline sama esti, wah komplit deh geng tukang gosip! "     

Nita tertawa tanpa suara mendengarkan ocehan erin, mereka semua yang erin sebutkan adalah semua teman-temannya dulu jauh sebelum nita mutasi ke poliklinik.     

Akhirnya dia memutuskan untuk tetap di ruang tindakan sampai semua teman-temannya yang berkumpul itu membubarkan diri.     

Tetapi setelah hampir setengah jam lamanya, mereka masih terdengar bercanda dan tertawa dengan senangnya.     

"Nita, Erin,,!!! " teriak seseorang dari ruang depan.     

Nita dan erin saling bertatapan, dan kali ini mau tidak mau mereka harus menghampiri mereka kedepan.     

"Nita apa kabar? " ivanna menyapa nita ramah, "sudah lama tidak melihatmu.. "     

"Baik " nita tersenyum ke arah teman-temannya yang sedang berkumpul.     

Mereka terlihat tengah melihat tas-tas cantik yang ivanna bawa.     

"Ayo sini! " ivanna menarik tangan nita untuk duduk bergabung dengan mereka.     

Nita terseret-seret sampai dia akhirnya berada di kumpulan.     

"Kamu pasti kenal kan tas merk ini! " seru ivanna seraya memperlihatkan tas berwarna coklat tua dengan merk yang memang nita tahu dengan harga yang lumayan mahal.     

Nita tersenyum, "iya itu bagus "     

"Ayo kamu juga ambil " seseorang bernama dewi menyela, "kita juga ambil, harganya murah cuma tiga setengah juta, dicicil pula enam kali! "     

Mata nita membulat, dia benar-benar terkejut mendengar dewi yang menyebut harga tersebut murah, dan lagi nita adalah tipe orang yang tidak memakai suatu barang berdasarkan merk, jika dia merasa nyaman menggunakannya walaupun berharga murah dia tidak akan malu untuk memakainya. Merk itu baginya hanya memuaskan gaya hidup saja.     

"Kenapa bengong? " ivanna mengejutkan nita yang terdiam, "semua yang disini saja ambil "     

"Tapi kan gaji aku tidak sebesar itu,,, " nita akhirnya mengeluarkan tanggapannya, "aku mana bisa membeli tas mahal itu "     

"Kamu suka pura-pura deh! " aline yang kali ini bicara, "kamu pasti bisa membelinya, bahkan untuk minta mobil pun pasti akan ada yang belikan!"     

Nita merasa ada kata sindiran di ucapan Aline padanya.     

Dewi tersenyum miring, "iya, kamu kan,,, "     

"Simpanannya dokter yoga! " cetus nita, membuat semua teman-temannya yang sepertinya sengaja menginterogasinya terdiam.     

"Kalian kan tahu aku hanya simpanannya dokter yoga " sambung nita, "itu artinya bukan seorang istri, jadi aku tidak punya hak apapun untuk meminta dibelikan barang-barang apapun dari dokter, apalagi sebuah mobil.. "     

Erin yang berdiri di sudut ruangan tersenyum puas, melihat semuanya terdiam mendengar nita yang bicara dengan nada bicaranya yang datar namun langsung mengena pada intinya.     

"Padahalkan aku dengar tadi katanya dokter yoga akhirnya diangkat menjadi kepala SMF obgyn, jangan bilang kamu tidak tahu.. " kata-kata aline berhawa nyinyir pada nita.     

"Aku beneran tidak tahu malah soal itu " nita tersenyum, wajahnya datar. Dia memang benar-benar tidak tahu tentang pengangkatan yoga, justru dia mengetahuinya hari ini dari aline.     

"Aku kan cuma simpanan nya, jadi gak semuanya aku tahu.. " nita melanjutkan ucapannya.     

"Ngapain juga jadi simpanan kalau gak ngerubah nasibmu, Nita! " seru dewi, "kasihan banget sih.. "     

"Iya kasihan sekali aku " nita tersenyum membenarkan setiap ucapan Sahabatnya, yang membicarakannya secara terang-terangan di hadapannya, pembicaraan mereka tidak ada manis-manisnya sedikitpun pada nita.     

Nita berusaha tidak memasukan setiap perkataan yang diucapkan teman-temannya ke dalam hatinya, tapi jika dia tidak merasakan sakit hati pada ucapan sahabatnya itu adalah bohong. Karena jika dia tidak merasakan sakit itu seperti terlihat bahwa hatinya sudah mati dan tidak dapat merasakan kesakitan apapun. Dan hati nita belum mati, maka saat ini pun sebenarnya dia merasakan sakitnya.     

"Kakak dijemput? " tanya erin ketika mereka sama-sama sampai di depan gerbang rumah sakit.     

"Iya " nita melihat jam ditangannya, sepertinya kali ini dia akan terlambat dijemput karena belum melihat mobil milik yoga.     

"Oh, iya kak.. " erin kembali bicara pada Nita, "kakak pasti akan terkejut dengan apa yang akan aku katakan. Tadi esti dan aku ngobrol, pasien yang kemarin di bed nomor empat meninggal, kak. Kalau tidak salah ibu itu yang kakak kasih sepatu deh.. "     

Nita terdiam, dia mundur satu langkah hampir tidak dapat menyeimbangkan tubuhnya. Dengan segera dia memegang pagar yang berada tepat di belakangnya.     

"Kakak tidak apa-apa? " erin segera memegang tangan nita, "kakak sakit? wajah kakak pucat sekali! "     

Nita menggelengkan kepalanya, "tidak apa-apa, apa kamu yakin itu ibu yang aku berikan sepatu? bukankah dia baik-baik saja kemarin? "     

"Iya, kak. Aku lihat statusnya di meja kak Sani, aku juga tidak menyangka.. " jawab erin, "di situ tertulis penyebabnya emboli air ketuban kak. "     

Nita masih tidak percaya dengan ucapan Erin, jika pasien itu meninggal hari kemarin, lalu siapa yang bicara dan dipeluk olehnya tadi?.     

"Kakak yakin baik-baik saja? " erin ingin lebih memastikan.     

"Iya, tidak apa-apa " jawab Nita, "kamu pulang saja.. "     

"Baiklah.. " erin berjalan menjauh sambil sesekali menoleh ke arah nita untuk memastikannya baik-baik saja.     

Nita yang masih berdiri menunggu yoga menjemputnya, merasakan dadanya begitu sesak karena harus menahan tangisnya. Dia masih berdiri diluar dengan banyak orang yang lalu lalang, jadi dia harus dapat menahannya untuk beberapa waktu. Nita merasa sepertinya hari ini, dia tidak akan dapat menahan tangisannya.....     

Next_     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.