cinta dalam jas putih

Sepasang sepatu kedua



Sepasang sepatu kedua

0Nita berjalan perlahan menuju tempat parkir, dia mengendap-endap ketika melihat mobil yang menjemputnya sudah terparkir disana. Dia tidak ingin ada yang melihatnya dengan seragam yang kotor, ditambah dia memakai sepatu yang seharusnya dipakai di ruangan, jika staff kepegawaian melihatnya dia pasti akan mendapat teguran.     

"Aku tutup pakai ini saja! " nita menggunakan tas nya untuk menutupi noda povidone iodine yang tumpah tadi agar tidak terlihat. Noda yang terletak tepat di saku seragamnya itu telah memudar karena tadi itu dia berusaha membersihkannya tapi sepertinya sia-sia karena itu hanya membuat noda itu semakin membesar dan melekat pada baju seragamnya.     

Nita membuka pintu mobil, masuk dan segera duduk tanpa melihat siapa yang berada di dalam mobil tersebut.     

"Ya ampun!! " nita terkejut ketika mendapati yoga yang berada di dalam mobil tersebut, dia sedikit teraneh karena dalam pikirannya sosok pak itorlah yang akan menjemputnya, dan kini berganti menjadi yoga.     

"Kenapa jadi oppa dokter? " nita tersenyum dengan wajahnya yang terlihat kaku, "bukankah pak itor yang akan jemput aku.. "     

Dia dengan sigap menutupi noda di seragamnya dengan tas nya, dan berusaha menyembunyikan sepatu yang dipakainya. Dia berharap yoga tidak melihatnya.     

"Axel ada kegiatan tambahan di sekolahnya " jawab yoga, matanya menyipit memperhatikan tingkah aneh Nita. "jadi aku minta pak itor tunggu di sekolah Axel.. "     

Merasa diperhatikan oleh yoga nita semakin tidak enak hati, dia tersenyum sambil menganggukan kepalanya. Tetap berusaha menyembunyikan rahasianya dari suaminya itu.     

"Oppa dokter mau apa?? " nita terperanjat dan nada bicaranya terdengar tinggi melihat yoga yang mendekatinya.     

"Aku mau pasangkan sabuk pengaman.. " yoga menjawab ekspresi datar, "kamu kenapa terus memeluk tas itu? memangnya isi tas itu emas berlian? atau harta karun? "     

Bibir nita untuk seperkian detik menjadi kaku dan sulit untuk berkata.     

"Bukan.. " jawab nita, "isinya bola kristal yang disembunyikan dari raja picollo! "     

"Aku bisa pasang sabuknya sendiri pa dokter " nita menyambung kembali ucapannya.     

Yoga tidak dapat menahan tawanya mendengar jawaban lucu dari nita, dengan segera menghidupkan mesin mobil.     

"Tidak usah di tutup, aku sudah tahu kok! " celetuk yoga, sesekali melihat ke arah nita. Dia tersenyum lebar, pak itor sudah memberitahukan padanya tadi. "kamu takut aku marah? "     

"Sedikit.. " nita kemudian menyimpan tas yang dipeluknya itu di kursi belakang, dia baru teringat apapun yang dia sembunyikan dari suaminya itu pasti akan langsung yoga ketahui.     

"Lain kali hati-hati.. " yoga menasehati nita, satu tangannya mengusap lembut rambut nita sekilas, "itu baru cairan antiseptik, jangan sampai nanti kamu terkena cairan yang membahayakan dirimu sendiri, apalagi jika sampai membahayakan pasienmu karena keteledoran.. "     

"Iya, aku minta maaf " nita mengakui kesalahannya, walaupun sebenarnya itu adalah hal sengaja yang dilakukan oleh sahabatnya. Tapi dia merasa dia bukan lagi anak muda yang selalu mengadukan setiap kejahilan teman-temannya. Pikiran suaminya itu sudah terlalu banyak dipenuhi oleh pekerjaannya, dia tidak mau menambah lagi dengan hal yang menurut nita tidak penting.     

Sekilas yoga melihat ke arah sepatu yang nita pakai, senyuman pun muncul di wajahnya sambil mengambil napasnya dalam-dalam.     

"Jangan bilang kamu hari ini lelah bekerja sampai-sampai kamu jadi pelupa.. " ucap yoga yang sedikit menyindir nita.     

Dahi nita berkerut memperlihatkan wajah polosnya, "memang apa yang aku lupa? "     

"Sepatumu! " jawab yoga.     

Nita langsung tersenyum ke arah yoga, senyumnya terlihat dipaksakan. "itu.. "     

"Itu, apa? "     

Nita terdiam sejenak, sebelum kembali melanjutkan perkataannya "tadi.. "     

"Tadi, apa? " yoga terus memberondongnya dengan pertanyaan dari setiap kata yang nita ucapkan. "kamu mau bilang sepatumu tertinggal di ruang bersalin?,, atau kamu mau bilang sepatumu hilang dari ruang ganti karena temanmu yang membuangnya? "     

"Bukan,,, " nita menggelengkan kepalanya, dan memperlihatkan wajah kesungguhan pada yoga bahwa dia tidak berbohong pada setiap perkataanya. "aku,, memberikannya pada pasien yang tidak memakai alas kaki tadi pagi. Karena dia dirujuk jauh dari desa dengan perjalanan yang jauh, dan juga dia pasien dengan bantuan pemerintah jadi aku berikan saja sepatuku.. "     

"Ahh, iya.. " yoga menanggapi penjelasan nita dengan anggukan, tebakannya tidak salah tentang sepatu itu dan sesuai dengan penjelasan nita sendiri. "itulah bidan kanita! "     

Nita terdiam, melihat yoga yang seketika diam seribu bahasa setelah mendengarkan penjelasan nita. Awalnya nita berpikir bahwa dia masih mempunyai beberapa sepatu yang bisa dipakai untuk bekerja sebelum memberikannya pada pasien tersebut, maka dari itu dia tidak menyangka bahwa yoga akan semarah itu padanya.     

Bahkan sesampainya di depan rumah, yoga hanya membukakan pintu mobil untuk nita saja tanpa berkata apa-apa.     

"Kamu mau kemana? " tanya yoga menghentikan langkah nita yang terlihat menuju dapur dengan memegang sepasang sepatu yang dia pakai tadi.     

"Aku mau cuci sepatu ini di belakang, inikan sepatu ruangan. Karena aku bawa keluar jadi harus aku cuci dulu.. " nita menjawab.     

Yoga menghampiri nita, mengambil sepasang sepatu yang nita pegang. Dan satu tangannya memegang tangan nita, membawa nita melangkahkan kakinya.     

"Sepatu ini bisa dicuci nanti! " yoga menyimpannya di lantai ketika mereka sampai di depan pintu kamar, dan membawa nita masuk kedalam bersamanya. "yang pertama, bu bidan harus membersihkan badanmu dulu. Bau antiseptiknya sudah tercium sangat tajam.. "     

"Iya, pak dokter. Siap laksanakan! " nita bicara ketus, bibirnya terlihat maju dan matanya menyipit ke arah yoga.     

"Kenapa ketus seperti itu? " tanya yoga. "apa itu artinya kamu minta aku yang memandikanmu? "     

Mata nita membulat, wajahnya seketika memerah. "aku tidak berkata seperti itu,,, aku bisa mandi sendiri! "     

Tiba-tiba yoga tawa disudut kanan bibirnya terlihat, "tapi sepertinya bu bidan memang minta untuk aku mandikan, kalau dia tidak mau,,, aku paksa saja,,, "     

Yoga kembali meraih tangan nita, dan kali ini dia membawa menuju ke kamar mandi.     

"Oppa dokter jangan bercanda.. " nita meronta mencoba melepaskan pegangan yoga, "nanti kalau axel datang bagaimana! "     

Yoga tersenyum lebar, dia memeluk erat nita dan memelankan suaranya. "axel kan belum pulang, dia masih ada pelajaran tambahan di sekolahnya! "     

"Ini kenapa jadi semakin nakal, sih! " wajah Nita masih memerah karena malu, dia menutupinya dengan memberikan cubitan di perut yoga. Dia pikir yoga benar-benar marah padanya, ternyata dia hanya berpura-pura marah.     

"Tidak apa-apa kalau nakalnya sama kamu,, istriku sendiri! " jawab yoga.     

Dia masih memeluk nita, ketika mencoba memaksa nita untuk masuk kedalam kamar mandi bersamanya.     

Meski awalnya nita begitu kuat menolak, akhirnya jatuh juga perlawanannya. Pada akhirnya, dia mengikuti semua permintaan yoga padanya walaupun nita begitu malu karena ini pertama kalinya dia satu kamar mandi dengan suaminya itu setelah lama menikah dengan yoga.     

"Bubu sudah bangun? " axel mendekat ke arah nita yang baru muncul dari balik pintu kamarnya, dia mendaratkan satu kecupan di pipi nita. "ayah bilang tadi bubu kecapean dan tertidur.. "     

"Ohh,,, " suara nita pelan, tersenyum kesal ketika axel mengatakan padanya bahwa yoga yang memberitahunya. Setelah dia mengerjai nita di kamar mandi dan semua tidak hanya selesai disitu, dia juga harus melayaninya ditempat tidur di sore hari pula.     

"Bisa-bisanya dia bilang aku ketiduran! " cetusnya dalam hati, dan dengan cepat memperbaiki sikapnya dihadapan Axel.     

"Bubu cari ayah? " tanya axel, "dia di ruang kerjanya sedang bicara dengan seseorang ditelpon "     

"Tidak.. " jawab nita sambil tersenyum, "bubu siapkan makanan dulu ya.. "     

"Tapi ayah bilang, hari ini dia mau mengajak kita semua makan di luar bu.. " sela axel, "karena bubu sudah bangun dan sudah rapi, aku tinggal memberitahukan ayah supaya kita bisa berangkat sekarang! "     

Nita tersenyum dengan mulutnya yang membuka, "iya, baiklah. Bubu ambil tas dulu sebentar ya.. "     

"Iya, bu " axel dengan cepat berlari menuju ke arah ruangan kerja ayahnya dengan wajah yang begitu senang.     

Melihat wajah axel yang begitu ceria membuat nita merasakan satu kebahagiaan, dia senang putranya itu begitu antusias memanfaatkan kesempatan yang diberikan yoga di sela-sela kesibukannya.     

"Padahal mba mumu gak usah diajak toh pak dokter! nanti malu-maluin pak dokter di emmall nya.. " mba mumu memecah keheningan di dalam mobil, seketika semua orang yang berada dalam mobil tertawa mendengar ucapan mba mumu.     

Yoga yang duduk di depan tersenyum menoleh ke belakang, "mba mumu sama pak itor juga kan keluarga kita, karena hari ini kita dapat rejeki lebih kita semua harus merasakan kebahagiaannya.. "     

"Terima kasih pak dokter,, ibu,, " pak itor yang menjadi supir keluarga yoga begitu memperlihatkan wajah penuh harunya.     

"Terima kasih pak dokter,,, ibu,,, mas axel " mba mumu kembali berkata "semoga semakin diberi keberkahan dan limpahan rejeki yang berlipat buat keluarga pak dokter "     

"Amin.. " axel mendahului yoga dan nita.     

Nita tersenyum mengusap lembut rambut axel yang duduk disampingnya, dan tatapan matanya berganti ke arah yoga yang membelakangi.     

Yoga menoleh ke arah dimana nita terduduk dan memperhatikannya, dia melemparkan senyuman tipisnya dengan kedua alisnya yang terangkat.     

Nita tersenyum dalam gelengan kepalanya, dia tidak habis pikir jika saat ini laki-laki yang dulu sama sekali tidak ada dalam pikirannya sedikitpun akan menjadi suaminya itu ternyata begitu baik, dan tidak pernah membeda-bedakan siapapun yang dikenalnya.     

"Terima kasih yah.. " dari suara axel terdengar bahwa dia begitu senang ketika dia mendapatkan tablet baru, "sekarang kita belikan bubu sepatu baru! "     

"Sepatu untuk siapa? " nita terkejut mendengarkannya, dia belum sempat bertanya pada yoga. Axel sudah meraih tangannya dan membawa nita mengikutinya. Langkah nita pun sedikit terseret-seret karena axel begitu cepat membawanya berjalan, dan terhenti ketika berada di dalam sebuah toko sepatu.     

"Mba Mumu,,, pak itor juga boleh memilih sepatu untuk anak-anak kalian yang sedang pesantren " ucap yoga, "belilah keperluan mereka, Axel yang akan antar kalian "     

"Siap! " dengan cepat axel menarik tangan mba mumu dan pak itor untuk mengantar mereka berbelanja. Walaupun axel sekecil itu tetapi dia sudah begitu pandai untuk melakukannya. Dia begitu cepat belajar dari semua yang yoga ajarkan padanya.     

Nita tersenyum dan berbisik ke arah yoga, "aku sepertinya semakin jatuh cinta sama dokter yoga! "     

Yoga tersenyum malu, dan ikut mengecilkan volume suaranya. "aku mau kamu merayunya di tempat tidur saja.. "     

"Dasar yah! " nita mencubit kecil pinggang yoga, wajahnya mulai memerah karena tatapan-tatapan dari para penjaga toko yang memperhatikan mereka.     

Yoga membawa satu tangan nita dalam genggamannya, membuat semua orang iri melihat mereka berdua.     

"Kamu duduk disini.. " ucap yoga, "sekarang nyonya besar mau memilih sepatunya sendiri atau aku yang pilihkan? "     

Nita tersenyum geli, "baiklah,, terserah dokter yoga tercinta aja deh, aku pasrah saja.. "     

Yoga tertawa kecil mendengar nita bicara seperti itu padanya, dan beranjak segera mencarikan sepasang sepatu yang cocok untuk nita.     

Nita tidak berhenti tersenyum mengamati yoga yang memilihkannya sepasang sepatu, padahal dia masih memiliki beberapa pasang sepatu yang dapat dia pakai untuk bekerja.     

"Ini sepertinya cocok.. " yoga memperlihatkan sepasang sepatu berwarna hitam ke arah nita.     

Nita tersenyum dengan anggukan, dia setuju dengan pilihan yoga.     

"Jangan seperti ini.. " nita terkejut melihat yoga yang yang membungkukkan badannya di hadapan nita, posisinya lebih rendah dari nita yang terduduk. Tangannya memakaikan kedua sepatu yang dipilih di kaki nita.     

Sepatu jenis pumps berwarna hitam dengan hak sedang begitu terlihat cantik di kaki jenjang nita.     

"Cantik, pas di kakimu.. " yoga tersenyum ke arah nita yang juga tersenyum ke arahnya, dan lalu melepasnya kembali. Dia memberikan sepatu yang dipilihnya itu kepada penjaga toko untuk segera dikemas.     

"Terima kasih " nita tersenyum ke arah yoga ketika yoga selesai membayar sepatu yang dia pilihkan untuk nita.     

Yoga tersenyum, "aku memberikanmu sepatu itu, karena aku selalu yakin sepatu yang cantik akan membawamu ke tempat yang baik.. "     

Kedua alis nita terangkat, dan senyuman lebar muncul di wajahnya. Belum sempat dia mengatakan sesuatu, yoga sudah mendahuluinya.     

"Sepatu yang kamu berikan pada pasien itu pasti akan memberikan sesuatu yang baik padamu suatu hari nanti.. " sambung yoga. "dan aku harus bersiap-siap membelikanmu setiap hari sepatu baru! "     

Dahi nita mengernyit dalam tawanya, "kenapa seperti itu? "     

Yoga menarik napasnya dalam-dalam sebelum bicara, "menurut pengamatanku, pasien dengan tanggungan pemerintah begitu banyak setiap hari, jika diantara mereka ada satu orang yang kehilangan sandal mereka pasti kamu akan memberikannya sepatu yang kamu pakai. Dan jika setiap hari satu pasien kamu berikan sepatumu, itu berarti aku harus membelikanmu setiap hari sepatu baru.. "     

"Aku tidak sebaik itu, pak dokter! " nita menanggapi ucapan yoga, dia merangkul satu tangan yoga dan mengeluarkan sikap manjanya.     

Nita dan yoga berdiri di depan toko sepatu, sambil menunggu axel yang membawa mba mumu dan pak itor yang berbelanja untuk keperluan dua putra mereka yang tengah menjalani pesantren di kampung halaman mereka.     

"Pak dokter,, mas axel banyak sekali membelikan kami barang dan makanan.. " mba mumu terlihat kewalahan.     

"Anak mba Mumu kan dua.. " axel menertawakan mba mumu yang masih mengambil napas karena kaget di belanjakan oleh axel begitu banyak, "jadi harus adil "     

"Mas axel hebat bu,, " pak itor yang kali ini bersuara, "dia belanja banyak buat anak kami, tapi tidak pakai uang selembar pun! cuma pakai satu kartu sudah beres.. "     

Nita tertawa kecil, "iya mba mumu,,, pak itor,,, semoga bermanfaat ya semua barang yang sudah dibeli.. "     

"Terima kasih,,, pak dokter dan ibu.. " mba mumu tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya sampai-sampai dia dan suaminya pak itor terlihat meneteskan air matanya.     

"Itu tidak seberapa dibandingkan dengan pekerjaan mba mumu yang sudah merawat Axel.. " yoga mengusap lembut tangan mba mumu, "justru saya yang seharusnya berterima kasih. Sepertinya karena sudah malam kita pulang sekarang, pak itor barang-barangnya besok kirim saja melalui pos.. "     

"Iya, pak dokter "     

Nita berjalan sejajar dengan yoga ketika menuju ke tempat dimana mobil terparkir, tangannya lalu menggenggam satu tangan yoga.     

"Pantas saja axel begitu baik, ternyata dia memiliki sifat yang sama seperti ayahnya.. " nita bicara pada yoga tanpa melihat ke arah yoga, pandangannya lurus kedepan.     

Di puji seperti itu yoga tertunduk dan tersenyum.     

"Pak dokter.. " panggil nita.     

"Ya "     

Mereka masih bicara sambil berjalan tanpa saling memandang satu sama lain.     

"Je t'aime vraiment " nita membisikan satu kalimat pada yoga ketika mereka sampai di depan mobil.     

Yoga terkejut mendengar kalimat berbahasa Perancis yang nita ucapkan padanya, yang memiliki arti 'aku sangat mencintaimu'. Dia melihat ke arah nita yang melemparkan senyuman dan satu matanya yang berkedip nakal ke arahnya sebelum Nita masuk ke dalam mobil.     

Lengkungan bibir membentuk senyuman lebar terlihat di wajah yoga, dia sangat menyukai sikap nita padanya yang seperti itu. Yang selalu membuat jantungnya bekerja lebih cepat hanya dengan mendengarkan setiap pujian dan kata-kata manis yang dia ucapkan pada yoga....     

Next_     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.