cinta dalam jas putih

Lion Heart



Lion Heart

0"Istriku cantik sekali pagi ini " puji yoga pada nita yang duduk disampingnya, dia merasa tidak ingin cepat-cepat sampai ke rumah sakit jika ditemani wanita paling cantik.     

Nita tersenyum malu, "terima kasih.. "     

"Bisa-bisa semua laki-laki yang melihat kamu bengong dan langsung jatuh hati karena kecantikanmu.. "     

Dahi nita berkerut dan memfokuskan pandangannya ke arah yoga, "gak semua laki-laki melihat wanita dari kecantikannya, pak dokter. Dan gak semua orang juga suka sama aku.. "     

Nita menyimpan kedua tangannya dipipinya, tersenyum manis ke arah yoga dan mengedipkan matanya seperti boneka. "aku cuma mau dilihat cantik oleh dokter yoga saja.. "     

Yoga tertawa kecil, dia menutupi tawanya dengan satu tangannya. "aku bisa gila kalau setiap pagi diberi pemandangan indah seperti itu, akan membuatku ketergantungan dan ingin terus melihatmu! "     

Nita menganggukan kepalanya seraya melemparkan senyuman, "itukan memang yang aku rencanakan..menjadi candu buat oppa dokter! "     

Yoga tertawa kecil dan meyakinkan dirinya kembali bahwa hari ini nita bisa melalui pekerjaannya dengan baik dan dapat menyikapi dengan bijak setiap perkataan orang-orang tentangnya. Dia segera keluar dari mobilnya setelah mereka sampai di rumah sakit dan membukakan pintu mobil untuk nita.     

Nita merasakan yoga mulai berlaku aneh sejak kemarin padanya, dia seperti sengaja ingin memperlihatkan sesuatu pada orang-orang bagaimana dia memperlakukan nita dan kedekatan yang mereka miliki. Dia takut penerimaan orang yang melihatnya akan menambah pembicaraan tentangnya diluar sana.     

"Nita, ini erin hari ini pertama dia bekerja disini.. " kak sani memperkenalkan pada nita sosok bidan erin.     

Wanita dengan tubuh berisi dan tidak terlalu tinggi, melihat ke arah Nita dan tersenyum. Dia lebih muda dari usia nita, wajahnya yang bulat dengan pipi chubby nya membuat nita gemas.     

"Kamu yang akan membimbingnya, aku percayakan padamu! " setelah memberikan nita instruksi kakak seniornya itu meninggalkan nita dan Erin berdua.     

"Kakak aku mohon bimbingannya.. " erin memegang kedua tangan nita dengan wajahnya yang memperlihatkan seribu pengharapan yang besar pada nita. "kakak cantik yang baik hati sepertinya aku menyukai kakak hanya dengan melihat kakak saja "     

Nita tersenyum, dia sedikit menebak karakter erin yang merupakan tipe piknis yang akan mudah bergaul dan akrab dengan semua yang ditemuinya "kita sama-sama belajar disini, jangan sungkan untuk menanyakan hal yang tidak dimengerti. Kita berbagi ilmu saja disini "     

Erin mengangguk setuju, sejak kak Sani meninggalkan mereka berdua setiap nita berjalan ke arah manapun pasti ada sosok erin di belakangnya.     

Erin mengingatkan nita pada axel yang selalu ikut kemanapun nita pergi, dan itu membuatnya seketika merindukan putranya.     

"Kak nita kenapa bunyi denyut jantung janin pasien ibu anna ireguler ya kak? " erin melaporkan pekerjaannya pada nita. "aku tadi lapor sama kak aline, dia menyuruhku melakukan resusitasi cairan dan oksigenasi.. "     

"Tapi pasien sudah terpasang oksigen " lanjut Erin, "aku menghitung respirasi pasien empat puluh lima kali per menit kak.. "     

Nita berpikir sejenak dan mengambil buku status pasien yang dilaporkan erin. Pasien yang baru saja dikirim oleh PONEK yang belum sempat nita baca karena dia baru saja menyelesaikan laporan harian.     

"Coba kita lihat.. " nita beranjak dari duduknya dan segera menghampiri pasien yang dilaporkan erin.     

Dia mengambil sesuatu dari saku seragamnya, mengeluarkan Pulse oxymeter yang selalu dibawanya jika nita sedang bekerja di manapun. Menempelkan alat tersebut di jari telunjuk pasien, menunggu alat tersebut menghitung nadi pasien.     

"Erin, kita harus ganti nasal canul ini dengan NRM dan pasang NST " nita memberikan selang oksigen bersungkup pada Erin agar dia memasangkannya, "aku lapor dulu dokter Edwin.. "     

"Baik, kak "     

Nita baru saja membalikan badannya untuk melangkah terhenti oleh sosok aline yang sudah berdiri di depannya.     

"Aku sudah lapor dokter Edwin, dia sudah beri advis untuk resusitasi cairan! " nada bicara aline sedikit ketus pada nita, diapun memperlihatkan wajah sinisnya.     

"Aline, tapi disini PONEK tulis kalau pasien ini pindahan dari penyakit dalam, di status ada tulisan bahwa pasien di diagnosis CHF III dengan PPCM dan sekarang di perberat oleh preeklamsi.. " nita mencoba menjelaskan pada rekannya itu secara baik-baik, dia berusaha untuk tidak mengikuti seperti aline bicara padanya dengan nada keras.     

"Jadi kamu mau bilang advis dokter edwin itu salah? " aline mengeluarkan pertanyaan yang memojokkan nita, "kamu sudah merasa seperti pemimpin disini? "     

"Aline, kita sedang di depan pasien " nita menarik tangan aline dan membawanya ke tempat dimana hanya mereka berdua. "aku bukan bermaksud seperti itu, memang kita seharusnya melakukan resusitasi cairan dan oksigenasi, tapi aku takut itu malah akan menambah pasien sesak.. "     

"Kita kan sudah memasang kateter pada pasien, nit. Dan akan terlihat input dan outputnya.. " aline memberikan alibinya, "lagipula ini sudah advis dokter Edwin, kalau kamu tidak setuju kamu bilang saja sendiri! "     

Nita dibuat aline serba salah dalam bertindak, tapi tentu saja dia merasa bahwa pasienya itu lebih utama dari apapun.     

"Kalian sedang berdebat apa? " tiba-tiba dokter edwin muncul di tengah-tengah perdebatan mereka berdua.     

"Saya sudah bilang pada nita kalau saya sudah lapor pasien ibu anna dengan denyut jantung janin ireguler itu pada dokter.. " aline mendahului memberikan laporan pada dokter Edwin, "dia tidak mau mengerjakan apa yang sudah dokter advis, untuk resusitasi cairan "     

"Bukan seperti itu.. " sela nita mencoba membela diri. Tapi usaha pembelaannya terhenti ketika dokter edwin menatapnya dengan wajah yang memperlihatkan ketidaksukaannya pada nita.     

"Kalau kamu tidak bisa mengerjakannya lebih baik kamu mengundurkan diri saja!.. di ruangan ini adalah tempat untuk orang yang mau bekerja bukan berdebat tentang omong kosong, apalagi buat bidan manja seperti kamu.. " nada bicara dokter edwin tidak keras, bahkan wajahnya begitu datar dan dingin, tetapi setiap ucapannya begitu mengena di hati nita.     

"Tapi saya bukan bermaksud seperti dokter, saya hanya ingin menyampaikan apa yang saya lihat untuk terlebih dulu saya laporkan pada dokter.. " nita berusaha sekuat tenaga membela dirinya sendiri, karena nita merasa dia tidak seperti yang aline bicarakan.     

"Jadi kamu mau bilang kalau aline tidak benar melaporkan pasien? " pertanyaan dokter edwin justru lebih memperkeruh suasana.     

Nita menarik nafasnya begitu dalam, dia sudah merasa geram dengan perkataan yang selalu menyudutkannya dari dua orang dihadapannya itu.     

"Dokter, pasien datang dengan keadaan sesak. Respirasi empat puluh lima kali per menit, pasien datang dengan diagnosis preeklamsi berat. Oedema anasarka, terlihat sianosis di akral.. " nita lalu membuka buku status pasien, dan memperlihatkan halaman yang dia buka pada dokter Edwin. "dari status PONEK pasien alihan dari ruangan penyakit dalam dengan diagnosa CHF III plus PPCM. Saya hanya ingin menanyakan apakah resusitasi cairan dengan tetesan cepat tidak akan mempengaruhi kerja jantungnya, karena saya tidak paham tentang penyakit seperti itu jadi saya mau menanyakannya terlebih dulu daripada terjadi kesalahan. "     

Dokter edwin mendengarkan semua perkataan nita sambil memfokuskan matanya pada setiap tulisan di buku status, dia mulai menyadari kesalahannya dengan begitu cepat berbicara ketus pada nita karena ketidaksukaannya.     

"Saya lihat dulu pasiennya " dia berjalan menuju tempat tidur pasien ibu Anna yang nita konsulkan.     

Nita segera menyodorkan stetoskop pada dokter edwin, membuatnya tidak bisa mengeluarkan kata-kata melihat kesigapan nita.     

"Siapa yang memasangkan NRM? " tanya dokter edwin.     

"Kak, nita dokter " dengan cepat erin menjawab mendahului aline yang akan bicara.     

"Kenapa kamu memasangkannya? " dokter edwin bertanya seraya menatap nita masih dengan tatapannya yang begitu tajam.     

"Karena saturasinya sembilan empat, dok " nita memberikan jawaban dengan memperlihatkan Pulse oxymeter yang masih terpasang di jari pasien pada dokter edwin.     

Dokter edwin kembali melakukan pemeriksaan, selintas dia melihat ke arah angka yang tertera di Pulse oxymeter yang nita pasangkan pada pasien.     

"Berapa pembukaannya? " lagi-lagi dokter edwin melemparkan pertanyaannya pada nita.     

"Tertutup " jawab nita.     

"Aline kamu hubungi IBS konsulkan pada dokter anestesi dan spesialis jantung, aku akan operasi dengan pasien CHF disertai gawat janin! "     

"Baik, dokter " aline dengan segera menuju nurse station untuk segera melakukan apa yang sudah di perintahkan oleh dokter edwin padanya.     

"Sementara aline konsul dengan dokter anestesi dan spesialis jantung, kamu observasi pasien dari tanda-tanda vital sampai denyut jantung janin.. " dan kali ini giliran nita yang mendapatkan instruksi dari dokter edwin.     

"Baik dokter "     

"Darimana kamu belajar menggunakan Pulse oxymeter?dan tindakan gawat darurat.. " sepertinya dokter edwin mulai penasaran dengan kemampuan nita yang mengejutkannya.     

"Sewaktu mutasi di MHCU dok, tapi tidak lama hanya beberapa bulan saja "     

"Pantas saja kamu tahu semuanya.. " dokter edwin menganggukan kepalanya dia masih memperhatikan nita yang sedang membantu erin melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pasien dan merekam denyut jantung bayi dengan NST.     

Nita tidak menghiraukan lagi keberadaan dokter edwin yang masih berdiri di belakangnya, dia hanya melakukan pekerjaannya itu dengan begitu hati-hati.     

Ada decak kagum yang terlintas sekilas di pikiran dokter edwin, seseorang yang dalam pandangannya yang terlihat manja itu menyimpan kemampuan yang tidak pernah dia sombong kan. Dan sepertinya dia mulai meragukan perkataan semua orang di ruang bersalin tentang Nita.     

"Kak nita pintar sekali " puji erin ketika mereka beristirahat sejenak setelah mengantarkan pasien tadi ke ruang IBS.     

Nita tersenyum, "nanti juga kamu akan terbiasa seperti itu jika melakukan pekerjaanmu dengan teliti dan mencintai pekerjaanmu.. "     

"Aku ke belakang sebentar ya,, " nita beranjak dari duduknya berencana untuk mengambil ponsel miliknya yang dia tinggalkan di loker ruang ganti.     

"Iya kak aku lihat tadi pagi mereka satu mobil, dokter yoga dan nita " nita mendengar suara aline dengan jelas.     

"Jadi selama ini gosipnya benar.. " kali ini suara orang lain yang nita tidak kenal muncul, "dia pintar sekali sampai bisa membuat dokter yoga tertarik padanya, pasti enak jadi simpanan orang kaya! "     

Lalu keduanya tertawa dengan keras, membuat nita mengurungkan niatnya untuk mengambil ponselnya yang dia tinggalkan di loker.     

Nita menyimpan satu tangan di dadanya sambil melangkahkan kakinya kembali ketempat dimana dia dan Erin beristirahat. Dia telah menyadari dari semua teman-teman yang dikenalnya tidak semua orang menyukainya, tapi dia merasakan sakit dihatinya mengingat aline adalah rekan satu pekerjaan yang dulu sangat dekat dengannya.     

"Kamu sudah makan? " tanya yoga sore itu di dalam mobil.     

"Belum " jawab nita pendek.     

"Nanti kita makan sama-sama ya.. " ajak yoga sambil sesekali melihat ke arah nita yang tidak seperti biasanya bersikap murung.     

"Iya " hanya satu kata yang keluar dari mulut nita.     

Yoga mengambil kesimpulan dari sikap dan raut wajah istrinya itu kali ini, sepertinya dia mulai merasakan hal-hal yang membuatnya sedih.     

"Aku tadi mengirimkan beberapa pesan, tapi kamu tidak menjawabnya satupun " ucap yoga.     

Mendengar ucapan yoga, nita dengan segera mengambil ponsel yang dia simpan di dalam tasnya, dan melihat notifikasi yang tertera di ponselnya. Enam kali panggilan tidak terjawab dan tujuh pesan yang belum dibacanya dan itu semua dari yoga.     

"Maaf,, tadi aku lupa dimana menyimpan ponselnya " nita merasa tidak enak hati pada yoga dan akhirnya menjawab dengan kebohongan.     

"Tidak apa-apa, aku tahu kamu pasti sibuk " yoga menjawab seraya tersenyum pada nita."aku boleh menyampaikan sesuatu? "     

"Apa? " nita balik bertanya.     

"Tadi pagi itu, istriku terlihat sangat begitu cantik. Dengan seragam yang dipakainya, bibirnya yang berwarna pink, dan rambutnya begitu rapi dengan ikatan rambutnya. Dan sekarang.. " yoga menunggu reaksi nita terhadap perkataannya.     

Nita tersenyum tidak berkata apapun dia hanya melihat ke arah yoga dan menunggunya melanjutkan ucapannya.     

"Dan sekarang,,, seperti lion heart! " lanjut yoga, "di wajahnya tidak senyuman manis, lemas karena belum mendapat mangsa untuk dimakan, rambutnya acak-acakan seperti singa.. "     

"Kenapa juga bawa-bawa lion heart,awas ya.. " nita tertawa kecil mendengar semua komentar yang yoga lontarkan untuknya, dia memberikan cubitan kecil di pinggang yoga. Membuat yoga meraung kesakitan.     

Dan akhirnya yoga menemukan senyuman indah di wajah Nita.     

Yoga rela untuk merasakan kesakitan agar wanita disampingnya itu mengeluarkan senyumannya...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.