cinta dalam jas putih

Diam sebagai jawaban terbaik



Diam sebagai jawaban terbaik

0"Jadi, kamu tahu kan bidan kanita yang bertugas di poli kebidanan itu ternyata simpanannya dokter yoga! " cetus seseorang di dalam toilet wanita yang berada di rumah sakit.     

Dua orang wanita berseragam putih tengah mengobrol, tepat di depan pintu toilet karyawan.     

"Pantas saja, ada surat mutasi tapi dokter yoga yang menolaknya. Dan dia juga maju jadi kandidat calon kepala ruangan.. " satu dari dua wanita itu menanggapi gosip yang sudah di dengarnya. Dia tersenyum sinis sambil bercermin "kalau wajah cantik sih gampang.. tinggal godain, jadi simpanan, pasti semua yang dia mau di dapat "     

Lalu keduanya tertawa bersamaan, terdengar begitu puas menertawakan orang yang mereka tidak kenal sama sekali. Dan pergi menjauh, meninggalkan toilet.     

Beberapa menit sepeninggal dua orang yang bergosip, satu dari empat pintu toilet yang berjajar terbuka. Nita memutarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan, memastikan sudah tidak siapapun.     

"Aku sama sekali tidak tahu kalau ada surat mutasi untukku.. " nita berkata sendiri seraya memandang wajahnya di depan cermin yang terpajang di toilet."Ini pasti ulah oppa dokter! "     

Nita berjalan meninggalkan toilet dengan pikirannya yang masih berpusat pada apa yang dia dengar tadi. Dia baru menyadari, bahwa selama ini di belakangnya ada banyak orang-orang yang belum mengetahui statusnya dan membicarakannya di sisi negatif.     

"Na, kamu tahu nggak soal aku yang seharusnya di mutasi? "     

Pertanyaan nita itu membuat edna hampir tersedak baso yang sedang dimakannya di kantin siang ini.     

Nita tersenyum melihat reaksi dari sahabatnya itu, "enggak usah dijawab deh, aku sudah tahu jawabannya walau hanya lihat dari ekspresi wajah kamu "     

Edna meneguk air minum yang di pegangnya sebelum menjawab pertanyaan Nita, "kamu tahu dari siapa? aku kan nggak bilang.. "     

"Nggak bilang karena lupa? atau.. karena dokter yoga yang melarang? "     

"Aku.. pilih nggak jawab deh, takut salah "     

Nita tertawa kecil melihat kelakuan sahabat dekatnya itu, walau bagaimanapun dia tidak bisa menyalahkan Edna yang memilih menyembunyikannya dari Nita. Karena dia juga tahu, yoga pasti yang membuat edna tidak membicarakannya.     

"Nita " panggil seseorang dari arah nita, suara seorang wanita dari arah belakangnya.     

Nita memutar pandangannya ke arah suara, dan memberikan senyuman pada sosok seorang wanita yang dia kenal sebagai seniornya di ruang bersalin.     

"Kak Sani, apa kabar? " nita menggapai tangan wanita bernama Sani, dan mencium punggung telapak tangan sang senior.     

"Lama sekali tidak melihatmu, nit " dia terduduk di samping nita. "kamu kenapa menolak untuk mutasi ke ruang bersalin? bukannya kamu direkomendasikan menjadi kandidat kepala ruang bersalin.. "     

"Tapi, kak Sani.. " Edna berniat memotong pembicaraan kakak seniornya itu, tapi terhenti ketika melihat nita yang memberikan isyarat padanya untuk tidak mengatakan apapun dengan kedipan kedua matanya.     

"Kamu mau mengatakan apa? " tanya kak Sani pada edna.     

Edna tersenyum ketakutan dan hanya menjawab dengan gelengan kepala.     

"Nita, kamu tahu untuk menjadi kepala ruangan itu tidak cukup hanya karena kedekatanmu dengan dokter yoga. Kamu harus punya kemampuan yang bisa kamu tunjukan.. " tatapan sinis sang senior pada nita begitu terlihat mengerikan dari cerita horor.     

"Kemampuan itu hanya bisa di lihat dari kerja nyata, bukan dari kecantikan, apalagi memiliki hubungan gelap. Kalau kamu memang mau bersaing menjadi kepala ruangan, sebaiknya kamu menyetujui tentang mutasi itu.. "     

Nita hanya terdiam mendengarkan setiap perkataan yang bernada sindiran padanya. Di wajahnya masih terlihat ketenangan, bahkan dia masih bisa memberikan senyuman kecilnya.     

"Semua staf ruang bersalin jelas akan menolak jika pemimpin kami memiliki kualitas moral yang jelek, walaupun dia begitu pandai dan mahir di semua tindakan. Sebaiknya kamu berpikir kembali, sebelum kamu menjadi malu nantinya "     

Sosok bernama Sani itu beranjak dari duduknya, melangkahkan kakinya meninggalkan nita dan edna yang masih terduduk.     

"Arghh.. " edna geram sedikit berteriak, matanya membulat ke arah nita."kenapa kamu hanya diam, kanita?? "     

"Sudah jelas-jelas dia menghinamu, mereka belum tahu saja kalau kamu itu istrinya dokter yoga! " sambung edna.     

Nita tetap pada diamnya, karena dia tahu sebagian besar teman-temannya tidak mengetahui hubungannya dengan yoga. Karena dulu, ketika nita mengalami keguguran yoga membawanya ke rumah sakit lain.     

Dan kejadian tadi adalah hal biasa yang dia hadapi, selama bertahun-tahun bekerja. Para seniornya selalu terbiasa mengungkapkan ketidaksukaan mereka langsung. Dari semua yang banyak orang sebut pembulian itu justru membuat nita dan sahabat satu angkatannya menjadi pribadi yang kuat.     

"Menurutku perkataan yang belum tentu kebenarannya itu seperti sampah.. " nita menanggapi pertanyaan edna, "aku diam karena untuk menunjukan kalau aku tidak mau menerima sampah-sampah itu, jika kita diam kata-kata itu akan terbuang begitu saja. Berbeda jika aku menjawab semua tudingan kak Sani, itu sama saja aku menerima semua sampah-sampah yang dia berikan.. "     

"Karena mau seperti apapun kita membela diri, mencoba memperlihatkan kebaikan kita jika dipikiran mereka kita sudah tidak bagus akan tetap mereka terima tidak bagus juga.. "     

Mendengar nita begitu tenang menghadapi gunjingan yang ditujukan padanya, membuat Edna semakin terkagum pada sahabatnya itu.     

"Kamu yang sabar ya, nit.. " edna memberikan semangat pada nita "aku akan tetap mendukungmu, karena aku tahu kamu memang yang terbaik diantara semuanya "     

"Tumben, kasih pujian! " cetus nita seraya tertawa kecil.     

Nita menyembunyikan perasaan sesungguhnya. Perasaan sakit hatinya di depan sahabatnya itu, kelima jari nita terlihat gemetar dan dia mencoba menenangkan dirinya sendiri.     

Jam di dinding kamar menunjukan pukul sebelas malam ketika Nita mendengar suara mobil yoga, dia segera beranjak dari tempat tidurnya dan menghampiri yoga yang baru masuk ke dalam rumah.     

"Kenapa belum tidur? "     

"Belum ngantuk.. " nita tersenyum dan mencium tangan yoga, mengambil alih tas dan jas putih yang dipegang suaminya itu.     

"Sudah makan? " tanya nita, "kalau belum makan nanti aku siapkan.. "     

"Kamu istirahat saja.. bukankah besok harus bangun pagi-pagi mengurus axel " yoga mengambil tas dan jas yang telah nita bawa dengan satu tangannya, satu tangannya yang lain merangkul pundak nita. Membawanya berjalan bersama ke dalam ruang tidur.     

"Operasi cito kah? " tanya nita kembali, matanya masih terus memperhatikan yoga.     

"Iya, tiba-tiba vk menelpon ada post partum dengan suspek ruptur uteri, lapor dengan keadaan pasien syok hipovolemik dan anemia.. "     

Nita masih fokus pada yoga yang bicara di hadapannya.     

"Karena oppa dokter tidak mau makan, sekarang istirahatlah! " nita membawa yoga untuk berbaring di atas tempat tidur.     

"Tapi ini belum mandi.. " yoga berniat untuk bangun dari tidurnya, tetapi nita sudah lebih cepat menyimpan kepalanya di dada yoga membuat laki-laki itu dalam posisi semula.     

"Nggak perlu mandi, oppa dokter masih wangi juga.. " nita melingkarkan satu tangannya di pinggang yoga.     

Ada senyuman di wajah Nita saat memeluk yoga, dia mengurungkan niatnya untuk menanyakan sesuatu pada suaminya itu. Melihat kelelahannya di wajah yoga membuat nita merasa menjadi orang yang sangat jahat, jika harus memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut dirinya.     

"Aku tahu, alasan oppa dokter menolak surat mutasi itu adalah untuk kebaikanku.. " suara nita dalam hatinya, dia mempositifkan pikirannya.     

"Aku hanya perlu mengikuti semua yang kamu inginkan, karena aku percaya kamu.. " lagi-lagi Nita berkata dalam hatinya, mencoba memejamkan matanya dan tidur dalam pelukan yoga...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.