cinta dalam jas putih

Air mata seorang lelaki



Air mata seorang lelaki

Pagi-pagi sekali Nita sudah mendapat pemandangan yang sangat menyenangkan di ruang poliklinik tempatnya bekerja.     

" Kenapa senyum-senyum? " Edna bertanya pada Nita yang melihat dokter yoga sedang di kelilingi mahasiswi-mahasiswi cantik bimbingannya.     

" Cemburu yah? " ledek Edna.     

Nita tertawa kecil, matanya terlihat menyipit tapi begitu tajam ke arah Edna.     

" Anggap saja ini seperti sedang syuting drama Korea, yang oppa-oppa dokter itu "     

Edna terkekeh sambil menyikut kecil tangan nita.     

" Bilang saja kalau cemburu, gak perlu jaim seperti itu di depan aku "     

" Terus aja ledekin aku sampai berbusa deh itu bibirnya! " cetus nita.     

" Habis kamu itu seperti manusia yang diciptakan tanpa emosi, adem terus kelihatannya " ledek Edna terus menerus pada Nita, dia memang sengaja ingin membuat sahabat terbaiknya itu marah.     

" Memangnya aku manusia berhati kulkas yang selalu dingin! " Nita memonyongkan bibirnya ke arah Edna.     

Nita tersenyum sinis menyaksikan pemandangan yang begitu membuatnya sedikit risih, dia harus menyaksikan suaminya itu begitu dekat bahkan bisa dibilang terlalu akrab dan teramat sangat dekat terutama dengan mahasiswi yang bernama syila itu.     

Setelah hampir dua jam, bimbingan penuh ke akraban itu pun selesai. Nita segera masuk dengan membawa setumpuk arsip pasien yang sama seperti dia harus menunggu begitu aktor utama selesai bermain drama bersama artis-artis cantik.     

" Ini status pasien hari ini! " nada bicara Nita ketus, dia menyimpan arsip yang dipegangnya dengan penuh kekuatan dan tenaga.     

Yoga terkejut ketika arsip disimpan di atas meja yang terletak tepat di depan dia duduk, bukan karena setumpuk arsipnya. Melainkan karena Nita menyimpannya dengan begitu bertenaga, dan tatapan matanya yang seperti menandakan bahwa wanita yang selalu terlihat cantik saat menggunakan seragam putihnya itu sedang marah padanya.     

" Nanti sore ada acara pekan olahraga di sekolah Axel, usahakan datang walaupun hanya sebentar "     

Nita masih memasang wajah seriusnya di hadapan yoga.     

" Aku usahakan datang, tapi hari ini ada jadwal satu operasi gynekologi, mioma uteri "     

Nita menanggapi ucapan yoga dengan kerutan di dahinya, operasi gynekologi yang akan di lakukan yoga pasti akan sangat memakan waktu yang lama. Belum lagi jika terjadi perlengketan, itu akan menambah waktu operasi. Dipastikan yoga tidak akan datang, Nita sudah dapat menebaknya.     

" Kamu sedang kesal? " yoga mulai mengintrogasi Nita.     

Ditodong perkataan seperti itu Nita hanya terdiam tidak menjawab pertanyaan dari yoga.     

" Atau kamu cemburu karena aku bimbingan terlalu lama dengan koas tadi? "     

Nita tersenyum sinis dan matanya tertuju pada sosok yoga yang masih terduduk di kursinya.     

" Pak dokter mau saya menjawab pertanyaannya atau saya panggilkan pasien yang sudah menunggu hampir dua jam? mereka tidak tahu kalau tadi itu dokternya keasyikan ngobrol dengan wanita-wanita muda yang cantik "     

Yoga seketika tertawa kecil, terlihat dia menganggukkan kepalanya. Dia sudah mengetahui jawabannya sendiri, walaupun Nita tidak mengakuinya tapi dia begitu memperlihatkannya sangat jelas ketika dia cemburu.     

Tapi bukanlah sifat Nita yang jika dia marah ataupun cemburu diluapkan dengan penuh emosi dan sindiran. Yoga begitu tahu sikap diam seribu bahasa adalah bentuk ungkapan saat dia marah. Karena dia adalah wanita istimewa, dia selalu menganggap bahwa bicara saat emosi itu hanya akan membuang-buang tenaganya.     

" Nita, diluar ada pemandangan bagus! " Edna yang muncul tepat di depan pintu bicara sedikit berbisik.     

Nita yang sedang merapikan tasnya mengernyit, dia tidak lantas mengikuti Edna yang ketika selesai mengatakan sesuatu pada Nita tiba-tiba menghilang.     

Karena hari ini dia harus langsung menghadiri acara yang sekolah Axel adakan, dia harus datang tepat waktu agar putranya itu bersemangat saat berlomba.     

" Ada apa na? " Nita berdiri di belakang Edna yang seperti sedang menonton pertunjukan, begitu banyak orang berkumpul sekarang ini.     

Nita melihat ke seluruh arah di sekelilingnya, dari keluarga pasien, mahasiswi kebidanan, keperawatan, termasuk petugas rumah sakit seperti sedang menyaksikan sesuatu yang menakjubkan.     

" Mereka muncul sebentar lagi " Edna bicara tanpa melihat ke arah Nita, dia masih fokus dengan apa yang dilihatnya.     

" Itu kan para kontestan jajaka yang ada di iklan kemarin! " cetus Nita.     

" Iya " Edna menganggukan kepalanya.     

" Ternyata mereka medical check up disini " sambung Edna.     

Kedua mata Nita seketika langsung berbinar-binar, melihat sekumpulan para pria muda dengan postur tubuh yang tegap, atletis, muda, dan tentu saja berwajah keren sekelas ji Chang Wook. Dan yang pasti mereka yang berada dihadapan Nita ini dijamin tampan asli tanpa operasi plastik.     

" Aku jadi pengen muda lagi, kalau lihat cowok-cowok keren seperti itu " Edna mundur selangkah dari posisinya dan berdiri di samping di Nita.     

" Iya aku juga " Nita mulai terhipnotis menyaksikan apa yang ada di hadapannya.     

Edna tersenyum gemas ketika melihat satu dari kumpulan lelaki keren itu melambaikan tangannya.     

Tiba-tiba pundaknya di tepuk seseorang dari arah belakang.     

" Apa,,, "     

Edna tidak melanjutkan kata-katanya ketika melihat seseorang disampingnya itu dokter yoga, dia menutup bibirnya dengan kedua tangannya dan melangkah mundur meninggalkan nita tanpa sepengetahuan Nita.     

" Tampan kan?? "     

" Iya " Nita refleks menjawab pertanyaan yoga, membuat Nita seketika melirik ke arah suara yang awalnya dia mengira adalah Edna sahabatnya.     

Nita terlemas ketika melihat yoga yang berdiri di sampingnya, dengan senyuman yang begitu lebar ke arahnya.     

" Bukankah kamu tidak ingin terlambat pergi ke sekolah Axel? "     

Nita tampak masih terlihat syok melihat kehadiran yoga, sampai setelah beberapa detik dia tersadar dan tersenyum kaku.     

" Aku baru mau berangkat sekarang "     

Nita berusaha untuk menghindari ketika melihat yoga yang marah dengan berniat segera melangkahkan kakinya.     

" Arah pintu keluar sebelah sini! "     

Yoga menghentikan langkah ketiga Nita saat pergi meninggalkannya.     

" Aduh, kenapa bisa salah jalan sih " teriakan Nita dalam hatinya, dia lalu berbalik dan menghampiri yoga yang masih berdiri di posisinya.     

" Sepertinya laki-laki muda dan keren itu sudah menghipnotismu sampai kamu lupa jalan " sindir yoga yang membuat seketika wajah Nita memerah.     

Nita tidak menggubris semua sindiran yoga, dia hanya memasang wajah polos sebagai senjata.     

" Di depan pak itor sudah menunggu di mobil, dia yang akan mengantarmu ke sekolah Axel "     

" Baiklah "     

Segera saja Nita berjalan cepat meninggalkan yoga, dan kali ini dapat dipastikan dia tidak akan salah jalan.     

Beruntunglah yoga sudah berbaik hati mengirim pak itor untuk mengantarnya ke sekolah Axel, dia tepat waktu sampai disana.     

Melambaikan tangannya ke arah Axel yang melihatnya.     

Dia tampak tengah bersiap-siap untuk masuk ke arah lapangan untuk mengikuti lomba lari estafet. Dan Axel menjadi tim yang menuju ke arah garis finish.     

" Semangat! " nita memberikan isyarat pada Axel dari kejauhan, walaupun Nita sedikit cemas saat tahu Axel mengikuti lomba lari estafet di sekolahnya.     

Dia sama sekali tidak pernah melihat Axel melakukan olahraga apapun di rumah, dia hanya melihat putra kesayangannya itu bermain komputer dan mengerjakan tugas sekolahnya saja.     

Meskipun begitu nita tetap berpikiran positif memberikan semangat pada Axel, dan percaya pada kemampuannya. Walaupun hasilnya sesuai dengan apa yang di cemaskan nita, Axel kalah cepat berlari dengan lawannya.     

" Jangan sedih, inikan hanya perlombaan "     

Nita menghibur Axel yang masih terduduk di lapangan sekolahnya, wajah kekecewaan begitu terlihat pada Axel.     

" Tapi aku tidak suka kekalahan Bu, aku malu jika aku harus kalah "     

Nita tersenyum duduk di samping Axel yang termenung begitu lama, sampai langit pun berubah menjadi berwarna jingga menandakan hari telah petang dan suasana lapangan telah sepi.     

" kalah itu bukan berarti membuat malu, itu artinya kamu harus berusaha lagi "     

Nita menjangkau pundak Axel dengan satu tangannya.     

" Kamu tahu alasannya? " tanya Nita.     

Axel hanya menjawab dengan gelengan kepalanya.     

" Ayo ikut bubu " Nita beranjak dari duduknya dan membawa Axel ikut bersamanya. Nita membawanya ke suatu tempat.     

" Mau apa kita kesini, Bu? " Axel kebingungan ketika Nita membawanya ke tempat para juri memberikan hadiah pada sang pemenang tadi.     

Terdapat sebuah tangga yang tersusun dengan terdapat angka satu sampai tiga, tempat para pemenang lomba berdiri.     

Nita naik ke atas tangga yang bertuliskan nomor satu, dan mengulurkan tangannya ke arah Axel untuk mengikutinya naik ke atas berdiri di tempat yang sama dengan Nita.     

" Tidak akan cukup bubu " Axel masih kebingungan.     

" Seperti ini kamu harus memahami sebuah kemenangan di perlombaan, tidak mungkin ada dua juara di tempat ini. Sekarang Axel pikirkan jika kamu dan bubu bersaing menginginkan tempat yang sama siapa yang akan menang? "     

" Pastilah bubu, aku kan masih kecil. Tenaga bubu pasti kuat karena sudah dewasa "     

Nita tersenyum sebelum berbicara kembali pada Axel.     

" Karena di dalam perlombaan olahraga yang dibutuhkan bukan hanya strategi yang bagus, tenaga juga sangat penting "     

" Dan tenaga kamu itu sudah di khususkan pada bidang lain, bukan olahraga " sambung Nita.     

" Tapi ayah dan ibu pasti tidak akan gembira jika aku kalah "     

Nita memeluk Axel dengan cepat dan mengusap lembut kepalanya. Dia merasa ada sedikit masalah metode pengasuhan Axel dulu, sehingga membuatnya begitu merasa terbebani ketika harus menerima kekalahan.     

" Itu dulu, sekarang kamu tinggal dengan bubu. Apapun hasil yang kamu dapatkan kamu tetap yang terbaik "     

" Kamu tidak harus menjadi nomor satu di sekolah hanya untuk menjadi kebanggaan orang tua, karena manusia terbaik itu bukan dilihat dari nilai ujian atau juara satu di setiap perlombaan. Tapi jika kamu sudah bermanfaat untuk orang lain di sekitarmu itulah yang disebut manusia terbaik "     

" Aku harus bagaimana Bu supaya bermanfaat untuk semua orang? "     

Nita tersenyum senang melihat raut wajah Axel yang mulai berubah, tidak tampak kesedihan di wajahnya.     

" Membantu teman-temanmu saat kesulitan, menghibur ayah dan bubu supaya tersenyum setelah seharian lelah bekerja "     

Axel tertawa kecil " owh, ternyata mudah sekali Bu. Aku mau menjadi orang seperti itu supaya banyak yang menyukaiku "     

Nita pun ikut tertawa menanggapi ucapan Axel, dia masih terlalu kecil untuk diberi penjelasan yang lebih panjang tentang semua yang mereka bicarakan. Yang terpenting adalah hari ini Axel dapat mengambil sisi positif dari kekalahan yang di dapatnya hari ini.     

" Bagaimana kalau sekarang Axel lomba lari dengan bubu? "     

Nita berdiri di samping Axel, membuka satu persatu sepatu yang di pakainya. Dan menyingsingkan lengan baju seragam putih-putih kebanggaannya.     

" Siapa takut " Axel menerima tantangan dari ibu sambungnya itu dengan senang hati.     

Mereka sudah bersiap-siap mengambil posisi dan Nita yang mulai menghitung mundur.     

" Tiga,,, "     

Axel dan Nita bersiap dalam posisi setengah jongkok.     

" Dua,,, "     

" Laki-laki itu harus melawan laki-laki "     

Tiba-tiba yoga muncul di tengah-tengah mereka, dia sudah melepaskan jas putihnya untuk bergabung bersama Nita dan Axel.     

" Ayah!! " teriak Axel kegirangan.     

Yoga tertawa kecil, mengusap lembut rambut Axel.     

" Ayah bangga padamu " ucapnya sambil menatapi wajah Axel " Ayah minta maaf jika selama ini ternyata membebanimu dengan keinginan ayah "     

Tentu saja Axel belum mengerti sama sekali apa yang di ucapkan ayahnya itu, dia hanya tertawa senang dengan kehadiran sang ayah walaupun sangat terlambat.     

" Sekarang kita mulai lombanya " suara Nita membuat Axel dan yoga bersamaan beralih padanya.     

" Baiklah,,, "     

Yoga dan axel sudah bersiap pada posisinya masing-masing.     

" Tiga,,,dua,,,satu,,, "     

Kedua laki-laki terbaik dalam kehidupan Nita berlari di hitungan terakhir, tawa bahagia terlihat di kedua wajah mereka.     

Ini pertama kalinya Nita menyaksikan mereka begitu akrab dan saling mengerti satu sama lain.     

" Aku ayah yang gagal " yoga mengecilkan volume suaranya disamping Nita, dia lalu memandang ke arah Nita.     

" Terima kasih sudah menjadi bagian dari kehidupan kami "     

Nita tersenyum dan menggapai satu tangan yoga.     

" Oppa dokter tetap akan menjadi ayah yang terbaik, dan aku mengaguminya setiap saat "     

Yoga ikut tersenyum akan tetapi Nita melihat di sudut matanya terlihat lelehan air mata. Dia bergegas menggapai Nita dan memeluknya.     

" Aku harus mengakui, bahwa melihatmu bicara dengan Axel tadi membuatku malu "     

" Ada apa? " Nita terkejut mendapati laki-laki yang selama ini begitu kuat dihadapannya, meneteskan air matanya.     

" Kamu adalah wanita yang pertama membuat aku begitu terharu atas semua ucapan dan tindakan yang kamu berikan pada Axel tadi "     

Nita kini menyadari bahwa yoga melihatnya ketika dia dan Axel bicara tadi, lengkungan bibir membentuk senyum terlihat di wajah Nita dia memberikan usapan lembut pada punggung yoga.     

" Aku pikir ada apa " Nita menghapus jejak air mata di wajah yoga.     

" Oppa dokter harus ingat, seseorang yang sudah membuat kita menangis adalah orang yang akan sangat sulit dilupakan "     

Seketika tawa yoga muncul ketika mendengarkan ucapan nita.     

" Aku mohon jangan tinggalkan aku dan Axel "     

Nita tersenyum mendengar permintaan dari yoga dan mengetuk-ngetuk kan satu jari telunjuk di keningnya.     

" Bagaimana ya,,,sepertinya aku pikir-pikir dulu jawabannya,, "     

Mendengar jawaban Nita yang sengaja mempermainkannya membuat dia membalas dengan menggelitik pinggang Nita dengan kelima jarinya.     

" Iya, aku janji " Nita akhirnya menyerah karena kegelian.     

" Kalau ada laki-laki yang berani membawamu, aku pasti akan menculikmu! "     

" Pak dokter ingat usia, masih ngegombal terus " ledek Nita.     

Nita berharap bisa merubah semua kesedihan yang terjadi dalam mimpinya dulu, dan memberikan kebahagiaan untuk orang-orang yang dia sayangi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.