cinta dalam jas putih

Junior VS Senior



Junior VS Senior

0"Ibu kanita! " Seseorang memanggil nita pagi ini ketika dia baru saja dari mobil.     

Dia menoleh ke arah suara dan mendapati sosok Dion yang sudah berdiri di hadapannya.     

"Dion " Nita teraneh dengan kehadiran dion sepagi ini seperti satu kesengajaan dia yang tiba-tiba menghampirinya.     

"Dokter " dion menyapa yoga yang muncul beberapa saat kemudian.     

Yoga menjawab sapaan Dion dengan senyuman, "ada apa tumben pagi-pagi sekali sudah berdiri disini? "     

"Dokter saya mau bertanya pada ibu kanita tentang jadwal dinas erin " jawabnya.     

Nita menoleh ke arah yoga yang tersenyum ke arahnya, matanya seperti mengisyaratkan pada Nita bahwa apa yang dia katakan kemarin malam tentang Dion adalah benar.     

"Kalau tidak salah hari ini jaga malam " dia tersenyum ke arah dion.     

"Kamu harus percaya kata-katanya, karena hanya dia kepala ruangan yang tahu persis jadwal setiap individu stafnya " di perkataan yoga pada dion itu terselip pujian pada nita.     

Senyuman lebar tidak sedikitpun hilang dari wajah nita mendengar pujian dari suaminya itu.     

Nita menanggapi ucapan yoga dengan senyuman lebar.     

"Kalau kamu mau ada sedikit curhat hal-hal yang membuatmu bingung, dokter yoga jagonya " ucapan Nita seolah-olah dia dapat menebak kedatangan Dion padanya pagi ini, "dokter yoga itu laki-laki yang paling bijak ketika kita di bingungkan dengan satu keputusan "     

Dion menelan ludahnya bulat-bulat mendengar apa yang diucapkan nita padanya, dia tahu sekali apa yang sedang ada dalam pikirannya saat ini, membuatnya menjadi salah tingkah karena rasa malu. Dan pasangan yang saling melemparkan pujian ini membuatnya sadar dan percaya bahwa pasangan sempurna yang dia percayai tidak akan pernah ada ternyata begitu nyata ada di dunianya dan berdiri dihadapannya.     

Nita tersenyum dengan sikap diam yang Dion perlihatkan, "semoga keputusan yang kamu ambil itu adalah yang terbaik dan memang yang kamu inginkan dalam hidupmu "     

Nita berbalik dan berjalan menghampiri yoga yang berdiri di belakangnya.     

"Kenapa aku juga harus dilibatkan di cerita cinta-cintaan seperti ini? " Volume suara yoga begitu pelan dengan kedua matanya memandangi nita yang masih dalam senyumannya.     

"Karena sudah ada dalam peraturannya, wanita yang tidak memiliki hubungan saudara atau ikatan pernikahan saling curhat satu sama lain dengan laki-laki! " Nita lalu meraih tangan kanan yoga dan menciumnya, dia hanya mengingatkan pada permintaan yang dibicarakan yoga semalam "jatuh cinta itu biasanya dimulai karena rasa simpati "     

Dia lalu menjulurkan lidahnya ke arah yoga yang masih mendengarkannya bicara.     

Tawa kecil yoga muncul, "kamu ini.. "      

Senyuman lebar muncul di wajah Nita, "nanti beritahu aku ya suamiku yang paling keren, apa saja yang sudah kalian bicarakan! "     

Dia dengan cepat berjalan meninggalkan yoga dan Dion, membiarkan kedua laki-laki itu bicara berdua.     

Yoga menyembunyikan senyumannya dari Dion dengan pura-pura mengusap keningnya, dia telah dibuat nita memiliki satu pekerjaan tambahan menjadi seorang konselor percintaan anak muda dengan alasan yang benar-benar membuatnya tidak dapat menolaknya lagi.     

"Jadi apa yang ingin kamu bicarakan " yoga memulai pembicaraan dengan Dion yang berdiri disampingnya. Dia sedikit kebingungan untuk menanyakan hal yang harus dia ucapkan di awal pembicaraan mereka. Jika itu tentang keputusan medis akan sangat mudah baginya, tetapi kali ini yang akan mereka bicarakan adalah tentang kegalauan anak muda yang sama sekali belum pernah dia lakukan pada stafnya.     

"Ternyata sulit juga membuat komunikasi seperti ini! " Cetus yoga dalam hatinya, "dan nita melakukannya pada semua rekan kerjanya terlihat sangat mudah, dia itu benar-benar hebat! "     

Senyuman tipis yoga muncul setelah dia memuji istrinya sendiri.     

"Ibu kanita pasti sudah menceritakan tentang saya dan Erin " ucap Dion, "saya hanya merasa bersalah karena telah berbohong pada Erin ketika pergi dengan filla kemarin, itulah alasan saya menanyakan jadwal Erin. Saya berencana akan meminta maaf padanya, karena dia tidak menjawab telpon saya "     

"Perasaan bersalah ini terus saja muncul di pikiran " dion kembali melanjutkan ucapannya.     

Yoga tersenyum tipis, "untuk apa kamu meminta maaf pada Erin karena perasaan bersalahmu itu? Kalian kan hanya berteman bukan sepasang kekasih! "     

Dia sedikit memperjelas hubungan Dion dengan Erin yang sebenarnya dia ketahui dari nita.     

"Lalu apa salahnya kamu berjalan dengan filla? Kenapa kamu harus meminta persetujuan erin terlebih dulu? "      

Semua pertanyaan dari yoga itu membuat dion terdiam dan memikirkannya.     

"Kamu hanya tinggal memilih saja " ucap yoga, "Erin yang sudah membuatmu merasa nyaman, atau filla yang merupakan ambisi lamamu yang belum tercapai dulu! "     

"Yang harus kamu ingat adalah bahwa rasa nyaman itu bersifat permanen dan cenderung berjangka panjang, berbeda dengan rasa penasaran yang akan hilang setelah semua keingintahuanmu itu terjawab "     

Dion memikirkan dalam-dalam apa yang diucapkan yoga padanya.     

"Wow, saya tidak pernah berpikir seperti itu dokter " dion benar-benar terpukau dengan setiap ucapan laki-laki yang menjadi pimpinannya itu, "ibu kanita memang benar ketika merekomendasikan dokter sebagai orang yang patut saya dekati ketika sedang memiliki keputus asaan saat mengambil mengambil keputusan "     

Yoga tertawa malu ketika dipuji seperti itu, "ibu itu terlalu berlebihan memuji saya, pada kenyataan dialah yang paling hebat. Justru saya yang lebih banyak belajar darinya "     

"Dokter beri saya sedikit tips agar memiliki keluarga seperti dokter dan ibu kanita, saling menghormati dan sangat bahagia "     

"Benarkah kami seperti itu? " Dahi yoga berkerut seraya menoleh ke arah dion yang memberikan jawaban dengan anggukan kepalanya.     

Yoga tersenyum tipis, "saya bukan orang sempurna seperti yang kamu bayangkan, kesalahan terbesar pun pernah saya lakukan pada istri. Tapi kemudian mencoba belajar dari kesalahan, karena saya belajar ternyata menerima kenangan masa lalu itu sangat penting. Bukan berarti kita akan hidup di dalam kenangan tersebut tapi menjadikannya pengingat. Itu juga kanita yang mengatakannya "     

Yoga menepuk pundak Dion pelan, "kamu harus ingat satu hal saja sebagai seorang laki-laki, bahwa pasangan yang kamu pilih sebenarnya merupakan cerminan dirimu sendiri. Apa yang kamu biasa lakukan, pasti akan dilakukan pasanganmu. Kamu percaya bahwa orang baik akan mendapatkan orang baik juga, walaupun selalu ada pengecualian orang baik mendapat pasangan yang tidak baik tapi kebaikannya itu akan membawa seseorang ke dalam perubahan dari yang tidak baik menjadi sangat baik.. "     

Senyuman tipis terlihat di wajah yoga, "jika kamu ingin kehidupan bahagia, jangan meminta pasanganmu memberikanmu kebahagiaan. Tapi kamulah yang harus memberikan kebahagiaan terlebih dulu, menjadi laki-laki harus seperti itu "     

Bibir Dion terlihat menganga diberikan sederetan kata-kata bijak dari seseorang yang terkenal sangat tegas dan terkesan arogan di tempat kerjanya, tapi itu dia lakukan semata-mata hanya untuk prioritas utamanya yaitu keselamatan semua pasien-pasien.     

Dengan cepat mencium tangan yoga untuk menghormati dan menerima semua saran-saran yang begitu menggugah perasaannya, dia ingin berterima kasih karena semua perkataan yoga padanya membuat pikirannya terbuka dan mulai menentukan keputusan.     

"Dokter akan selalu saya anggap sebagai guru dan kakak terbaik saya! " Wajah Dion terlihat sumringah setelah mendengar semua perkataan yoga.     

Yoga sedikit terkejut, ternyata ucapan yang muncul karena diambil dari pengalaman pribadinya itu membuat pencerahan pada Dion. Tapi dia sangat senang jika semua yang diucapkannya dapat membantu dion yang sudah sangat dia percaya.     

"Jadi ternyata erin sudah membuatmu menjadi galau seperti ini! " Celetuk yoga menyindir dion, membuat wajah laki-laki itu seketika memucat dan salah tingkah dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.     

"Dia terlalu baik untuk saya dokter, jadi saya berniat tidak akan melepaskannya " dion bicara dengan malu-malu, "dokter mau memberikan saya tips lagi bagaimana membuat wanita tergila-gila pada kita? "     

Yoga tertawa kecil, "aku justru sebaliknya, alih-alih ingin membuat dia tergila-gila malah aku yang menjadi seperti orang yang ketergantungan padanya! "     

"Ibu kanita bisa membuat dokter seperti itu? " Dion tidak percaya, jika melihat Nita yang lembut dan tidak memberikan kesan mengintimidasi pada pasangannya ternyata membuat seorang dokter yoga mengakui hal yang sangat ditutupi oleh sebagian besar laki-laki demi satu harga diri.     

"Tidak peduli bagiku siapa yang tergila-gila, aku hanya ingin mendapatkan perhatian dan kasih sayangnya terlebih untuk putraku "     

Mereka begitu panjang lebar berbicara sampai tidak menyadari bahwa ruangan yang seharusnya menjadi jadwal mereka hari ini telah terlewat begitu jauh.      

Yoga menertawakan dirinya sendiri, sekarang barulah dia mengerti mengapa para wanita ketika sedang bersama sahabat-sahabat mereka begitu lupa dengan waktu hanya untuk membicarakn sesuatu yang tidak berjudul dan tanpa penutup.     

***     

Nita berjalan memasuki ruangan PONEK yang telah terbaring satu pasien di tempat tidur dan terlihat lula dan filla yang tengah mempersiapkan pemasangan infus pada pasien.     

Dia memutuskan untuk pergi ke dalam kantornya sebelum menanyakan pasien tersebut.     

"Skin test terlebih dahulu sebelum memasukan antibiotik ini " shasya memberikan beberapa jenis obat pada filla, karena lula tengah memasang infus pada pasien.     

"Tidak apa-apakan kamu yang memasukannya? " Tanya shasya, "aku harus mendaftarkan pasien ini terlebih dahulu ke register "     

Filla tersenyum kecil, "tidak apa-apa "     

"Maaf, ya.. " wajah memelas shasya karena merasa tidak enak hati harus melimpahkan pekerjaan, walaupun hal yang dia lakukan itu benar ketika menjadi satu tim yang harus dilakukannya adalah membagi tugas.     

"Aku kan lebih tua darinya! " Gerutu filla dalam hatinya, "beraninya dia memerintah aku! "     

Lula yang sedang telah selesai memasang infus menangkap kekesalan filla. Dia terlihat mengeluarkan tenaga besar ketika memasukan cairan steril ke dalam antibiotik serbuk yang diberikan shasya tadi padanya.     

"Kak, kami selalu melakukan skin test ketika memasukan antibiotik injek " lula sedikit memperingatkan filla yang telah memasukan jarum di selang infus yang telah dipasang luka.     

"Aku sudah bekerja sebagai bidan selama lima tahun " filla berkata dengan senyuman sinisnya, "aku sering menyuntikan ini ketika akan merujuk, semua baik-baik saja "     

"Kalian memang bekerja di tempat bergengsi ini lebih awal dariku " dia melanjutkan ucapannya dengan penuh kesombongan, "tapi pengalaman bekerjaku lebih dari kalian semua "     

Lula mengerutkan dahinya mendengar kesombongan yang filla ucapkan, dia mulai mengeluarkan taringnya dan menjadi seorang yang gila hormat karena merasa dialah yang lebih banyak tahu berdasarkan pengalaman yang dimilikinya.     

"Ibu kanita saja tidak pernah bicara seperti itu walaupun dia lebih pintar, dia yang baru memiliki pengalaman lima tahun saja sudah sombong! " Cetus lula dalam hatinya, dia tidak bisa mengambil alih pekerjaan filla karena dia sudah memasukan obat antibiotik itu melalui selang infus pada pasien.     

Lula memutuskan untuk meninggalkannya, dan menghampiri shasya yang tengah mengisi status pasien.     

"Dia tidak melakukan skin test kak! " Cetus lula pada shasya dengan suara pelan.     

Mata shasya membulat, "kenapa kamu membiarkannya itukan salah! "     

"Aku sudah memperingatkannya " ucap lula, "tapi dia bilang dia lebih memiliki pengalaman kerja dari aku selama lima tahun, kita yang baru seumur tunas toge ini tidak ada apa-apanya, hanya bekerja di tempat bergengsi ucapnya! "     

"Pengalaman semua dia yang dapat! " Lula sedikit kesal dengan ucapan filla tentang hal ini.     

Shasya terlihat menarik nafasnya dalam gelengan kepalanya, mereka berdua seketika terdiam ketika sosok filla yang mendekat dan bergabung dengan mereka.     

Dalam hitungan satu menit ketika mereka tengah menuliskan laporan dan akan melakukan transfer pasien ke ruang bersalin, mereka dihampiri suami dari pasien tersebut.     

"Bu bidan! " Cetusnya, "kenapa wajah istri saya tiba-tiba membengkak dan mengeluh sesak nafas! "     

Lula dan shasya dengan refleks beranjak dan saling memandang.     

"Kamu lapor ibu, aku yang tangani pasien! " Dengan sigap shasya memberikan intruksi pada lula.     

"Baik, kak! " Lula segera melangkahkan kakinya menuju kantor kepala ruangannya itu.     

Sementara itu filla mulai menyadari pada kesalahan yang diperbuatnya, dia mulai gelisah ketika melihat pasien yang pada awal datang dengan kondisi baik berubah dengan wajahnya yang membengkak dan nafasnya yang cepat setelah dia menyuntikan antibiotik tadi.     

"Coba periksa kembali tanda-tanda vitalnya " Nita yang telah diberitahu lula dengan segera menghampiri shasya dan filla.     

"Oksigen lima liter " nita memberikan intruksi pada shasya, dia memeriksa bengkak di wajah pasien. Matanya mengeluarkan air dan memerah.     

"Ibu bisa melihat saya dengan jelas? " Tanya Nita pada pasien.     

"Buram " jawab pasien dengan napas yang berat walaupun telah dibantu oksigen.     

"Lula lapor dokter jaga "      

"Baik, bu! "Dengan segera lula berlari ke arah ruang instalasi gawat darurat.     

"Apa diagnosa pasien dan apa yang sudah kalian berikan pada pasien " Nita menoleh ke arah shasya yang menjadi penanggung jawab tim pagi ini, sementara dia memasang oxymeter di jari pasien.     

"Pasien dengan G2P1A0 parturien Tiga puluh delapan Minggu dengan ketuban pecah dini lebih dari dua belas jam, kami melakukan pemasangan infus jaga dengan cairan Ringer laktat dua puluh tetes per menit, dan memasukan antibiotik untuk mencegah infeksi "     

Shasya melakukan tindakan awal yang memang sesuai dengan protap yang telah dibuat di tempatnya bekerja.     

Tidak lama kemudian dokter jaga datang dan langsung melakukan pemeriksaan pada pasien.     

"Masukan kortikosteroid injek satu ampul "     

Ketika dokter memberikan advis Nita memeriksa kedua tangan bagian dalam pasien.     

Shasya dengan segera mengambil obat tersebut di lemari emergency, dan menyuntikkannya secara perlahan.     

"Lakukan observasi selama lima belas menit " dokter pun kembali memberikan advisnya seraya mencatat apa yang diucapkannya di status pasien, "laporkan pada saya kondisi selanjutnya, karena di IGD sedang ada kecelakaan lalu lintas saya harus kembali kesana dengan cepat "     

"Baik, dokter terima kasih " ucap Nita.     

"Bapak, saya bisa meminta tolong untuk membeli susu untuk istri bapak? " Nita bicara dengan begitu hati-hati pada suami pasien tersebut, dia berusaha mengalihkan kecemasannya.     

"Baik, Bu bidan " dengan segera dia melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan dimana istrinya dirawat.     

Nita memandangi ketiga stafnya secara bergantian, "kalian tidak melakukan skintest terlebih dulu? "     

"Lula obsevasi pasien setelah diberikan obat kortikosteroid, cepat lapor jika terjadi reaksi alergi yang lain " dia kembali memberikan perintah, "kamu dan filla ikut denganku ke kantor! "     

"Baik, bu "     

Nita lebih dulu melangkahkan kakinya menuju kantor diikuti filla dan shasya.     

"Bukankah kalian tahu skintes harus dilakukan ketika akan memasukan antibiotik? " Tanya Nita, "shasya, kamu penanggung jawab tim seharusnya mengingatkan rekanmu. Ini gejala alergi yang dapat dicegah "     

"Kenapa kalian bisa teledor seperti itu? " Dia bukan semata-mata hanya menuduh kedua stafnya itu, setelah tadi dia melakukan pemeriksaan di kedua tangan pasien tidak tampak hasil skintes yang harusnya mereka lakukan.     

"Saya membagi tugas tadi, bu " jawab shasya.     

"Tapi saya tidak diberitahu harus dilakukan skintest " filla menyela jawaban shasya mencoba membela diri, "jadi saya melakukan sesuai dengan yang sering saya lakukan, tapi tidak pernah berpengaruh besar seperti hari ini "     

Shasya membulatkan matanya terkejut dengan pembelaan filla, setelah tadi dia dan lula memperingatkannya untuk melakukan skintest terlebih dahulu yang tidak dihiraukannya.     

"Bukankah kita sudah tahu bahwa obat itu selain memberikan manfaat juga memiliki efek samping? " Nita kembali memberikan penjelasan, "kita sebagai petugas kesehatan harus mengetahui efek samping yang dapat di prediksi dan yang tidak, dan salah satu mengapa kita harus melakukan skintest adalah untuk menghindari kemungkinan reaksi yang tidak dapat diprediksi. Reaksi alergi itu bukan main-main hanya alergi itu juga mengancam jiwa pasien! "     

"Maafkan saya, bu " shasya yang menjadi penanggung jawab hari ini mengakui kelalaian yang dibuatnya.     

Nita menarik nafasnya dalam-dalam, "beritahu lula untuk lebih hati-hati ketika melakukan tindakan "     

"Tapi, bu saya minta maaf jika saya berani bicara seperti ini. Karena bukan lula yang memasukan obat tersebut, tetapi kak filla. Lula sudah memberitahu saya bahwa tadi dia sudah memperingati kak filla untuk melakukan skintest terlebih dulu sebelum memasukan obat, tapi kak filla tidak mendengarkannya hanya karena usia lula yang jauh lebih muda darinya. Saya sudah minta maaf ketika meminta tolong kak filla untuk memasukan obat tersebut, karena pada awalnya saya berpikir akan lebih baik jika kami membagi-bagi tugas "     

Nita mulai dibingungkan dengan pernyataan shasya yang begitu mengejutkan dirinya dan tentu saja sangat mengejutkan juga bagi filla bahwa shasya berani mengadukannya.     

"Saya minta maaf jika tidak sopan, tapi bukankah lebih baik saya jujur untuk menghindari kesalahan ini terulang kembali " shasya bicara dengan begitu baik walaupun usianya jauh lebih muda.     

"Kamu benar, sha " ucap Nita, "terima kasih untuk mau mengingatkan ini untuk kebaikan kita bersama "     

Lalu kedua mata Nita menoleh ke arah filla dan memandanginya, wanita cantik itu berdiri dengan reaksi datarnya ketika mendengarkan semua perkataan rekan kerja disampingnya itu. Tidak sedikitpun terlihat kecemasan diwajahnya.     

"Sha, temani lula mengobservasi pasien tadi " ucap Nita pada shasya tanpa melihatnya, matanya masih terus memperhatikan filla.     

"Dan filla tetap bersamaku disini! "     

"Baik, bu " dengan cepat shasya melangkahkan kakinya untuk menemani rekan satu shiftnya itu melakukan observasi pada pasien.     

"Kamu buatlah laporan insiden ini " ucap Nita pada filla, "karena kamu yang bertanggung jawab memberikan obat tadi, jadi kamu yang harus membuat laporan insiden dan laporkan kembali nanti siang di kantor "     

Nita berusaha untuk tidak mengeluarkan nada yang akan membuat filla merasa dihakimi karena kesalahannya, dia akan memberikan kesempatan padanya untuk mengakui sendiri kesalahannya.     

"Bukankah itu hanya reaksi alergi, bu? " Filla melemparkan pertanyaan pada Nita, "apakah reaksi alergi sefatal itu sampai harus membuat ini sebagai insiden? dulu saya sering melakukannya dan tidak berakibat fatal seperti ini "     

Nita tersenyum tipis, "filla, saya tahu kamu sudah memiliki pengalaman kerja yang baik di tempat kerjamu yang terdahulu. Tapi mungkin saya akan sedikit mengingatkan kembali, disini jauh berbeda dengan tempatmu dulu "     

"Jangan memaksakan orang-orang di sekitarmu untuk bisa beradaptasi denganmu, tapi justru kamu yang harus beradaptasi dengan mereka. Tidak akan ada ruginya buatmu jika menerima ilmu baru, dan lagi tidak akan menjatuhkan harga dirimu ketika teman-teman baru kita memberitahukan sesuatu yang tidak kita ketahui! "     

Nita masih memandangi wajah filla yang kali ini tertunduk setelah mendengar ucapan nita yang membuatnya tidak berkutik, "oke, saya akui saya senior disini. Tapi saya akan sangat berterima kasih jika rekan saya yang fresh graduate memberikan ilmu baru yang saya tidak ketahui, saya mengakui kehebatan mereka karena ilmu baru yang mereka miliki "     

"Cobalah berpikiran positif ketika ada seseorang yang lebih muda dari kita memperingati kita, mungkin kamu harus terbuka lebih dulu dan menerima semua rekan barumu sebagai keluarga keduamu "     

"Baiklah bu saya akan buat laporannya hari ini! Saya minta maaf dengan kesalahan saya.. " filla memberikan tanggapan dari semua perkataan nita dengan nada datar, dia enggan menerima kembali ucapan-ucapan Nita padanya.     

Dahi nita berkerut, dia menarik kembali nafasnya dalam-dalam. Dia dapat menarik kesimpulan filla tidak dapat menerima apa yang sudah dia katakan tadi, ternyata wanita cantik yang penuh dengan kelembutan ini memiliki hati yang sedikit keras, membuat Nita harus berpikir lebih panjang untuk memberikan cara lain menegurnya.     

Pembicaraannya dengan filla harus terhenti ketika pintu kantornya diketuk seseorang dari luar, dan muncul sosok aditya.     

"Maaf memotong diskusi kalian! " ucap aditya.     

"Kamu boleh pergi " nita memberikan usapan lembut pada filla dengan senyumannya yang terlihat begitu dipaksakan.     

"Ada hal penting yang harus saya bicarakan " Aditya kembali berkata setelah filla pergi.     

"Saya sudah menghubungi dokter yoga " dia kembali berucap seraya melihat ke arah jam di tangannya, "lima menit lagi dia akan sampai, dia harus menyelesaikan terlebih dulu pekerjaannya di ruang IBS "     

Nita mengernyit dia mulai merasakan ketidaknyamanan pada perasaannya kali ini, lalu terduduk di kursinya.     

"Ada apa, pak? " Dia memberanikan dirinya untuk bertanya.     

Aditya membuka buku catatannya dan membaca terlebih dulu tulisan-tulisan di bukunya sebelum dia melihat ke arah Nita.     

"Suami pasien yang sedang berada di ruangan ini mengadukan kelalaian petugas ponek pada istrinya tadi " jawabnya, "dia mengatakan bahwa istrinya dalam keadaan baik sebelum diberikan obat oleh stafmu "     

Nita begitu terkejut, hal yang dia takutkan ternyata terjadi juga. Yang membuatnya terkejut adalah pihak keluarga begitu cepat melaporkan walaupun kondisi pasien berangsur membaik setelah diberikan kortikosteroid dan masih dalam tahap observasi.     

"Kamu tenang saja, pihak manajemen hanya meminta penjelasan saja dari petugas jaga. Selebihnya biar aku dan dokter yoga yang menanganinya "     

Nita berdiam diri pada kecemasan yang melandanya kali ini, dia mulai kebingungan untuk memberikan penjelasan yang harus dia usahakan tidak akan membuat stafnya disalahkan. Sebagai kepala ruangan dia memiliki tanggung jawab untuk melindungi semua rekan kerjanya..     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.