cinta dalam jas putih

Sebuah hukuman



Sebuah hukuman

0Tatapan nita tidak berpindah dari tempat tidur yang sedang dia bersihkan bersama erin. Tempat tidur itu telah kosong, karena lima belas yang lalu petugas ambulan sudah membawa jenasahnya untuk dibawa ketempat tinggalnya bersama keluarga.     

"Kak, aku merasa sepi sekali ini.. " erin berkata nita, diapun sama dengan nita memandangi tempat tidur itu.     

"Iya, aku juga sama "     

Nita tidak dapat menyembunyikan kesedihannya, walaupun segurat senyuman muncul di wajahnya.     

"Nita! " dokter edwin tiba-tiba muncul dan memanggilnya.     

Sosoknya melangkah lebih dekat ke arah Nita dan erin.     

"Saya belum berterima kasih atas bantuan tindakan pertolongan tadi " ucap dokter edwin "kamu juga erin, terima kasih atas kerjasamanya yang baik tadi.. "     

Nita dan erin kompak menjawab dengan senyuman dan anggukan kepala mereka, sepertinya mereka kebingungan untuk menjawab ucapan terima kasih dari dokter edwin.     

"Apa kamu terluka? " dokter edwin menatap nita, "kamu terjatuh ketika suami ibu tadi mendorongmu kan? "     

"Itu.. " erin mencoba memberitahukannya pada dokter edwin, tapi terhenti ketika nita menyikutnya pelan dan gerakan bola matanya memberikan isyarat padanya.     

"Tidak ada " jawab nita sambil terpaksa tersenyum ke arah dokter Edwin, "apa dokter juga baik-baik saja? tadi itu dokter yang melindungi saya ketika standar infus tadi hampir saja menimpa saya.. "     

"Tidak apa-apa " jawabnya, "bersiaplah, sebentar lagi sudah jam pulang "     

"Iya, dok " nita dan Erin kompak memberikan jawaban pada dokter edwin sebelum dia melangkahkan kakinya meninggalkan mereka setelah yakin bahwa nita baik-baik saja.     

Erin mengerutkan dahinya, "aneh deh kak, nita. Kalau diberi perhatian sama dokter edwin menghindar terus! "     

Nita hanya menanggapi ucapan erin dengan senyuman dan bergegas menyelesaikan pekerjaannya.     

"Bu bidan " pasien yang telah melahirkan tadi pagi oleh nita, memanggilnya.     

Nita memutarkan pandangannya "ibu belum pindah keruangan nifas? "     

"Saya minta dipindahkan setelah bicara dengan bidan nita... " jawabnya, "saya ucapkan terima kasih banyak karena sudah menolong saya, dan juga pasien tadi. Walaupun hasilnya tuhan berkehendak lain, tapi semua usaha yang sudah bu bidan lakukan tetap akan dicatat oleh tuhan sebagai kebaikan ibu "     

Nita dibuat sang pasien terdiam dan tidak dapat berkata apa-apa.     

"Ibu tidak boleh bersedih, tetaplah menjadi kuat untuk bisa menolong pasien lainnya " ucap pasien tersebut, "tetap bercahaya di mata kami dengan kebaikanmu bu bidan.. "     

Nita tersenyum menghampiri pasien tersebut yang memberikan kata-kata termanis dan terindah yang dia dengar, lalu memberikan satu pelukan pada pasien tersebut.     

"Semoga Tuhan selalu melindungimu " pasien tersebut berkata dalam pelukannya.     

Nita tersenyum, "terima kasih... "     

Erin perlahan menghampiri nita yang terlihat begitu kelelahan ketika menyimpan sepatunya kedalam loker.     

"Kak, nita "     

"Iya, ada apa? "     

"Kakak harus cepat-cepat pergi ke gerbang depan, dokter yoga pasti sudah menunggu kakak! ini sudah pukul empat lebih sepuluh menit.. "     

Nita baru menyadarinya, dia menatapi jarum jam ditangannya.     

"Kamu benar! " nita segera memakai sepatunya, dengan kepanikannya hampir saja terjatuh ketika mencoba memakai sepatunya sambil berjalan. "terima kasih, aku duluan! "     

"Hati-hati kak.. " erin melambaikan tangannya seraya memandangi dengan penuh kekhawatiran pada langkah kakak seniornya yang tergesa-gesa, senyumannya muncul setelah sosok nita menghilang dari pandangannya.     

"Ya ampun aku sudah terlambat! " cetus nita.     

Langkahnya begitu tergesa-gesa, karena waktu di jam tangannya menunjukan pukul empat lebih lima belas menit.     

Berhenti untuk mengambil nafasnya sejenak ketika sampai di pintu gerbang.     

"Kamu kenapa? " suara yang tiba-tiba muncul membuat nita terkejut.     

"Oppa dokter! " mata nita melotot dan satu tangannya menempel di dadanya, "aku kan terkejut tiba-tiba muncul di belakang! "     

Yoga menahan tawanya, "kenapa terkejut? "     

"Memangnya aku hantu lajang tampan yang mengikuti wanita cantik! " sambung yoga.     

Dia lalu berjalan begitu saja meninggalkan nita menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan gerbang, setelah melontarkan kata-kata candaannya pada nita.     

"Sudah meledek dia kabur! " nita berkata pelan sambil memandangi yoga yang berjalan dan masuk ke dalam mobil.     

"bercandanya kan garing banget! " geram nita dalam hatinya sambil berjalan pelan ke arah mobil di depannya.     

Nita memandangi yoga yang terlihat menahan tawanya.     

"Kalau mau tertawa ya,, tertawa saja! "     

Yoga menoleh ke arah nita ketika menghidupkan mesin mobilnya, "aku sama sekali tidak ingin tertawa bu bidan cantik yang bercahaya "     

Nita mengernyit mendengar ucapan yoga padanya, "bercahaya? apa maksudnya? "     

"Ada deh,, bu bidan suka kepo sekarang " yoga memberi jawaban setengahnya, sehingga membuat nita penasaran.     

Nita memajukan bibirnya, dan seketika terdiam. Yoga yang menatapnya gemas pun ikut terdiam, dia ingin membiarkan wanita disampingnya itu untuk beristirahat sejenak di sepanjang perjalanan pulang, karena axel pasti akan mengganggu waktu istirahatnya ketika sesampainya dirumah nanti. Setelah beberapa waktu ke belakang dia mengalami peristiwa yang menguras tenaga dan pikirannya.     

"Badanku baru terasa sakit sekarang.. " ucap nita pelan di dalam kamar, dia yang baru selesai mandi menatap aneh tubuhnya sendiri ketika selesai berpakaian.     

Sekilas tadi di melihat pundak bagian belakangnya berwarna biru, di kembali membuka sebagian pakaian bagian atas untuk memastikan kembali apa yang dilihatnya di cermin tadi.     

"Aku kesulitan melihat seberapa besar memarnya! " cetus nita menggunakan berbagai posisi arah untuk dapat melihatnya di cermin, "tidak boleh ada yang tahu.. "     

Ketika dia menyerah karena tidak dapat melihat luka lebam di pundak belakangnya, akhirnya nita memutuskan untuk berpikir mencari cara apa akan dia pakai agar luka yang berada di bawah sikunya tidak dilihat axel dan yoga.     

"Hampir saja! " cetus nita segera memakai kembali pakaiannya ketika tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibuka seseorang.     

Nita mendapati sosok yoga dari cermin yang berada di hadapannya, berjalan menghampirinya.     

"Axel sudah selesai mengerjakan tugas sekolahnya " ucap yoga, "jadi kamu bisa istirahat hari ini.. "     

Nita tersenyum, "aku memang tidak salah memilih, oppa dokter memang suami terbaik dan pengertian! "     

Yoga hanya tersenyum lebar ketika di berikan kata-kata paling manis oleh istrinya itu. Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya, sebuah bungkusan plastik kecil berwarna putih.     

"Kemarilah.. " yoga meraih tangan nita, dan membawanya untuk duduk di ujung tempat tidur. Dia duduk di belakang nita, menghadap ke arah punggung nita.     

"Ada apa? " nita berusaha menatap wajah yoga.     

"Buka pakaianmu! "     

Nita dengan cepat berbalik melihat ke arah yoga, menyilangkan kedua tangan di dadanya.     

"Ini masih sore, oppa dokter! "     

Dahi yoga berkerut, kedua alisnya terangkat menanggapi ucapan yoga.     

"Memang apa yang kamu pikirkan ibu bidan yang baik hati? " yoga tersenyum, seraya memencet hidung nita sekilas.     

Dia memaksa nita untuk kembali berbalik arah membelakanginya, "aku akan mengoleskan salep untuk luka lebamnya, dan terakhir mengoleskan antiseptik pada luka di tanganmu ini! " yoga menunjuk ke arah luka dibawah siku nita.     

"Ya ampun, kenapa aku berpikiran ke arah situ sih! " cetus nita dalam hatinya, dia begitu malu pada yoga wajahnya memerah.     

"Tidak usah malu " yoga memperhatikan wajah nita yang memerah, "kalau kamu mau, kita lakukan yang kamu pikirkan itu setelah aku selesai mengobati lukanya.. "     

"Oppa dokter! " cetus nita berbalik ke arah yoga untuk memberi cubitan kecil di tangannya karena sudah memperoloknya. Dan kembali pada posisi awalnya.     

Yoga tertawa kecil, pada kenyataannya pun dia lebih merasakan malu yang teramat besar ketika mengucapkan itu pada nita. Dia hanya pandai menyembunyikannya.     

"Ayo buka, aku mau lihat luka lebamnya! "     

"Baik.. "     

Nita melepaskan beberapa kancing di pakaiannya, dan menurunkannya agar yoga dapat melihat lukanya.     

Yoga terenyuh menatapi luka lebam di pundak nita sebesar telapak tangannya. Kulit indahnya harus tertutup oleh luka tersebut. Wanita dihadapannya ini selalu saja membuatnya selalu khawatir, namun juga membuatnya begitu bangga. Ketika tadi dia pergi ke ruang bersalin untuk ikut menjelaskan pada keluarga pasien yang mengamuk, satu pasien post partum bicara padanya tentang semua usaha yang nita lakukan untuk pasien yang tidak dapat dia selamatkan. Pasien itupun yang mengatakan padanya, tentang bidan bercahaya.     

"Ini lumayan besar.. " yoga berkata seraya mengoleskan salep yang dipegangnya, "apa kamu merasa kesakitan jika aku pegang seperti ini? "     

"Tidak "     

"Kamu memang kuat atau sengaja pura-pura kuat supaya aku tidak khawatir? "     

Nita tersenyum, dan kepalanya tertunduk sekilas.     

"Kuat pak dokter, kalau tidak percaya boleh dicoba! "     

Yoga yang berusaha menahan tawanya, terbatuk. Dengan cepat dia menyelesaikan mengoleskan salep tersebut di luka nita.     

"Apa yang harus aku coba? " tanya yoga.     

Nita berbalik ke arah yoga dengan tangannya yang masih sibuk memasangkan kembali kancing bajunya tertawa kecil ke arah yoga.     

"Sudah tahu jawabannya tapi suka pura-pura tidak tahu! " ledek nita.     

Yoga tertawa kecil menggelengkan kepalanya mendengarkan setiap perkataan nakal dari nita, dia tahu itu adalah trik cantik dari sang istri agar dia tidak memarahinya karena lukanya.     

"Coba aku lihat.. " yoga melihat luka yang berada di bawah siku nita, "aku berikan antiseptik terlebih dulu! "     

Yoga mengambil antiseptik dan kassa yang sudah dia siapkan, dan mengoleskannya di luka.     

"Kalau aku seorang pengamat tenaga kesehatan, aku sudah pasti akan menolak perpanjangan STR mu.. " yoga berucap, dengan tangan dan tatapannya yang masih serius pada luka nita.     

"Kenapa begitu? " tanya Nita polos     

Sekilas yoga menatap nita, "seorang bidan yang dulu mendapat penghargaan karena kehebatannya merawat pasien post sekunder hecting, ternyata dia sendiri membiarkan luka seperti ini yang berada di tubuhnya dibiarkan terbuka dan tidak dioleskan antiseptik! "     

"Bukankah sebelum menolong orang lain, kamu harus bisa menolong dirimu sendiri terlebih dulu? " sambung yoga.     

Dia selesai mengoleskan antiseptik dan menutup luka di tangan nita dengan kassa agar tidak terkena infeksi.     

"Iya, aku lupa.. " nita memasang senyuman lebar diwajahnya ke arah yoga, "maaf, tadi itu mau aku obatin tapi kita harus briefing jadi lupa.. "     

"Kapan aku harus ikut ujian kembali supaya aku bisa lulus? " nita mulai mengeluarkan jurus manjanya pada yoga.     

Yoga tertawa kecil melihat sikap manja istrinya itu, "kenapa kamu mau menolong temanmu yang padahal dia itu jelas-jelas tidak suka padamu karena tidak pernah menghiraukan semua perkataanmu? "     

Nita keanehan mendengar perkataan yoga yang mengetahui semua tentang dia dan aline yang tidak pernah akur.     

"Jika kamu mau menjadi seorang pemimpin, kamu harus belajar berkata tegas! " yoga memegang kedua tangan nita, "pemimpin itu harus tahu mana yang menurutnya benar dan salah, dia tahu kapan harus bertindak tegas "     

"Menjadi orang baik itu memang keharusan, tapi akan lebih baik jika kamu bisa bersikap tegas keuntungan yang kamu dapatkan itu mungkin kejadian tadi siang itu bisa dihindari, walaupun mungkin takdir tuhan berkata lain.. " sambung yoga.     

Tangannya kemudian berpindah di pipi nita dan mengusapnya dengan lembut, "aku sangat percaya kalau kamu hebat, itu alasan aku membiarkanmu sendirian disana "     

"Iya, aku tahu.. " nita berkata pelan, "aku selama ini menganggap bahwa tindakan aku benar agar tidak membuat masalah dengan rekan-rekan yang lain, tapi ternyata memang itu bukan hal yang baik juga "     

"Aku tidak akan mencampuri permasalahan intern kalian " ucap yoga, "walaupun kamu adalah istriku tapi aku mau kamu sendiri yang belajar menyelesaikan masalah kalian secara dewasa, aku hanya mengajukan namamu saja sebagai calon kepala. Dan untuk selanjutnya kamu sendiri yang harus berusaha.. "     

Nita tersenyum, "tidak bisakah nepotisme sedikit,,,, saja? "     

"Nepotisme? maksudnya? " yoga mengernyit.     

"Aku minta erin yang menjadi temanku kemana saja aku mutasi! "     

Yoga tertawa kecil menggelengkan kepalanya, ternyata yoga tidak salah memilih erin ketika membiarkan nita bekerja sendiri di ruang bersalin. Dia begitu mempercayai erin yang menjadi partner nita, tanpa nita minta sebenarnya yoga pun sudah melakukan nepotisme kecil dengan menempatkan Erin di ruang bersalin, dan menjadi sumber informasinya tanpa sepengetahuan nita.     

"Kenapa tidak langsung saja memberikan aku SK menjadi kepala PONEK? " tanya nita dengan tatapan lekatnya ke arah yoga.     

"Tidak bisa seperti itu " jawab yoga, "semua ada prosedurnya, kamu juga harus dianggap kompeten oleh pihak manajemen! "     

"Akukan istri oppa dokter " tangan nita berpindah ke dada yoga, "pasti bisa minta langsung saja.. "     

Dan kali ini tatapan matanya yang nakal memandangi yoga begitu lekat, tangannya berpindah melingkar di leher yoga.     

"Mulai... " yoga menarik napasnya dalam-dalam, "ada yang mencoba merayu! "     

Nita tertawa kecil, dia memang sengaja ingin mencoba merobohkan prinsip yang selalu dipegangnya.     

"Dan karena kamu mencoba merayu atasanmu... " yoga yang kali ini menatap nita, "kamu akan diberikan hukuman kecil! untuk membaca semua buku yang aku siapkan di meja sana.. "     

Jari telunjuknya menunjuk ke arah tumpukan buku yang berada di atas meja di sudut ruangan.     

Pupil mata nita membesar, mulutnya terkatup memandang dari kejauhan dua buku yang begitu tebal yang tergeletak di meja.     

Yoga memberikannya hukuman karena sudah mengajaknya melakukan nepotisme...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.