cinta dalam jas putih

SENSUS



SENSUS

0"Terima kasih suster ghina " ucap nita sebelum dia pergi meninggalkan ruangannya yang hampir sepuluh hari dia tinggali itu.     

Dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak memberikan pelukan pada suster ghina.     

"Itu sudah menjadi tugas saya bidan nita " ucapnya dalam keterkejutannya mendapati pelukan nita padanya.     

"Tetap saja saya harus berterima kasih " nita mengusap lembut punggung suster ghina.     

"Saya selalu menyusahkan suster " ucapnya lagi, dan lalu berbisik "pasti dokter edwin lebih menyusahkan suster "     

Tawa suster ghina muncul dengan wajahnyanya yang tegang, "tidak sama sekali, justru dokter sangat baik sekali "     

Nita menahan tawanya melepaskan pelukannya.     

Dia mengikuti langkah dokter edwin yang lebih dulu berjalan di depannya.     

"Itukan sudah tugas suster ghina untuk merawatmu " ucap dokter edwin ketika mereka berdua berada didalam lift.     

"Saya juga kan petugas kesehatan koko " nita menanggapi perkataan dokter edwin.     

"Hal yang membuat saya paling bahagia adalah mendengar ucapan terima kasih dari seseorang yang sudah kita beri tindakan dan ternyata berhasil " sambungnya.     

"Itu artinya pamrih apa yang kamu kerjakan "      

Nita tersenyum lebar, "tapikan kita tidak minta langsung ke pasien suapaya berterima kasih pada kita "     

"Tidak semua juga mengatakan terima kasih, mereka yang mengucapkan itu adalah orang yang benar-benar menghargai pertolongan sekecil apapun dari orang lain! " dia kembali bicara dengan nada yang sedikit tinggi.     

"Koko jangan ajak saya debat tentang pasien " lalu memperlihatkan wajah cemberutnya.     

"Koko kan selalu dapat ucapan terima kasih dari semua pasien koko! "     

Dahi dokter edwin dipenuhi kerutan dengan tawanya yang berusaha dia tahan dan hanya terlihat senyuman saja.     

Dia hanya sedang menggoda nita agar membuatnya menjadi kesal, supaya dia tahu memang ucapan terima kasih itu muncul dari dalam hati nita sendiri bukan karena dia sedang menjaga image baiknya sebagai istri dari seorang dokter.     

"Ya sudah "      

"Ya sudah apa? " nita masih bicara dengan nada kesalnya sekarang ini.     

Dokter edwin tersenyum mendekat ke arah nita, satu tangannya meraih pundak nita.     

"Kamu pemarah sekali hari ini " ucapnya, "kalau seperti ini harus di dinginkan "     

"Harus pergi berenang " sambungnya.     

"Saya tidak bisa berenang! " cetus nita.     

"Masa tidak bisa berenang " dokter edwin menanggapi jawaban nita dengan nada yang masih kesal.     

"Padahal di tempat bapak dan ibu kamu banyak sungai "     

Dia sedang senang menggoda nita sampai wanita itu memperlihatkan wajah kesalnya.     

"Saya selalu dilarang bermain ke sungai, kalau pergi jauh sedikit pasti sudah di susul " jawab nita, "kalau magrib belum pulang semua mesjid pasti pengumumannya panggil nama saya dengan pemberitahuan di tunggu bapak ibu di rumah "     

"Sampai semua warga di suruh cari sama bapak! "     

Dokter edwin sebenarnya ingin sekali tertawa, tetapi dia sangat mencoba untuk bertahan agar tawanya tidak lepas.     

"Kamu belajar saja denganku! " ucapnya seraya meraih satu tangan nita untuk berjalan bersamanya menuju ke dalam mobil.     

Nita sebenarnya masih kebingungan dengan ucapan dokter edwin tentang berenang dan tadi dia pun mengatakan akan mengajarkan nita supaya bisa berenang.     

Ditambah lagi dia kebingungan dengan jalan yang mereka lewati sekarang ini adalah bukan jalan menuju ke rumahnya.     

"Kita mau kemana? " tanya nita, "memangnya rumah baru koko lewat sini? "     

"Tidak " jawabnya pendek sambil terus fokus pada kemudinya.     

"Jadi mau kemana? " nita bertanya kembali.     

"Ke hotel "     

Nita tercengang, "ke hotel? "     

"Mau apa kita ke hotel koko? "     

Dokter edwin tidak lantas menjawabnya, dia hanya terdiam tanpa melihat ke arah nita yang sedang menunggu jawabannya.     

Dia sedang berpikir, nita itu memang terlalu polos atau sedang pura-pura tidak tahu untuk apa dia membawanya ke hotel. Tujuan paling besar dan utama sepasang suami istri untuk pergi ke hotel berdua saja, dan nita tidak memikirkan hal tersebut.     

"Koko " panggil nita.     

"Hmmm "     

Dia lalu menoleh sekilas ke arah nita karena harus fokus pada jalanan di hadapannya.     

"Kenapa kita ke hotel bukan ke rumah? "     

"Kita akan lakukan pendataan sensus berapa orang yang sedang menginap di hotel! "     

Nita mengerutkan dahinya dan bicara pelan, "data sensus? "     

"Memangnya koko sedang penelitian? " nita kembali bertanya.     

Kali ini dokter edwin tidak bisa menahan tawanya mendengar nita begitu serius membawa candaannya.     

"Kamu benar tidak tahu mau apa kita ke hotel? " dokter edwin balik bertanya, "aku beritahu, mama membawa semua keluarga untuk acara pindah rumah baru, di rumah pasti akan ramai sekali. Kita tidak akan punya waktu untuk berdua saja, jadi sebelum kita ke rumah kita pergi ke hotel supaya nanti sensus keluarga kita bertambah "     

"Koko berbelit-belit sih! " cetus nita, "tinggal bilang saja kita mau buat anak di hotel, karena di rumah banyak orang! "     

"Bukannya perempuan suka hal yang seperti itu? " lagi-lagi dokter edwin melontarkan pertanyaan.     

"Senang hal yang sulit supaya bisa memperlihatkan kesungguhan laki-laki "     

"Iya, iya, saya yang berbeda " nita memilih untuk mengalah, "kalau sudah debat sama koko saya pasti tidak akan pernah menang "     

Dokter edwin tertawa kecil seraya menganggukkan kepalanya.     

"Tapi koko tidak pernah bisa menolak apa yang saya mau karena saya ini manis! " celetuknya kemudian, "koko suka yang manis, tapi bukan makanan! "     

Tawa dokter edwin tersambung ketika harus mendengar celotehan nita yang menyudutkannya.     

Satu tangannya berhasil meraih nita dan mengacak-acak rambutnya.     

"Tapi yang manisnya cuma satu orang saja! " ucap dokter edwin.     

"Terima kasih " nita dengan percaya dirinya merasa bahwa satu orang yang di sebutkan oleh dokter edwin adalah dirinya.     

"Siapa bilang kamu! " dokter edwin tertawa.     

Walaupun sebenarnya memang nita lah seseorang yang selalu bisa membuatnya memiliki perasaan yang begitu banyak rasa. Dia bisa dengan cepat merasakan bahagia, kesal, dan khawatir ketika sedang bersama wanita itu.     

"Kamu masuk saja lebih dulu " ucap dokter edwin ketika mereka sampai di depan pintu kamar hotel tiba-tiba mendapatkan sebuah telpon.     

Nita berjalan sendirian masuk ke dalam kamar hotel, dan mendapati sebuah kolam di depan balkon.     

'Jadi beneran koko mau ajarin aku berenang? ' tanyanya dalam hati sambil terus memandangi kolam tersebut.     

'Kolamnya kecil mana bisa belajar di tempat seperti itu! '     

 Dia masih terus memandangi kolam dan memikirkan seperti apa dia akan belajar berenang di kolam sekecil itu.     

"Kamu lihat apa? " dokter edwin tiba-tiba sudah berada di belakang dan memeluknya.     

"Lihat kolam " jawab nita, "kalau kolamnya sekecil itu mana bisa dipakai belajar berenang "     

Tawa dokter edwin muncul, "kamu kan belum coba "     

Nita menggelengkan kepalanya, "saya tidak bawa baju renang "     

"Jangan pakai baju "     

Nita menyikut perut dokter edwin dengan tenaga yang kecil.     

"Jangan aneh-aneh koko " ucapnya, "kolamnya di luar, nanti kalau ada yang lihat bagaimana? "     

Dokter edwin hanya menanggapinya dengan tawa kecil, dia lalu menyibakkan rambut nita yang terurai di bawah bahunya ke arah samping sehingga dia bisa melihat leher nita.     

Dia memberikan sebuah ciuman di leher nita, dan membisikkan sesuatu.     

"Kenapa kamu terlihat baik-baik saja, padahal sepuluh hari ini aku memikirkanmu! "     

Nita menggeliat karena geli dan sedikit menjauhkan wajahnya yang sudah memerah.     

"Siapa bilang saya baik-baik saja " ucap nita tanpa menoleh ke arah dokter edwin yang begitu dengannya dan memandanginya.     

"Sekarang ayo kita mulai membuat sensus " ucap dokter edwin.     

"Sensus apa koko? "     

"Membuat calon yang akan ditambahkan di kartu keluarga " jawab dokter edwin.     

Nita tersenyum malu, "jadi ini alasan koko ajak ke hotel "     

"Padahal kan kita bisa lakukan di rumah "      

"Tidak akan bebas, karena di rumah ada mama dan semua saudara sedang persiapan ritual pindah rumah " jawabnya.     

"Kalau di tempat ini kamu bisa berteriak bebas, atau mau mengekspresikan gaya yang lain tidak akan ada yang ganggu! "     

Nita mengerutkan dahinya, "apa sih bicara gaya-gaya "     

Dokter edwin memandangi wajah nita yang memerah karena malu sehingga membuatnya begitu gemas, sepuluh hari yang lalu wanita ini sudah membuatnya seperti seorang gelandangan.     

Dia tidak memiliki energi apapun untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan yang selama ini selalu membuatnya semangat, semua itu karena rasa khawatirnya yang terlalu besar pada nita.     

Dia sudah mengambil hampir seluruh energi kehidupannya ketika berada di ruang isolasi...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.