cinta dalam jas putih

Awal yang sulit



Awal yang sulit

0Mata tari kemudian memberanikan diri untuk melihat pada nita yang masih memandanginya. Dia merasakan saat ini tidak dapat mengelak dari nita.     

Kepala ruangan barunya itu tadi sudah memberikan judul interogasi padanya, tetapi tatapan lembutnya tidak mencerminkan apa yang sudah diucapkannya. Itu tidak terlihat seperti sebuah investigasi, tapi dapat digambarkan seperti seorang kakak yang sedang mengulurkan tangannya untuk meringankan beban yang sedang dipikulnya dan sentuhan tangannya seperti mengatakan 'aku akan membantumu! ' langsung terhubung pada batin tari.     

Dia seolah terhipnotis oleh semua yang ada pada kepala ruangannya itu.     

"Sudah berapa minggu usianya? " Nita akhirnya memutuskan untuk bertanya terlebih dahulu, ketika dia menunggu tari untuk bicara padanya dalam waktu yang cukup lama.     

Dia bukan berbicara, wajahnya terlihat bertambah pucat ketika nita melayangkan satu pertanyaan awalnya.     

"Ah,, bukan " dia lalu mengkoreksi pertanyaannya, "lebih tepatnya, kapan kamu akan menikah? "     

"Ibu,,, itu,,, " ucapan tari tersendat-sendat.     

Nita tersenyum sedih, "yang aku tanyakan ini benarkan? "     

Tari terdiam seperkian detik sebelum kembali berucap, "tapi,,, sebenarnya,,, "     

"Aku tidak memintamu untuk menjelaskannya saat ini! " nita menyela, "aku benar atau tidak? hanya ada dua jawaban yang harus kamu jawab "     

"Benar atau tidak? " nita mempertegas pertanyaannya.     

Tari tidak lantas menjawab pertanyaan nita, diwajahnya yang sudah terlihat cemas tertangkap karena kesalahannya, dia begitu kuat mempertahankan diam nya.     

"Tari dengarkan aku " panggil nita, dia mencoba untuk bicara lebih lembut pada tari yang terlihat memiliki sikap arogan yang cenderung keras kepala.     

"Aku hanya akan menjanjikan satu hal jika kamu jujur " ucapnya, "aku akan menolongmu, kita adalah satu keluarga di ruang ponek. Kamu tahu kalau tindakanmu itu melanggar salah satu peraturan rumah sakit mengenai sikap dan menjaga nama baik instansi.. "     

"Tapi aku juga seorang wanita sama seperti kamu " sambungnya, "aku tahu betapa besar kesulitanmu sampai kamu tidak segera menikah walaupun kamu tahu perut itu akan semakin membesar nantinya! dan kamu tahu pasti tentang itu,,, "     

Tari semakin menutup bibirnya tidak berkata apapun, dia hanya terlihat meremas-remas kedua tangannya yang terkepal.     

Nita meraih tangannya untuk dia pegang, "aku tidak peduli tentang siapa ayah anak itu, aku hanya peduli pada malaikat kecil dalam perutmu! "     

"Aku tidak mau dikeluarkan dari rumah sakit, bu! " cetusnya, tari mulai mengeluarkan suaranya.     

"Aku akan menjawab pertanyaan ibu " sambungnya, "yang ibu pikirkan tentang saya adalah benar. Dan ini sudah hampir empat belas minggu! "     

Nita menatap sedih ke arah sosok tari, dia begitu menyayangkan dengan apa yang terjadi padanya. Dia begitu cantik dan muda, tetapi ternyata memiliki rahasia yang akan membuat semua orang tidak akan percaya jika mendengarnya. Apa yang terjadi padanya itu membuat satu hal yang begitu sia-sia untuk hidupnya, nita tahu selain cantik tari adalah sosok yang begitu pintar dan pandai bergaul.     

"Apa yang akan ibu lakukan setelah mendengar semua jawaban saya? " kali ini tari berbalik mengajukan pertanyaan.     

Nita berpikir sejenak, ini merupakan awal yang sulit baginya. Bahkan lebih sulit dari kejadian kemarin yang meninggalkan satu tamparan di pipinya. Ternyata dia begitu menyadari betapa sulitnya menjadi seseorang yang dipercayakan untuk menaungi semua staf yang berada dalam kepemimpinanya.     

"Kita singkirkan dahulu tentang nama baik! " ucap nita, "pekerjaan utamaku adalah melindungi semua rekan-rekan kerjaku, walaupun aku tahu apa yang kamu lakukan adalah kesalahan yang akan merugikan instansi tempat kita bekerja. Tapi aku percaya kita masih bisa memperbaikinya, hamil diluar nikah di jaman sekarang ini sudah seperti hal yang tidak aneh! "     

"Tapi itu adalah hal yang sama sekali tidak ada kebaikan didalamnya! " lanjut nita.     

Melihat tari yang sama sekali tidak menangis, membuat nita yakin bahwa wanita yang berada di hadapannya itu adalah sosok yang sangat kuat.     

Jika itu terjadi padanya jelas-jelas dia akan menangis ketakutan, bahkan mungkin lebih besar kemungkinan dia akan segera mengundurkan diri.     

"Menikahlah sebelum perutmu membesar " saran nita, "aku punya firasat itu bukan empat belas minggu, tapi aku harap firasatku ini salah! "     

Nita masih menatap tari dia seperti sedang berhadapan dengan adiknya sendiri, walaupun dia sama sekali tidak pernah merasakan seperti apa menjadi seorang kakak, dan bagaimana rasanya memiliki seorang kakak yang selalu dibanggakan banyak orang. Dia tidak memiliki semua itu, dia selalu mendapatkannya dari orang lain diluar rumahnya.     

"Aku hanya memintamu melakukan satu hal saja sekarang,, " nita melihat aline dan yang lainnya berjalan menuju arah dimana mereka duduk.     

"Bertanggung jawablah terlebih dahulu pada dirimu sendiri, pada malaikat kecil yang berada dalam perutmu! " nita tersenyum lembut ke arah tari.     

"Makanlah, saat ini kamu harus banyak mempunyai cadangan nutrisi! pasien akhir-akhir sering membludak secara tiba-tiba.. " nita memberikannya banyak perhatian.     

"Dan lebih baik kamu masuk pagi saja " nita lalu memutuskan untuk merubah jadwal milik tari, "nanti biar Karin yang naik menggantikanmu! "     

"Baik, bu " tari menganggukan kepalanya.     

Nita memberikan isyarat pada tari untuk mengakhiri pembicaraan mereka dengan menyimpan jari telunjuknya di depan bibirnya, ketika semua rekan-rekannya datang dan kembali bergabung bersama mereka.     

Tari mengunyah makanannya sambil sesekali menoleh ke arah nita, dia baru menyadari kebaikan yang diberikan kepala ruangan yang baru beberapa hari menjabat di ruangan tempatnya bekerja.     

Uluran tangan yang diberikannya jelas-jelas terlihat nyata dan tulus, dia rela melanggar peraturan dari instansi untuk bisa melindungi seluruh stafnya dan dia menjadi salah satunya yang berusaha nita lindungi untuk saat ini.     

"Karin " nita sedikit ragu untuk membicarakan hal ini pada sahabatnya itu.     

Di dalam mobil saat ini hanya ada dia, aline, Karin dan pak itor yang masih fokus dengan kemudinya.     

"Tidak apa jika aku memutuskan hal seperti ini? " nita meminta pendapat dari dua sahabatnya itu.     

"Aku akan mendukung saja semua yang menjadi keputusanmu! " karin tersenyum ke arah nita, dan mengusap pundak nita yang terduduk di kursi depan disamping pak itor.     

"Kamu terlalu baik nita! " aline menanggapi semua tindakan sahabat yang sempat dibencinya itu, "kalau kepala ruangan kami itu bukan bidan kanita, pasti bukan saja dikeluarkan tapi gosipnya akan cepat menyebar! "     

"Iya benar " Karin setuju dengan apa yang diucapkan aline. "Kamu tenang saja, biar aku yang sementara menggantikan tari, kamu bisa mengandalkanku! "     

"Ibu kepalaku ini harus kita senangkan.. " ucap aline.     

"Iya benar " karin setuju dengan ucapan aline.     

Nita tersenyum lega karena apa yang menjadi keputusannya kali ini mendapat dukungan baik dari dua sahabatnya itu, dia juga berharap tari pun akan seperti kedua sahabatnya itu. Mengerti akan maksud baik yang nita tawarkan, dia hanya sangat memiliki perasaan yang sensitif jika itu bersangkutan dengan hidup seorang wanita dan malaikat kecil yang sama sekali tidak berdosa.     

"Terima kasih sudah mau mendengarkan semua ceritaku " nita tersenyum ke arah aline sebelum dia keluar dari dalam mobil.     

Aline tersenyum dalam anggukan kepalanya.     

"Terima kasih sudah mempercayaiku " aline pun mengucapkan rasa terima kasihnya, karena nita sudah memberikannya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya.     

"Kamu harus bersabar dan harus kuat " aline mengusap pundak nita dengan lembut, "aku yakin kamu bisa mengatasi semua dengan baik! "     

Nita tersenyum, "aku berharap seperti itu juga, semoga Tuhan selalu memudahkan pekerjaan kita.. "     

"Dan lagi, kamu jangan terlalu banyak pikiran " aline kembali memberikan sedikit saran untuk Nita, "bukankah kamu sedang ingin hamil juga? jadi tidak boleh stres! "     

"Iya " Nita tertawa kecil, "jangan lupa doakan aku supaya cepat-cepat hamil! "     

"Pasti " jawab aline, "aku yang mendoakan dan kamu yang harus berjuang dengan pak dokter! "     

Pupil mata nita membesar ke arah aline yang terkekeh setelah mengucapkan hal tersebut, wajah nita mulai memerah. Dia begitu malu dengan apa yang di ucapkan aline padanya di depan pak itor.     

"Sekarang ibu mau diantar kemana? " tanya pak itor setelah aline yang menjadi penumpang terakhir mereka turun.     

"Pulang saja pak " jawab Nita.     

"Padahal pak dokter tadi bilang untuk antar ibu kemana saja ibu mau " pak itor mengatakan apa yang diperintahkan yoga padanya, "ibu yakin mau pulang saja? "     

"Iya pak " nita tersenyum ke arah pak itor dan kemudian kembali fokus ke arah depan.     

"Ibu itu mirip sekali dengan pak dokter! " ucap pak itor.     

Nita mengernyit, "benarkah? mirip dalam hal apa pak? "     

"Selama bertahun-tahun saya bekerja dengan pak dokter, cuma ibu yang begitu mirip dengan semua yang sering pak dokter lakukan.. "     

"Selalu baik pada semua orang dan selalu melindungi mereka " pujian pak itor pada nita.     

Nita tersenyum menyadari bahwa pak itor begitu menyimak dengan baik semua yang dia bicarakan dengan Karin dan aline tadi.     

"Tuhan itu selalu memberikan hal terbaik untuk orang baik " pak itor kembali berucap, "seperti pak dokter yang dipertemukan dengan ibu oleh tuhan, tapi bukan berarti pernikahan terdahulunya tidak baik. Mungkin dengan ibu akan lebih baik.. "     

Nita tersenyum lebar karena ucapan pak itor itu mengingatkannya pada ucapan neneknya ketika dulu dia ditinggalkan oleh tunangannya tanpa pembicaraan apapun terlebih dulu.     

"Terima kasih pak itor "     

"Pak itor " nita memanggilnya.     

"Iya bu "     

"Kenapa aku merasa kaca mobilnya sedikit lebih cembung ya! " nita menyipitkan matanya dan memfokuskan pada apa yang dilihatnya.     

"Ini masih mobil yang sama, bu " pak itor merasa mobil yang dikemudikan masih sama dan tidak seperti yang nita sebutkan.     

Nita sedikit merasakan keanehan pada matanya itu, mungkin ini sudah waktunya dia harus melakukan pemeriksaan mata. Dia sering sekali membaca buku dengan posisi tertidur yang sebenarnya dia tahu itu tidak baik, tapi tetap saja dilakukannya. Dan sekarang dia mulai merasakan efek sampingnya.     

"Bagaimana acaranya bu? " axel orang pertama yang menanyakan hal yang pertama kali nita lakukan, setelah begitu lama dia tidak pernah berkumpul dengan teman-temannya karena kesibukannya bekerja dan merawat axel.     

"Lumayan " jawab nita, "tapi lebih menyenangkan berkumpul dengan Axel dan ayah! "     

Axel tertawa, tentu saja ucapan nita itu membuat Axel merasa dialah yang paling penting dalam hidup nita.     

"Bubu belikan makanan kesukaanmu! " nita menyodorkan bungkusan yang berisi pizza makanan favorit putranya itu, "extra keju mozzarella dan daging sesuai dengan yang selalu Axel pesan "     

"Terima kasih, bu " axel menerima bungkusan tersebut dan mencium pipi sebelah kiri nita.     

"Bubu istirahatlah! " axel mengusap pipi nita, "aku akan makan dengan mba Mumu dan pak itor! "     

"Iya " nita tersenyum mengusap lembut rambut putranya itu, dan segera beranjak melangkahkan kakinya menuju kamarnya.     

Satu tangannya mengusap lehernya yang dia rasakan begitu berat saat ini, setelah tadi merasakan matanya yang mulai bermasalah kali ini ditambah dengan rasa berat dilehernya.     

"Makanan tadi terlalu berlemak! " nita berpikir pada kadar kolesterol di dalam tubuhnya yang mungkin sedikit meningkat, sehingga dia merasakan hal yang berbeda pada tubuhnya saat ini...     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.