Cinta seorang gadis psycopath(21+)

PENCULIKAN



PENCULIKAN

1"Hebat kamu Chaliya. Kau gadis secantik ini punya pikiran yang sederhana. Kenapa ku yang bertampang pas-pasan kok malah banyak gaya, ya?" ucap Sesi sambil memeluk Chaliya.     

"Aku berfikir, banyak pengusaha di luar sana yang sudah beristri mendekatiku, menawarkan diri sebagai sugar dadyku. Jika aku yang jadi istrinya pria seperti itu, tahu suami punya simpanan, ya sakit hatiku. Makanya, aku menikah dengan orang yang benar-benar tulus mencintaiku, dan mau bekerja untuk membahagiakan aku," jawab Chaliya, begitu membagakan Andra. Meskipun ia tak mengatakan siapa nama dan jabatan yang sebenarnya.     

"Iya, juga ya. kalau dipikir-pikir benar."     

"Karena, secantik apapun kita, pria hidung belang akan tetap memilih istrinya. Andai ketahuan. Jika memilih kita, kelak hidupnya akan hancur di masa depan. Yang kuamati selama ini memang seperti itu," jawab Chaliya penuh percaya diri.     

"Cha, kita bertujuh sudah kenal kamu lama, dari sejak kamu bekerja di sini, kita juga sudah selalu bersama. Apakah kau tak ingin memperkenalkan dia?"     

"Dia, ya? Lain kali saja, ya? Spalnya dia bekerja di Bandung. Belum tentu seminggu sekali kami bertemu."     

"Baiklah. Tak masalah. semoga kalian langgeng sampai pelaminan. Ya sudah, lebih baik kita kembali ke kantor saja. sebab, sepuluh menit lagi sudah waktunya kita kembali bekerja."     

"Iya, kau benar."     

Tanpa terasa, waktu sudah menunjukkan pukul empat sorw. Artinya, sudah saatnya pulang dari kantor. Chaliya menyimpan semua filnya. Dia adalah tipe gadis yang sangat teliti, tidak hanya menyinpan di computer perusahaan saja. tapi, juga memasukkan data cadangan ke dalam flshdisk. Biasanya, ia buka kembali di rumah dan merevisi lagi. Anggap saja, lembur. Tapi, tidak diketahui oleh kantor. Sebab, dia bukan tipe orang yang pamrih dalam pekerjaan. Yang penting, adalah hasil akhir boss puas maka, bonus juga akan mengikuti.     

"Uuuuh, capek sekali," ucap gadis itu sambil mengeliat di atas kursinya. Kemudian, ia keluar ruangan untuk pulang bersama karyawan yang lain.     

Chaliya merasa ada yang aneh dengan halte di dekat kantornya. Dia bukanlah satu-satunya pekerja yang naik angkutan umum. Tapi, kenapa hari ini sepertinya tidak seorang pun berada di halte. Hanya ada dia seorang. Bus yang membawanya pulang ke rumah biasanya juga sudah lewat di jam-jam segini. Tapi, ini kenapa seolah tidak ada tanda-tanda sama sekali.     

Bahkan, di atas sana, awan mendung bergulung memenuhi langit kota sehingga sauna terlihat sudah begitu gelap meskpin baru menunjukkan pukul empat. Sepertu sudah pukul enam lewat saja.     

Chaliya mulai panik. Ingin menelfon seseorang untuk dimintai tolong juga siapa? Dia, dengan identitasnya sebagai Chaliya tidak memiliki kenalan di sini. Mau nelfon Andra juga dia di Bandung. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk menunggu sampai ada angkutan umum lewat saja.     

Hujan turun begitu deras di tambah dengan tiupan angin membuat tubuh Chaliya yang hanya memakai blouse tipis kedingingan. Apalagi, bawahan rok yang hanya sampai lutut saja, tidak menutuoi kaki, di tampah, pakaiannya basah karena angin bertiup ke arahnya, sehingga air hujan mengenai tubuhnya.     

Saat hujan kian deras mengguyur ibu kota, suasana jalan juga sepi, tiba-tiba sebuah mobil Avanza hitam berhenti tepat di hadapannya. Chaliya memandang biasa. Sedikitpun ia tidak merasa curiga. Tapi, begitu keluar dua orang pria bertubuh kekar, gadis itu berfikir untuk melarikan diri. hanya saja, ia kalah cepat. Karena posisi mobil seolah sengaja menutup celah di sisi kiri halte. Sementara, dua orang itu berada di sebalah kanan. Benar saja, mereka langsung membekap mulut dan hidung Chaliya hingga Chaliya tak sadarkan diri.     

Setelah beberapa saat, Chaliya kembali tersadar. Ia berada di sebuah tempat yang semuanya hanya berwarna putih. 'Di mana aku ini? Apakah ini akhirat? Apakah mereka membunuhku dan ini adalah arwahku?' batin gadis itu sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing dan berat. Ia menyentuh tempat yang ia gunakan untuk berbaring, warnanya pun juga putih.     

"Chaliya, apakah kau baik-baik saja?" ucap seorang pria yang baginya tidak asing.     

"Pak Max, ya? Apakah anda juga mati?" ucap gadis itu sambil menatap seksama wajah atasannya.     

"Apa? Mati?" Axel tertawa terkikik. Kira-kira apa yang ada di pikiran gadis ini. Kenapa makin hari, diam akin lucu dan imut saja? batin Axel.     

"Pak, seseorang yang tak saya kenal menculik saya. Saya tak sadarkan diri. kenapa semua putih, ini akhirat, kah? Lalu, apakah anda mati karena kecelakaan pesawat saat berlibur?"     

"Hahaha! Chaliya, aku yang menolongmu. Aku menggagalkan mereka, ini rumah sakit," ucap Axel tak bisa menahan tawa.     

"Oh, sukurlah jika aku masih hidup. Atau, mama akan kesepian nanti."     

"Tidak, kau baik-baik saja. Ini minumlah dulu. Agar kondisimu lebih baik."     

Chaliya diam sesaat. Setelah kesadarannya sudah sepenuhnya terkumpul, ia memandang kea rah Axel. Mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada dirinya sebenarnya dari dalam hati pria balsteran tersebut.     

Chaliya tersenyum tipis setelah tahu. Dia bukan datang untuk menolong. Memang dia dan wulan adalah dalang dari semua ini. Namun, apa yang mereka cari, juga hasilnya toh mengecewakan. 'Mau menyelidikiku, benar-benar oprasi atau tidak, ya? Hehehe. Rupanya ada yang kecewa berat setelah dari liburan,' batin Chaliya.     

"Loh, Pak. Katanya anda ambil cuti selama dua inggu untuk liburan ke luar negeri. Kenapa sudah kembali di hari keempat?" tanya gadis itu pura-pura tidak tahu.     

"Eh, iya. Itu, istriku ada masalah darurat diperusahaannya. Jadi, mau tidak mau kami harus segera kembali ke tanah air."     

"Oh, Pak. Ini sudah jam berapa? Saya mau pulang saja sekarang. Kasian mama saya. Pasti dia akan kawatir dan panik."     

"Karena kamu sudah sadar, ya sudah jika mau pulang. saya antar saja, ya? efek bius itu terlalu keras. Aku takut, hal buruk terjadi lagi padmu," ucap Axel penuh perhatian.     

'Bukankah ini juga termasuk ulah kamu? Dasar!' umpat Chaliya dalam hati. Gadis itu diam seat memperhatikan setiap inci tubuh dan pakaian Axel. Mencari sesuatu yang dianggap mencurigakan. Ternyata, semua aman dia tidak memakai kamera kecil untuk merekam reaksinya. Andai saja ada, Chaliya ingin bersikap sedikit nakal untuk membakar hati Wulan. Entah kenapa, membuat gadis itu marah-marah terasa sangat menyenangkan. Sepertinya, itu adalah hobi baru Chaliya. Memancing amarah dan emosi nyonya bos.     

"Apakah tidak merepotkan?" tanya Chaliya. Tidak langsung menolak, ataupun setuju dengan tawaran yang Axel berikan.     

"Kenapa harus merasa direpotkan? Tentu saja tidak. Ayo! Aku bantu kau berdiri." Dengan cekatan Axel langsung merangkul tubuh Chaliya yang lemah, dan memapahnya keluar.     

'Sial, kenapa pelukan pria ini masih saja terasa nyaman seperti dulu, ya? Dia sudah bukan milikku lagi. Dia milik Wulan,' umpat Chaliya dalam hati saat merasakan hangat tubuh Axel dalam pelukannya     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.