Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MENGERJAI WULAN



MENGERJAI WULAN

0Alea mengamati sekitar. Ia menutup pintu rapat-rapat. "Xel, kau kan seorang intelijen. Kenapa kau tidak menyelidiki Chaliya saja? Di aitu adalah Alea, Xel aku yakin itu."     

"Wulan, kamu ini bicara apa, sih? Apakah kau ada salah makan sampai membuat isi kepalamu geser?" ucap Axel tertawa geli tanpa memandang ke arah istrinya sedikitpun.     

Merasa diremehkan oleh suaminya sendiri, wanita itu merasa tidak terima. Lagipula, di mana ada orang salah makan langsung geser otaknya. Yang ada, jika orang itu kepalanya baru saja berbenturan dengan benda keras, mungkin saja bisa menjadi gegar otak.     

"Xel, aku ini serius. Apakah kau tidak percaya sama aku?" ucap Wulan meyakinkan. Lalu mengunci pintu rapat-rapat dan berjalan menghampiri suaminya yang tengah fokus dengan keyboard dan juga layar mobitor di hadapannya.     

"Kamu ini kok ya ane, sih Wulan? Di mana ada orang yang sudah mati bangkit lagi? Maksud kamu dia bereinkarnasi dan membalaskan dendamnya padamu begitu? Hehehe jika memang iya, harusnya dia masih bayi dong baru lahir. Bukankan usia kandungan itu rata-rata sembilan bulan?"     

Wulan terdiam. Apa yang dikatakan oleh suaminya mungkin saja benar. Tapi, kenapa Chaliya tadi bisa berkata seperti itu dan suaranya bisa mirip.     

"Iya, juga sih. Tapi, Xel. Kenapa Chaliya bisa meniru suara Alea begitu? Dia juga mengatakan dengan jelas bahwa dirinya pemilik nama pena Andrea W, author dari broken home dan Psikopath."     

"Oke, agar kau puas dan tak lagi merasa diabaikan, akan ku panggil dia. Jika perlu, akau akan menyelidiki dia sampai ke Thailand nanti, dan tempat mana saja yang pernah ia kunjungi. Apakah kau puas?" ucap Axel menghentikan jemrinya yang sejak tadi sibuk menari di atas keyboard dan memandang datar kea rah Wulan. Percayalah, pria itu sedang menekan amarahnya.     

Wulan terdiam. Jelas ia sakit hati denga napa yang dikatakan oleh suaminya. Tapi, jika berkata tidak sebagai ekspresi dan cara dia menunjukkan amarah dan rasa tidak terimanya sepertinya tidak tepat. Karena, dia benar-benar inginkan informasi yang sedetil-detilnya terkait gadis itu. gadis yang memang sejak awal emmiliki aura misterius dan tak wajar.     

Axel meraih ganggang telfon di meja kerjanya. Ia menghubungi asistennya untuk memanggil Chaliya saat ini juga ke ruangannya.     

"Ris, tolong minta Chaliya untuk ke ruangan saya saat ini. Cepat, ya?"     

Suasana pun hening. Tak ada obrolan di antara Wulan dan Axel. Keduanya sama-sama larut dalam emosinya. Saat itu Axel masih bisa menyelidikinya. Dan memang sedikit masuk akal berdasarkan bukti dan kesamaan anatara kebiasaan yang dimiliki oleh Alea dan tokoh Revanda dalam novel tersebut. Lalu, bagaimana dengan Chaliya? Ah, kenapa diam akin tidak akal saja? Bacaan apa sih yang sebenarnya dibaca olehnya? Batin Axel.     

"Tok… tok… tok!"     

Dengan sigap Wulan langsung membuka kunci, dan berkata,"Masuklah!" tanpa membukakan pintu.     

"Permisi," ucap Chaliya dengan senyuman ramahnya. Logat bahasanya juga kaku, suaranya pun cempreng seperti biasanya. Saat ia tertawa sambil bicara, tak jarang temannya meledek dirinya sebagai radio rusak. Apalagi saat ngomel. Itulah bedanya. Alea tidak pernah banyak bicara apalagi sampai ngomel-ngomel gak jelas seperti Chaliya.     

"Masuklah, Ya! ucap Axel memeprsilahkan gadis itu yang hanya menengok di ambang pintu menunjukkan kepalanya saja.     

Ketika ia masuk dalam ruangan tersebut, mata Wulan langsung terbelalak. Sebab, baju kerja yang Chaliya pakai tidak sama dengan yang dipakai saat it temui barusan. Tadi dia memakai pakaian sama persis dengan yang dipakai saat interview kemarin. Tapi, sekarang, dia memakai overall dress sebatas lutu warna khaki dan inner kaus pendek warna hitam dengan kalung ronce dari batu yang liontinnya adalah kartu pengenalnya sebagai staf.     

"Anda memanggil saya, Pak?"     

"Ya, istri saya mau mibiara denganmu," ucap Axel dengan nada khasnya yang dingin namun penuh wibawa.     

"Kenapa kau ganti baju?" tanya Wulan to the point dengan tatapan penuh selidik, namun juga penuh kebencian.     

"Ganti? Saya dari tadi pakai baju ini, Bu," jawab Chaliya dengan ekspresinya yang nampak bingung dan cenderung bego.     

Mendengar perdebatan itu, Axel diam-diam melihat ke arah dua wanita yang memulai keributan di depannya.     

"Iya. Tadi kau menyapaku tidak memakai baju ini. Kau memakai span pendek warna hitam, dan atasan blouse putih lengan panjang," jawab Wulan merasa yakin.     

"Saya tidak merasa, Bu."     

Wulan mendesah kesal. Kemudian memutar kedua bola matanya. Ia juga nampak enggan berdebat dengan mahluk di hadapannya ini. Atau, Axel nanti malah akan melerai tanpa membelanya. Yang paling menakutkan lagi, jika nanti Chaliya bercerita pada teman-temannya, bisa-bisa dia dianggap gila oleh staf suaminya.     

"Oke, baiklah! Anggap saja kali ini kau lolos dari ini. Siapa kau sebenarnya?"     

"Saya? Maksud anda apa, sih Bu? Anda bertanya bahwa saya ini seolah-ola adalah siluman yang menyamar sebagai manusia saja. saya Chaliya Rose. Putri dari mama saya Thassane Liu."     

"Kau kenal Alea?"     

Gadis itu mengerutkan keningnya, terlihat dia sangat bingung dan berusaha mengingat sosok nama yang mungkin baginya tak asing. Meskipun itu semua just ekting. "Namanya familiar."     

"Jelas saja Familiar. Siapa tahu, dia adalah kau yang tengah menyamar. Apa tujuanmu datang ke sini, hah? Kau mau membalas dendam padaku, hah?" bentak Wulan kian tak terkendali.     

Chaliya menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Ia menatap Wulan dengan ketakutan. sedikit ia melangkah ke belakang dan air matanya mulai berjatuhan. "Apa maskut anda? Kenapa saya harus membalas dendam dengan seseorang yang tidak memiliki masalah dengan saya?"     

"Kamu adalah jelmaan Alea, bukan? Jangan-jangan kamu hanya merekayasa saja, kan mengaku-ngaku dengan nama itu?"     

"Cukup Wulan. Dia benar-benar Chaliya. Seperti yang kau ketahui, Alea sudah mati dalam kecelakaan itu. itu murni kecelakaan, bahkan kau sendiri juga tahu bukan kalau dia bukan satu-satunya korban dalam insiden itu. Chaliya. Maafkan istriku. Kau boleh kembali bekerja."     

Chaliya hanya menatap kea rah Axel. Kemudian, ia segera pergi keluar. Tapi, dalam hati, gadis itu bersorak kegirangan.     

"Kau membelanya, Xel? Apa karena dia sangat cantik dan lebih cantik dariku kau membelanya?"     

Merasa kalau istrinya sedang stress dan sensitive, Axel beranjak mengunci pintu tersebut dan memeluk Wulan erat. "Kamu ini kenapa? Apakah kamu merasa lelah? Sudah, lebih baik kita liburan saja. kamu cuti dua minggu cukup tidak?" bisiknya. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk meredam emosi istrinya.     

"Xel, jelas-jelas tadi dia tidak memakai pakaian itu, dan tadi, dia berbicara suara dan nada bicaranya persis sekali dengan Alea," ucapnya kesal dengan kedua mata yang basah.     

"Kamu tenang. Aku yang akan urus buat kamu, oke?"     

Wanita itu mengangguk beberapa kali sambil menghapus air mata yang mengalir di kedua pipinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.