Cinta seorang gadis psycopath(21+)

ELIZABETH



ELIZABETH

0Seorang wanita bertubuh ramping dengan outfit serba hitam, dilengkapi sepatu boot hak tinggi, sarung tangan berbahan kulit, dan topi caplin berwarna senada berjalan menyeret koper sambiil mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru Bandara Iternational Soekarno Hatta. Saat ujung matanya melihat dua orang pria bertubuh jekar dengan wajah tampan dan wanita cantik berbadan ramping dan rambut ikal sebahu hitam, ia menyunggingkan senyumannya.     

"Ah, itu! di sana, rupanya. Tante!" teriak Wulan sambil melambaikan tangan.     

Mereka pun berpelukan satu sama lain bergantian. Kemudian, sama-sama meninggalkan area Bandra dengan Axel menyeret koper mamanya, sementara mamanya, berjalan bergandengan dengan Wulan di depannya. Kali ini, Axel terlihat seperti bukan putra dari wanita itu. Namun, justru cenderung nampak seperti seorang pesuruh yang hanya mengintil di belakang dengan membawakan barang-barang milik nyonyanya.     

"Mama apakah sudah makan? Jika memang lapar, kita bisa cari makan saja dulu," ujar Axel Ketika mereka sudah tiba di area parkir Bandara.     

"Ya, kau benar Xel, mama memang sudah lapar. Tapi, kit acari makan di luar Bandara saja. Enam bulan lebih di luar negeri membuat rindu dengan masakan Nusantara. Sebenarnya, di sana pun ada masakan khas jawa, padang sunda. Tapi, tidak seenak di tempat aslinya," sahut Elizabeth panjang lepar.     

"Setidaknya, dengan begitu cukup lah, Te buat sekedar mengobati rindu kangen kampung, kan?"     

"Iya, makanan di sana bukan pemuas lidah. Hanya sekedar pengobat rindu saja, Wulan. Tante akan tinggal di sini selama kurang lebih dua minggu, kamu sama Axel temani tante makan-makan y ajika ada waktu luang?" jawab wanita itu dengan ceria.     

"Ah, oke. Tentu saja, Tante," jawab Wulan dengan sedikit rasa keberatan. Namun, ia tidak berani menolak ajakan tantenya dengan alasan apapun. Bagi wulan, dia adalah ibu kedua setelah mamanya. Pantang baginya menggores perasaan wanita yang dia anggap Ibu. Meskipun dia tidak ikut menngandung dan melahirkan dirinya.     

"Mama mau duduk di mana?" tanya Axel setelah memasukkan koper besar ke dalam bagasi mobil.     

"Mama di belakang saja. kita ke restoran padang langganan kita dulu ya, Xel," ucap mama Eliz pada putranya sambil duduk bersandar setelah melepaskan topi dan kacamata hitam yang tadi ia kenakan.     

"Iya, Ma," singkat pria itu. selama mengemudikan kendaraan dari bandara menuju rumah makan langganan yang kira-kira ditempuh dalam wakut setengah jam karena lumayan macet, mereka bertiga sama-sama diam. Mungkin saja sibuk dengan pikiran masing-masing. Selain Wulan yang masih ada rasa canggung dan sungkan jika bercanda melewati batas dengan Axel Ketika di depan tantenya. Namun, jika ia hanya berdua dengan tante Elizabeth saja, ia malah cenderung manja.     

Tiba di rumah makan, suasana kembali mencair. Mereka sudah nampak ceria seperti sebelumnya sambil menunggu pesanan tiba. Ketika ketiganya asik mengobrol, ponsel Axel yang diletakkan di atas meja berdering. Dari layar, menunjukkan foto seorang gadis memakai blouse putih berambut panjang lurus dan cenderung lepek memamerkan senyumannya yang menawan.     

Semua mata tertuju pada layar ponsel Axel. Tak nyaman menjadi pusat perhatian mamanya dan juga Wulan, Axel pun meminta ixin untuk mengangkat panggilan terlebih dahulu. Terlebih, Wulan memasang muka jutek saat mengenali gadis yang ada pada gambar tersebut.     

"Bagaimana pekerjaan kamu selama di Indonesia, Wulan? Kapan rencana kembali ke US?" tanya tante Yulita mencoba mencairkan suasana.     

"Semua bejalan baik-baik saja tante. Belum tahu kapan. Kan kuliahnya online. Jadi, ya santai saja lah dulu. Soalnya masih betah juga di negri sendiri," jawab Wulan dengan cemas. Duduk saja tidak bisa tenang.     

"Kamu tidak dalam kondisi baik-baik saja, bukan?" tanya Elizabth mulai pembicaraan.     

"Apa, Tante? Tentu saja Tante salah. Aku dalam keadaan baik-baik saja, kok," elak Wulan sambil tersenyum dan menyeruput minuman yang ada di depannya.     

"Kenapa wajahmu masam begitu, Wulan? Ceritakan jika kau sedang bermasalah."     

"Masalah dengan siapa? Bukankah selama ini aku adalah gadis baik-baik. Aku tidak akan pernah membuat masalah."     

"Ya, Tante tahu sekali kau tidak akan memiliki masalah dengan orang lain. Tapi, dengan dirimu sendiri. Jika kau tidak percaya, sempatkan waktu untuk meditasi. Tenangkan diri kamu dan ajak biacara dirimu sendiri. Maunya apa, kenapa dan bagimana. Maka, kamu akan menemukan jawabanmu sendiri."     

Wulan menghirup napas dalam-dalam. Kemudian mengeluarkannya secara perlahan. Berusaha keras supaya tidak nampak kacau. Meskipun ia tahu. Sia-sia bagaikan menggarami air laut menyembunyikan masalah dari tantenya. Sebab, tante Elizabeth terkenal kemampuannya dalam membaca karakter seseorang melalui gestur tubuhnya. Dari kata-kata saat berbicara melalui telfo saja tepat. Bagaimana jika langsung bertatap muka dengannya secara langsung begini?     

"Nanti aku akan kabari kamu jika masalahku sudah selesai, ya?" ucap Axel sambil sesekali menoleh ke belakang. Memastikan kalau Wulan masih tetap duduk bersama mamanya.     

"Baik. Aku tunggu kabar darimu. Jangan lupa makan, ya? ya sudah. Aku masih ada hal yang perlu dikerjakan," jawab seorang gadis dari seberang sana.     

"Baiklah. Jaga dirimu baik-baik, Sayang." Axel pun mematikan panggilan kemudian memasukkan benda pipih penghubung dengan banyak orang dari berbagai belahan dunia it uke dalam saku celananya. Kemudian, dengan langkah sedikit terburu-buru kembali bergabung dengan Wulan dan mamanya.     

"Apakah aku pergi terlalu lama?" ujar Axel Ketika bersamaan dengan pelayan yang menghidangkan pesanan mereka.     

"Tidak, kok. Tidak lama. Kenapa sudah kembali?" timpal Wulan lirih dan tatapannya lurus ke meja.     

Axel tersenyum kikuk mendengar jawaban segitu ketusnya dari Wulan. Sampai-sampai rasanya dia bingung harus berbuat apa.     

"Kalian makanlah dulu. Tante ma uke toilet dulu sebentar saja," ujar mama Elizabeth.     

Sekaranang hanya ada Axel dan Wulan saja. sementara mama Elizabet, sudah tak nampak dari pandangan. Kemudian Axel yang masih berdiri di belakang kursi Wulan membungkuk sedikit merangkul Wulan dari belakang. "Terimakasih atas perhatiannya, ya? Maaf jika aku membuatmu banyak berfikir. Ada masalah perusahaan yang harus kubahas dengannya memang."     

"Aku tidak peduli. Aku hanya lelah dan tak ingin berlama-lama di sini," jawab Wulan nampak sedikit grogi dipeluk Axel dari belakang di depan umum begini. Namun, sedikit pun dia sama sekali tidak mengelak dan tidak nampak keberatan sama sekali.     

"Baiklah. Besok bagaimana jika kau ikut aku ke Bandung?"     

"Lalu, bagaimana dengan tante Eliz yang bahkan baru saja kembali dari luar negeri?"     

"Kita hanya sebentar saja. Besok dia pasti juga sudah sibuk dengan kawan-kawan sosialitanya. Tapi, ya terserah kamu. Mau mau ikut aku menghadiri acara pemngesahan direktur baru di cabang perusahaannya yang berada di Bandung, atau ikut mama untuk dijodohkan dengan anak bujang temannya. Kau boleh memilih. Agar aku juga tidak lama-lama di Bandung."     

"Iya, aku akan ikut bersamamu besok," sahut Wulan dengan cepat.     

"Gasid baik. Ya sudah. Cepatlah makan yang banyak agar kau tidak kurus!" Axel menepk kedua bahu Wulan kemudian duduk di tempatnya dan makan. Kebetulan, mamanya juga sudah kembali dari toilet.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.