Cinta seorang gadis psycopath(21+)

JANGAN PRIMITIF



JANGAN PRIMITIF

0Dengan kecepatan tinggi, akhirnya mereka berdua tiba di tempat Alea hanya dalam waktu empat puluh lima menit saja. kira-kira limaratus dari rumahnya, Alea meminta Axel untuk stop.     

"Xel, aku berhenti di sini saja," ucap Alea yang sejak tadidi sepanjang perjalanan hanya diam saja.     

"Kenapaa, Lea?" tanya pria bermanik mata biru keabu-abuan tersebut heran.     

"Sudah! Aku minta kau stop sekarang."     

Tanpa banyak tanya dan berfikir Axel pun akhirnya menghentikan laju mobilnya. kira-kira jarak ke rumah Alea tinggal seratus meteran saja.     

"Nanti, jika ada apa-apa aku akan kasih kamu kabar, oke? Sekarang, aku minta maaf karena aku lagi ada masalah," ucap Alea dengan nada bicara yang sangat tidak enak.     

"Iya, tidak apa-apa. Aku bisa hargai privacy kamu kok, Sayang," jawab Axel dengan penuh pengertian.     

"Terimakasih, Xel." Alea tersenyum penuh haru. Ia merasa tersentuh dengan sikap yang diambil Axel yang tidak terlalu mengekang dan memaksa kehendaknya. Sebenarnya ia merasa tidak enak. Tapi, ia takut jika kedoknya terkait intan terbongkar. Ia tak mau Axel tahu, dan membenci dirinya yang adalah seorang pembunuh. Maka, mau tidak mau, ia terpakasa menutupi hal ini dulu dari pacarnya.     

"Gak perlu seperti itu. kita memang pasangan. Tapi, meskipun begitu, aku juga tidak berhak ikut campur dalam ranah kluargamu terlalu dalam. Ya sudah, kamu hati-hati. Jangan sungkan-sungkan meminta bantuanku jika terjadi sesuatu yang rumit."     

"Baik. Hati-hati di jalan, ya? Hubungi aku jika sudah sampai rumah nanti," jawab Alea kemudian melambaikan tangan dan mulai melangkah meninggalkan mobil ferary merah tersebut.     

Tanpa memencet bel rumah, Alea langsung membuka pintu karena ia sendiri juga memiliki kunci serep. Di sana ada Jevin dan juga ibunya yang duduk di sofa dan Jevin selonjoran di atas lantai dengna wajah lelah dan penuh peluh. Alea bingung sekalipgus takut. Karena, ia sama sekali tidak mengerti apay an g terjadi sebenarnya. Dalam pikirannya, juga dihantui dengan rasa takut sang ayah memiliki sedikit kesadaran dan ingatan untuk mengatakan apa yang membuat dia dulu menjadi seperti ini.     

"Alea, kau akhirnya datang juga," ucap Jevin dengan wajah lelahnya Ketika menyadai kedatangan gadis semampai berambut panjang dan lurus itu berdiri di ambang pintu.     

"Ada masalah apa sebenarnya?" tanyanya lirih. Ia terus berusaha agar terlihat tenang. Namun, juga ancang-ancang ambil posisi siap kabur jika dugaan terbururknya adalah benar.     

"Kamu tenang saja dulu. Duduklah, Nak," lembut sang ibu. Kemudian bangkit dan menghampiri putrinya. Menuntun untuk duduk tenang.     

"Apakah hal buruk terjadi, Bu?" tanya Alea sambil berjalan pelan munuju kursi dengan langkahnya yang berat.     

"Iya. Tapi, semoga saja ini segera membaik. Mungkin, kita butuh seirang kyai untuk membantunya," jawab Yulita. Secara tidak langsung, ia langsung mengatakan apa yang terjadi. Meskipun itu masih saja membuat dirinya sempat bingung.     

"Kyai? Kenapa? Apakah ayah kesurupan arwah?"     

"Iya, sepertinya arwah wanita," sahut Jevin.     

Alea melotot. Jantungnya seolah berhenti berdetak. Dalam pikirannya, langsung tertuju itu adalah Arwah Intan. Siapa lagi memang yang ingin datang untuk mebalas dendam jika bukan dia? Tapi, kembali Alea menepis akan hal itu. ia tersenyum pahit, lalu bergumam lirih, namun masih dapat di dengar oleh dua orang tersebut. "Hehm… kerasukan arwah? Arwah siapa?"     

"Kami tidak tahu dengn jelas, arwah itu dulunya memiliki hubungan yang special dengan ayahmu di belakangmu dan juga ibumu. Karena, tadi ia ada berkata demikian. Ia tidak terima mati sendiri. Ia ingin ayahmu juga mati bersamanya, Lea?"     

"Kak Jevin! Kau tahu sendiri, bukan ayah ku itu sedang mengalami gangguan mental. Siapa tahu saja, dia tengah teropsesi dengan film yang baru saja dia lihat. Kemudian meniru adegan yang ada di dalamnya, kan? Bukankah orang yang tidak waras itu bebas melakukan apa saja?" ujar Alea dengan tenang.     

"Alea, kami di sini melihat sendiri seperti apa kondisi ayahmu tadi. Dia benar-benar kesurupan. Kedua matanya hanya terlihat putih dan berjalan lurus tepat sasaran. Cengkramannya juga begitu kuat tidak seperti biasanya," bantah Jevin, meyakinkan.     

"Sudahlah, Kak. Jangan jadi primitive hanya karena sebuah kejadian. Kini ini hidup di jaman modern. Tidak ada istilah kesurupan atau kemasukan arwah dan semacamnya. Mati ya mati saja, arwah mereka ya menghadap ke Tuhan," jawab Alea dengan tertawa kesal. Tentu saja dia kesal. Sebab, ia tidak pernah percaya dengan yang Namanya tahayul jenis apapun.     

"Alea, kau saja yang tidak tahu. Coba saja lihat, lagipula, buktinya juga sudah banyak kan? Di SMA mu dulu juga pernah terjadi, kan kesurupan masal?" tandas Jevin. ia masih tidak bisa terima dengan pendapat Alea. Mau di kata tahayul atau tidak, buktinya juga sering terjadi. Orang yang mati secara mendadak, yang mengeluarkan beling dan paku dari pertunya. Tidak mungkin kan korban memakan benda-benda tersebut? Masuk melalui makanan juga sepertinya mustahil sekali.     

"Istilah dalam dunia medis itu adalah pposession trance disorder. Di seseorang mengalami perubahan dalam kesadaran yang dikarakteristikkan dengan penggantian identitas personal yang selama ini ada dengan identitas yang baru. Ayah mengaku sebagai wanita yang dulu hidupnya saling mencintai, bukan? Masuk akal. Siapa yang tidak tahu kalau dulu semasa sehatnya ayah memiliki banyak wanita di luar sana," ucap Alea kemudian melangkah masuk ke dalam kamarnya.     

"Tapi, Alea… " Jevin beranjak bangkit. Namun, dengan cepat tante Yulita menahan Jevin. akhirnya, Jevin memilih diam. Membiarkan Alea tetap pada pemahamannya sendiri. Dalam hati, pria itu juga mengutuk agar kelak Alea bisa bertemu sosok hantu sekalian kesurupan biar tahu rasa.     

"Kau tahu dia sejak dulu seperti apa, bukan? Sudahlah. Biarkan saja dia dengan pemikirannya sendiri. Tidak ada gunanya berdebat dengannya."     

"Iya, Tante," jawab Jevin dengan perasaan yang kesal terhadap Alea.     

****     

Pagi hari.     

Ketika Alea hendak sarapan sebelum berangkat ke kantor, ia mendapati Jevin dan ayahnya duduk di meja makan sambil menikmati secangkir kopi. Ayahnya terlihat baik-baik saja. meskipun tidak senormal sebelum ia memakan potongan daging kepala Intan. Hal itu membuat ia kian yakin kalau kesurupan itu sebenarnya hanyalah sebuah takhayul.     

"Selamat pagi, Kak Jevin, selamat pagi Ayah," sapa Alea dengan senyuman sinisnya. Kemudian ia duduk di meja makan berseberangan dengan dua pria tersebut.     

"Pagi," jawab Jevin singkat. Sementara sang ayah hanya diam sambil terus menatap Alea. Kemudian tersenyum. Seperti biasa, meskipun ia tengah mengalami depresi dan meneyerupai seseorang yang idiot, Rafi tidak melupakan kasih sayangnya sebagai ayah pada Alea. Ia beranjak mengambilkan selay coklat dan kacang favorit putrinya yang tidak terjangkau oleh tangannya. Meminta Alea membuat sarapannya sendiri, dan menuangkan susu pada gelas kosong di depan Alea.     

"Lea, Sarapan biar kuat kerja," ujarnya dengan tersenyum kegirangan seprti anak kecil yang berhasil melakukan sesuatu yang membanggakan saja.     

"Terimakasih, Ayah. Ayah juga sarapan yang banyak, ya? Biar ayah juga cepat sehat." Timpal Alea.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.