Cinta seorang gadis psycopath(21+)

KESEPIAN



KESEPIAN

Setelah menghabiskan roti bakar dan segelas susu yang dituangkan oleh sang ayah, Alea menghampiri ibunya yang masih sibuk di dapur. "Bu, Alea berangkat kerja dulu, ya?" pamitnya.     

"Iya. Hati-hati, ya?"     

"Iya, Bu. Daaah!"     

"Biar aku mengantarmu ke kantor, Lea," ucap Jevin.     

Tanpa pikir panjang, gadis itu pun menerima tawaran dari kakak kandung Intan. "Baiklah, Kak," jawabnya tanpa perasaan canggung. Seolah di antara keduanya tidak gterjadi apa-apa semalam.     

"Alea, maafin kakak jika semalam membuatmu kesal, ya?" ucap Jevin memulai pembicaraan setelah beberapa waktu suasana hening.     

"Untuk apa?" jawab Alea sambil menoleh memandang pria berdarah arab dengan nkulit putih serta rambut yang htam dan lebat.     

"Soal semalam. Maaf jika aku terlalu memaksakan penadatku yang primitive terkait om Rafi."     

Alea tersenyum. Lalu dengan santai berkata, "Beda pendapat kan wajar, Kak. Namanya juga manusia. yang terpenting itu, bagaimana car akita bisa menghargai perbedaan di antara kita."     

Jevin menoleh memandang Alea. Nampak olehnya tatapan mata yang teduh serta wajah yang sangat ayu dan lemah lembut itu tersenyum simpul tanpa dendam.     

"Aku harus banyak belajar darimu."     

"Dariku? Bisa apa aku emmang selama ini? Aku bukanlah seorang dengan wawasan yang luas. Akupun juga masih perlu banyak belajar."     

"Baik. Kita semua saling belajar dari kesalahan yang pernah diperbuat."     

"Setuju," jawab Alea.     

Saking asiknya mengobrol, tanpa terasa mereka sudah tiba di depan kantor Alea. Dengan segera gadis itu pun bergegas turun dari mobil. Kemudian melambaikan tangan pada Jevin dan berbalik badan setelah mobil berwarna hitam itu lenyab dari pandangannya.     

"Alea!" panggil seorang pria dari belakang.     

Gadi itu menoleh melihat sosok pria berpostur tinggi berkulitan kuning langsat memakai kemeja lengan panjang berwarna navy celana hitam dan sepatu fantofel dark brown berlari ke arahnya dengan tas karton di tangannya.     

"Ada apa, Ndra?" tanya Alea berdiri di depan pintu ruangan CEO yang juga ruangannya.     

"Semalam aku ke tempatmu sebenarnya mau ngasih ini," ujarnya sambil memberikan tas karton berwarna coklat di tangannya.     

"Apa, ini? Apakah ini oleh-oleh untukku?" ucap Alea dengan mata berbinar sambil mengintip ke dalamnya.     

"Iya, itu oleh-oleh untuk kamu. Semoga kamu suka, ya?"     

"Terimakasih banyak, Ndra. Kapan aku tidak menyukai pemberian dari sahabat terbaikku ini?"     

Andra tersenyum getir sambil memalingkan sedikit wajahnya. Dia mencintai Alea dan berharap cintanya terbalas. Tapi, nyatanya hanya dianggap sebagai sahabat.     

"Oh, iya. Kamu semalam ke tempatku kok tidak telfon dulu? Kan jadi gak ketemu?"     

"Aku niatnya sih pengen kasih kejutan saja. tanpa mengabarimu aku sudah kembali, dan bermaksut mengajakmu untuk makan malam. Tapi, ya sudahlah. Tidak masalah. Yang penting sekarang aku bisa melihatmu." Andra tersenyum sambil memandangi wajah cantik Alea. 'Memberitahumu juga tidak akan merubah kenyataan kalau kau kini sudah jadi milik orang,' batin Andra dengan tatapan sayu.     

"Ndra… Andra! Kamu kok bengong, sih?" tanya Alea sambil tersenyum canggung. Setelah lama tidak bertemu, ia merasa ada yang aneh saja dengan Andra. Padahal, keduanya berdiri ngobrol belum ada lima menit. Namun, Alea yang terlalu peka merasa ada yang berubah dengan diri Andra.     

"Eh, apa, ya?" ucapnya Ketika tersadar dari lamunan.     

"Kok nglamun, sih?"     

"Tidak Alea. Aku hanya terlalu senang saja bisa bertemu denganmu. Karena semalam aku tidak bisa mengajakmu makan malam bersama, sekarang kita ke kantin, yuk beli sarapan! Aku akan mentraktirmu."     

Alea berfikir sejenak. Tadi pagi dia sudah sarapan. Tapi, no bat lah sarapan dua kali cari menu yang ringan saja demi sang sahabat. Lagipula, tadi dia juga Cuma makan dual embar roti bakar dengan selai. Coklat dan kacang. "Baiklah, ayo! Tapi, tunggu sebentar, ya aku taruh ini dulu di meja kerjaku. By the way, thank's ya?"     

"Iya." Andra tersenyum sambil mengangguk lembut.     

Di kantin perusahaan Alea sibuk memilih menu. Akhirnya, ia menjatuhkan pilihannya pada nasi pecel Blitar yang terkenal enak dan sedap. Lagipula, Alea bukan type gadis yang selalu menimbang kalori, protein serta karbo setiap kali akan makan. Sebanyak apapun dia makan, selagi lambungnya sanggup menampung, tubuhnya tetap langsing dan sexy. Memang cocok jadi partner makan.     

"Kamu pesan apa, Lea?" tanya Andra saat tiba di area kantin.     

"Tiba-tiba aku pengen makan pecel Blitar, Ndra. Kamu mau makan apa memang?" tanya Alea dengan sedikit berteriak. Karena di dalam sana suasanaynya sangat ramao oleh para karyawan yang membeli sarapan.     

"Kita samaan saja deh. Biar ngantrinya bisa bareng," jawab Andra. Lalu membiarkan Aklea berada di depannya, agar dilayani lebih dulu. Saat tiba giliran Alea, dia rupanya cukup cerdik juga. dia langsung memesan dua porsi nasi pecel untuk dirinya dan Andra. Jadi, seandainya Andra tidak ikut antri pun juga tidak masalah.     

"Lea, kamu gak coba beli combantrin, gitu?" ucap Andra Ketika mereka sudah selesai makan.     

"Untuk apa?" tanya Alea dengan raut wajah serius menatap Andra dengan mata yang sudh menyipit.     

"Kali saja kamu cacingan. Aku yakin di rumah tadi kamu sudah sarapan. Makannya doyan tapi tetap kurus saja," ledek Andra sambil terkekeh.     

"Mana ada aku cacingang? Coba kamu lihat! Perutku bahkan juga ramping. Orang cacingan itu buncit," jawab Alea seraya berdiri dan mengusap perutnya ke bawah agar terlihat bentuknya yang ramping dan rata.     

"Kali saja cacingnya Cuma satu, tapi makannya banyak. Jadi ga buncit. Tapi, cukup menghabiskan gizi dari makanan yang kau makan."     

"Tidak, ah. Aku pokoknya sehat kok gak cacingan,"jawab Alea bersikeras.     

"Iya, iya aku percaya. Ya sudah, ayo kita ke ruangan. Aku juga belum selesai menulis laporan. Sebentar lagi sudah waktunya jam kerja," ajak Andra mengakhiri candaan yang sebenarnya sudah lama ia rindukan.     

***     

Wakru sudah menunjukkan pukul sepuluh. Tapi, tumben Axel belum juga tiba di kantor. Beberapa kali Alea berusaha menghubungi nomornya. Tapi, tidak diangkat. Sedangkan posisi di gps menunjukkan kalau sekarang dia berada di rumah.     

"kamu kenapa sih, Xel? Masa masih tidur? Apakah kau sibuk, atau ada masalah di rumahmu?" gumam Alea lirih sambil memandang meja kerja Axel yang letakkanya berseberangan dengannya. Berjarak kira-kira dua meteran dari mejanya.     

Ketik mendekati waktu istirahat, terdengar suara pintu terbuka dari luar. Dengan cepat Alea mendongak, melihat siapa yang datang.     

"Axel!" serunya dengan dua bola mata berbinar penuh kebahagiaan. Spontan ia pun langsung mengankat kedua tangannya dari atas keyboard dan berdiri.     

"Alea, kau sudah tiba?" tanya Axel dengan ekspresi wajah yang sama. Di mata keduanya terlukis rindu. Seolah sudah sangat lama sekali keduanya tidak bertemu. Padahal, kemarin juga sudah menghabiskan waktu berdua sampai malam.     

"Harusnya aku yang bertanya. Ada apa kau sampai sesiang ini tiba di kantor?" Ujung ekor mata ALea melirik kea rah jam dinding yangs duah menunukkan pukul sebelas lewat limabelas menit.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.