Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MENGIDAP LEUKEMIA



MENGIDAP LEUKEMIA

0"Dua rius malah. Tenang saja, aku baik-bai k saja. mungkin karena aku kecapean dan kurang tidur."     

"Baiklah."     

Tidak seperti biasa. Andra yang biasanya selalu banyak bicara dan bercanda kini hanya dia. Saja, bahkan, baru saja mobil yang Sisca kemudian memasuki jalan tol Andra juga sudah tertidur. Tapi, gadis itu hanya diam. Mungkin benar jika dia kecapeaan dan kurang tidur. Makanya tubuhnya jadi meriang begitu.     

Setelah satu jam berada di jalan tol, mereka pun tiba di kota kembang juga. seolah tahu kalau sudah tiba di kantor, Andra pun terjaga. Namun, sepertinya sakit pada kepalanya terasa kian parah saja.     

"Kita sudah sampai, ya Sis?" tanyanya dengan suara berat. Kondisinya nampak kian memburuk.     

"Iya, kita sampai. Kamu yakin mau bekerja, Ndra?" tanya Sisca lagi yakin.     

Andra tidak menjawab. Ia tak bisa lagi berpura-pura. Sakit di kepalanya semakin menjadi saja. "Aduh!" keluhnya sambil memegangi kepanlanya.     

"Ndra, kamu kenapa? Apakah kau baik-baik saja? Kita ke rumah sakit saja, ya?" ucap Sisca panik.     

"Kita absen saja dulu, Sis," ucap Andra.     

Sisca tahu, dia melakukan ini untuk dirinya agar tidak terlambat. Sebab, sebagai direktur utama persahaan dia tidak harus datang tepat waktu. Lain halnya dengan sisca.     

"Aku bantu kamu, ya?" ucap Sisca sambil memapah tubuh Andra yang mulai melemah itu. Meskipun dalam keadaan darurat, bersentuhan langung dengan tubuh Andra membuat sisca menjadi berdebar-debar. Jantungnya juga berdetak lebih cepat. Namun ia sadar. Ini keadaannya darurat, bukan untuk menikmati perasaannya terhadap Andra.     

Andra mengusap ujung hidungnya yang terasa basah. Awalnya, ia berfikir mungkin sakit kepalnay karena flu dan cairannya tersumbat ga bisa keluar. Tapi, saat ia mengusap cairan itu berwarna merah.     

"Ndra, kamu mimisan? Sudah, jangan ke kantor. Aku antar kamu ke rumah sakit sekarang, no debat!" ucap Sisca panik. Sambil memtutar balik langkah mereka kembali ke arah parkir.     

"Sis… Sisca. Aku duduk di sini saja. kamu absen saja dulu, oke?" ucap Andra dengan suara mulai lemah.     

"Tapi, kamu sudah kaya gini, Ndra. Mana mungkin aku bisa?" tanya Sisca yang sudah tak dapat lagi membendung air matanya. Deras mengalir membasahi kedua pipinya.     

"Dasar, cengneng! Kalau kamu ingin aku cepat ke rumah sakit, panggil seseorang untuk mengantarku. Tapi, jika kau ingin mengantarku, buruan sana! Kamu absen dulu baru kita ke rumah sakit," ucap Andra. Masih sempat tertawa dan menjitak kening Sisca dengan sisa tenaga yang sangat ia kuat-kuatkan.     

"Ba… abaiklah. Kamu tunggu di sini!" gadis itu berlari sambil mengusap kedua matanya yang basah.     

Sementara di loby Andra berjuang untuk mempertahankan kesadarannya sampai Sisca kembali. sebab, ia tadi belum sempat berpesan agar tidak mengabari siapapun. Termasuk Chaiya, ibu dan juga adiknya.     

Tidak berselang lama, sekitar satu menitan dua orang laki-laki berlari ke arahnya. Di susul oleh Sisca di belakangnya.     

"Tolong, bawa pak Andra ke rumahs akit terdekat cepat," ucap Sisca sambil terus menangis.     

"Ndra, kamu kenapa? Jangan menakutiku," ucapnya sambil terus terisak saat berada di dalam mobil. Sementara dua orang itu berada di depan. Sisca menamani Andra dibelakang sambil memeluk erat pria itu. tak peduli, darah yang keluar dari hidungnya mengenai bajunya. Ia juga sepetinya tak sadar denga napa yang dia perbuat di depan dua staf kantor yang juga mengenal mereka.     

"Sis… aku minta tolong sama kamu, jangan dulu ngabari keluargaku, ya? Siapapun itu, mamaku, adikku ataupun Chaliya. Aku tak ingin mereka khawatir. Biar aku saja yang mengatakan pada mereka langsung nanti."     

"Iya, aku akan diam dari mereka," jawabnya sambil terus merangkul Andra yang duduk di sebelahnya.     

"Kamu diem, jangan nangis gitu, jelek tau!"     

"Kau ini, diamlah! Jangan banyak bicara."     

Saat tiba di rumah sakit, Andra langsung disambul oleh beberapa perawat yang datang dengan cekatan sambil mendorong blangkar. Kini Andra sudah tak sadarkan diri. sementara di depan IGD sisca dan kedua staf kantor itu terus panik dan berharap, semoga sakit yang Andra alami saat ini bukanlah penyakit yang serius.     

"Keluarga pasien Andra Winata," ucap seorang suster yang baru saja keluar dari IGD.     

Seketika, tiga orang yang membawa Andra ke rumah sakit tersebut langsung berdiri dan mengatakan saya secara bersamaan. Andra adalah sosok atasa yang baik dan disegani oleh bawahannya. Jadi, wajar jika mereka tidak ada yang keberatan jika ditunjuk sebagai penanggung jawab. Tapi, lain halnya dengan Sisca. Sejak awal bekerja di Jakarta juga sudah mulai tumbuh rasa suka karena saking asiknya Andra sebagai teman.     

"Siapa yang akan menjadi penanggung jawab?"     

"Saya saja, Dok," jawab Sisca. Akhirnya, ia pun ikut dokter ke ruangannya. Sementara dua karyawan bernama Reno dan Dicky menemani Andra yang sudah mendapatkan kesadaranya kembali di ruang rawat inap.     

"Apa, Dok? Leukimia?" tanya Sisca. Ia tak percaya ini. Ia berharap, ini hanyalah sebuah mimpi buruk dan hilang lalu kembali baik-baik saja setelah ia terjaga nanti.     

"Iya. Tapi ini masih bisa disembuhkan. Walau kemungkinan dan harapannya sangat kecil. Sebab, penyakitnya diketahui sudah cukup terlambat," jawab dokter itu sambil membacakan hasil laboratorium milik Andra.     

Sisca diam tak bisa berkata-kata lagi. Ia bingung memendam dan merahasiakan ini dari orang-orang terdekat Andra. Namun, jika ia berkata pada Chaliya saja, pasti dia akan mengatakan ini pada Arabella. Setelah it uke ibunya. Sedangkan seperti apa kondisi ibunya Andra Sisca juga sudah tahu sejak awal.     

"Terimakasih, Dok. Kalau begitu, saya ke tempat rawat pasien dulu," ucap Sisca. Ia berjalan menuju bangsal Andra juga terus melamun dengan selembar kertas hasil laboratorium di tangannya.     

"Kalian bisa kembali ke kantor dan bekerja. Jika ingin melihatnya lagi, silahkan datang di jam istirahat, atau sepulang kerja saja," ucap Sisca berusaha menguatkan dirinya agar air matanya tak lagi jatuh. Kedua matanya juga sudah nampak sembab dan sedikit bengkak.     

"Baik, Bu Sisca. Kalau begitu kami mohon diri dulu. Jangan sungkat untuk menghubungi kami jia memang butuh bantuan kami," ucap salah satu staf tersebut.     

"Iya. Terimakasih," jawab Sisca. Kemudian ia duduk di dekat Andra dengan wajah yang layu, menggambarkan hatinya yang kini tengah hancur dan rapuh.     

"Sudah, jangan terlalu difikirkan. Semua akan baik-baik saja," ucap Andra lemah.     

"Kau sudah berapa lama menyembunyikan sakitmu ini, Ndra? Kau juga melarang aku memberi tahu keluargamu dan juga Chaliya. Mau sampai kapan begini?" tanya Sisca kembali ia terisak.     

"Sudahlah. Namanya penyakit kan ya bisa disembuhkan."     

"Tapi, Ndra… "     

"Sudah, kita lebih baik pasrahkan saja pada Tuhan, oke?" ucap Andra memotong kalimat Sisca.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.