Cinta seorang gadis psycopath(21+)

LEUKEMIA



LEUKEMIA

0"Iya, saya sendirian," jawab Chaliya. Sebenarnya ia ingin mengerjai Jevin. Tapi, dia tidak mau kejadian tak enak itu terjadi lagi. Ia juga tak ingin menghianati Andra yang sudah setia padanya.     

"Boleh, aku menemaninmu?" ucap Jevin.     

"Silahkan saja, jika anda tidak keberatan," jawab Chaliya dengan canggung, layaknya orang yang belum kenal dah maem jalan saja.     

"Sudah makan siang?" tanya Jevin.     

"Sudah. Tadi sebelum ke sini," jawabnya.     

"Tidak suka makan makanan luar, ya?"     

"Tidak juga. Tadi sebenarnya ada acara di luar. Tapi, karena ditunda saat aku sudah menuju ke lokasi, ya sudah. Belok saja ke sini."     

"Lalu bertemu denganku. Sepertinya kita jodoh," jawab Jevin sambil tersenyum genit.     

Chaliya hanya tersenyum dan sedikit memalingkan muka. Dia tidak suka candaan seperti itu. Karena, dia cukup memiliki Andra saja. Beruntung, dia tidak memiliki masalah dengannya di masa lalu. Tapi, walau bagaimanapun dia sudah berjanji untuk selalu berusaha menjadi orang baik.     

Akhirnya, waktu yang harusnya dibuat untuk syuting, Chaliya habiskan bersama Jevin di time zone sampai keduanya sama-sama lupa waktu.     

Sementara di Bandung, Andra terbaring di rumah sakit tak berdaya hanya dengan teman sekaligus sekertaris nya. Karena, dia sudah meminta dengan sangat agar Sisca tidak mengatakan tentang ini pada siapapun termasuk Chaliya.     

Jadi, ketika di jam istirahat Andra tiada mengabarinya, gadis itu berfikir kalau mungkin saja Andra sibuk dan tak sempat. Baru sore hari, ketika ia ia sudah berada di rumah, dan jam kantor juga usai Chaliya berusaha menelfon calon suaminya. Tapi, tidak diangkat oleh sang pemilik nomor.     

"Kenapa tidak mengangkat telfonnya?" tanya Sisca. Yang tak tahu, itu dari siapa.     

"Itu dari Chaliya. Biarkan saja. Nanti sekitar tiga puluh menitan aku akan membalasnya."     

"Apakah kau tidak taku, dia akan salah paham dan mengira kau ada main di belakang?"     

Biarlah semua terjadi seperti takdir. Setidaknya aku sudah berjuang membuat Chaliya tidak sedih dan memikirkan tentangku. Aku tak ingin dia tidak bisa fokus jalani harinya harga karna penyakitku.     

"Tapi, Ndra! Tidak kah kau ingin tahu, seperti apa tulusnya dia? Apakah dia bisa tetap menerima keadaanmu yang begini?" tanya Sisca. Sebenarnya, gadis itu tidak berharap melihat ketulusan Chaliya. Tapi, nampaknya Andra terlalu yakin.     

Andra tersenyum. Dia yakin karena, dia lah yang paling mengenal dan tahu seperti apa karakter Chaliya yang sebenarnya. Atas apa yang sudah gadis itu lalui, tak mungkin mudah baginya berpaling. Jika pun seandainya nanti Andra mati, dia yakin, dia adalah orang pertama yang sedih setelah ibu dan adiknya. Dia akan merasa hancur karena, dia yakin, tidak akan ada pria yang bisa tulus menyayangi dirinya selain Andra. Tapi, tak mungkin juga Andra menceritakan ini pada Sisca. Pertama, ini rahasianya bersama Alea saja. Kedua, ini sangat tidak masuk akal. Yang ada dia dikira sudah tidak waras saja karena telah mengidap leukimia. Sampai ngayal ga karu2 an.     

"Sejak dia bekerja di kantor pusat PT jaya abadi pak Max sudah tergila-gila padanya. Itulah alasan kenapa dia resign dari sana."     

"Maaf, jika aku sudah terlalu berburuk sangka.     

"Permisi, saya akan memeriksa keadaan pasien dulu, ya Bu," ucap seorang dokter laki-laki berusia kira-kira berusia empat puluh lima tahun.     

"Silahkan, dok," ucap Sisca kemudian dia berpindah.     

"Kondisinya sudah mulai stabil. Perlu dua hari lagi di rawat, ya. Nanti, ke depannya jangan terlalu lelah. Perbanyak istirahat dan makan makanan yang sehat," ucap dokter itu.     

"Iya, Dok. Terimakasih," jawab Andra dengan tenang.     

Dokter itupun akhirnya pergi meninggalkan tempat di mana dia di rawat. Tapi, Sisca mesih diam mematung di atas sofa.     

"Kau tidak lapar?" tanya Andra.     

"Lumanyan. Apakah kau lapar dan tak ingin makan makanan rumah sakit?"     

"Kamu tahu?"     

"Tentu saja. Ya sudah, kamu mau makan apa? Biar aku yang keluar membelikan sesuatu untukmu. Apakah kamu tidak apa-apa jika sendiri?"     

"Tidak apa-apa. Aku kan bisa jalan ke kamar mandi sendiri," jawab Andra yang ditimpali senyuman oleh Sisca.     

Setelah Sisca keluar, Andra meraih ponselnya. Kemudian ia menelfon Chaliya.     

"Halo, Sayang? Bagaimana dengan harimu? Apakah menyenangkan?" tanya Andra. Dia bisa seceria itu. Karena kondisinya sudah mulai membaik, dan lagi, Chaiya adalah mood bosternya.     

"B aja. Kamu sibuk apa, sih, berhari-hari tidak ada kabar sama sekali? Setiap aku Chat kamu dulauan, pasti kau lama sekali balasnya," jawab gadis itu dengan suara manja yang membuat Andra selalu betah berjam-jam ngobrol dengannya.     

"Maaf, ya? Ini kan juga demi kamu, Sayang. Kalau semua beres, aku bisa cuti sedikit lama, agar tidak mengganggu bulan madu kita. Kamu, pengen bulan madu di mana?" tanya Andra. Munafik. Dia saja tidak yakin penyakitnya bisa sembuh. Bagaimana mungkin akan menikah dan meninggalkan dia sendirian menjadi janda?     

"Baiklah. Aku maafkan. Bagaimana apakah minggu depan kita jadi fitting gaun pengantin?" tanya Chaliya semangat.     

"Pasti. Tapi, andai aku tidak bisa, ditunda juga tidak masalah, kan? Lagipula, acara kita masih lama, Sayang. Untuk tanggal kiya juga belum menentukan," ucap Andra.     

"Ya sudah, tidak masalah. Kamu lagi apa, Ndra?" tanya Chaliya dengan suara lirih.     

"Tidak ada. Aku sedng santai saja. Kamu sendiri sedang apa, Sayang?"     

"Sama. Aku lagi santai saja sambil telfonan sama kamu. Sudah makan, Ndra?"     

Bersamaan dengan itu, pintu kamar rawatnya terbuka dari luar. Dia pikir siapa. Ternyata Sisca yang datang.     

"Belum. Sayang, kita lanjut nanti lagi, ya? Ada tamu," bisik Andra. Kemudian langsung mematikan panggilan tanpa menunggu jawaban dari Chaliya.     

Andra memang sengaja mencari alasan agar Sisca meninggalkan dia. Ia merasa ada yang tidak beres dengan perasaan sekertaris sekaligus temannya ini. Entah, benar atau salah karena terlalu Ge Er. Tapi, mana mungkin, seorang teman mengetahui temannya mengidap penyakit kronis yang lumayan parah, bisa sampai takut itu, jika memang tidak ada perasaan sayang dan takut kehilangan untuk selamanya.     

Andra berfikir kalau selama ini, diam-diam Sisca menyukai dirinya. Tapi sayang dia sudah lebih dulu jatuh cinta pada ada Chaliya sejak dirinya belum menjadi apa-apa. Dan sekarang, cintanya terbalas.     

"Kamu telfon siapa?" tanya Sisca sedikit canggung.     

Andra diam. Ia berusaha menjaga perasaan temannya itu. Tapi, untuk berbohong juga tak enak. Ia takut, Sisca tahu jika dia menyadari perasaannya tapi tetap memiliki acuh dan mengabaikan. Jadi, diam dan pura-pura tak menyadari lah jalan terbaiknya.     

"Apakah itu Chaliya?" tanya gadis itu tersenyum. Namun, terlihat jelas kalau hatinya rapuh.     

"Iya. Aku tadi berfikir untuk balas via chat saja. Tapi karena aku pikir aku terlalu sering mendiamkannya, jadi aku menelponnya saja," jawab Andra.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.