Cinta seorang gadis psycopath(21+)

istri yang tak diinginkan



istri yang tak diinginkan

0"Kau sudah dewasa, Xel. harusnya kau juga sudah bisa berfikir, bukan? Apa kira-kira dampaknya jika kau bercerai dengan Wulan? Sebelum aku dan kedua orangtua Wulan mejadi besan, kami sudah lama bersahabat dari sejak bangku SMA. Ya sudah, mama lelah. Besok mama harus ke luar kota," ucap wanita itu. Kaku seolah tidak melunak sedikit pun dengan permintaan maaf putranya. Memaafkan atau tidak, dia juga tidak mengatakan.     

'Haaah! Makanya, lain kali jangan banyak tingkah berlagak sok-sok jodohin aku sama anak sahabatnya pula. Jadi, lama nitipin Wulan ke aku dan suruh dia tinggal serumah denganku itu emang udah rencana kalian, ya?'     

Sore hari, seperti biasa. Elizabeth selalu menikmati sunset di roof top sambil membaca surat kabar harian langanan.     

Tak ingin perseteruan dengan sang ibu berlama-lama, Axel menghampiri Elizbath dengan teh putih favorit mamanya.     

"Ma, minumlah, aku membuatnya sendiri kusus untukmu," ucap Axel karena sejak ia datang tadi mamanya nampak tidak peduli sama sekali dengannya.     

"Terimakasih," jawab Elizabeth masih tidak mau mengalihkan pandangan dari surat kabar di tangannya.     

"Aku sadar, aku salah. Aku minta maaf. Kemarin, aku mengambil keputusan saat emosi. Jadi, semua malah jadi seperti ini. Jika saja aku lebih bisa lagi mengelola emosiku, sepertinya tidak akan terjadi Wulan pergi ke London. Aku mengaku salah. Apakah mama mau memaafkanku?" ucap Axel dengan tulus. Sebenarnya tidak. Tapi, dia sudah menghabiskan berjam-jam di depan cermin untuk latihan.     

Mendengar itu, Elizabeth langsung meletakkan surat kabar di tangannya dan memandang ke arah putranya.     

"Apakah kau sudah menelfon istrimu, dan meminta maaf?"     

"Belum, Ma. Tapi, secepatnya aku akan menelfon dia. Hanya saja, aku tidak akan buru-buru membiarkan dia segera kembali jika memang dia di sana bisa merada lebih baik dan dapat melupakan tentang Alea dan Chaliya."     

"Apapun yang terjadi, jangan pernah bercerai. Karena, dalam sejarah keluarga kita, tidak ada yang namanya perceraian, Xel. Jika tidak, mau taruh mana muka mama di hadapan keluarga besar saat acara reuni keluarga?"     

"Tapi, memiliki simpanan di luar boleh, kan Ma?" tanya Axel. Membuat Elizabeth bagai disambar petir saja.     

"Apa kamu bilang? Memili simpanan? Simpanan kepalamu, hah?" ucapnya dengan ngegas dan memukul kepala putranya dengan gulungan surat kabar.     

"Aduh, Ma... Ini sakit sekali. Harusnya kau tak perlu malu jika ini diketahui oleh keluarga besar, terutama dari pihak papa. Kau bisa katakan pada mereka, kalau darah Leonel yang mengalir ditubuhku, membuat aku banyak meniru dia. Termasuk tak bisa setia dengan satu wanita."     

Elizabeth menghela napas panjang. Kemudian, meraih teh putih buatan putranya dan menyeruputnya pelan. Kemudian ia berkata, "Kamu salah, Xel. Mendiang papamu itu pria sejati yang tetap setia pada satu wanita.     

Seketika mata Axel membulat. Ia berfikir apakah mamanya berusaha menutup aib sang papa yang jelas-jelas bobrok memiliki wanita lain di luar sehingga membuat dia dulu tak peduli dengan anak dan istrinya. "Mama, kalau bercanda jangan kelewatan, deh!" ucap Axel sambil tertawa garing.     

"Mama serius, Xel. Tidak bercanda. Sebenarnya, mama lah yang merusak hubungan dia dengan wanita simpanan papamu. Tapi, karena mereka masih belum menikah, lantaran tak disetujui oleh kakek nenekmu, dan mama berasal dari kalangan berada, maka wanita itulah yang harus menerima pahitnya hidup dan mendapat bulian dari para netizen sebagai wanita jalang perusak rumah tangga orang."     

"Hah, apakah kau serius, Ma? Kau tidak sedang bercanda, kan?" tanya Axel seolah tidak percaya.     

"Iya, mama serius, Xel. Dia sering dihakimi oleh masyarakat luas secara tak adil hanya karena dia bukan berasal dari kalangan bangsawan. Lain halnya dengan mama yang bisa membeli simpatik mereka sebagai wanita yang diabaikan suaminya demi wanita lain. Padahal, faktanya, papamu sudah bersama wanita itu sejak SMA."     

"Lalu, bagainana bisa dia menikah denganmu, Ma? Jika memang dia setia dengan satu wanita, kenapa dia masiu mau menikah dengan mama? Apakah hanya untuk menperkaya diri saja?"     

Elizabeth tersenyum lembut dan menggeleng pelan. "Bukan. Sejak awal, aku juga sudah jatuh cinta dengan papamu. Mama meminta orangtua mama untuk merekayasa perjodohan bisnis dengan keluarga papamu. Jelas, kala itu papamu sangat murka dan berfikir untuk meninggalkan rumah asal bisa menikahi wanita pilihannya sendiri. Namun, kakekmu mengancam keluarga papamu akan membatalkan semua kerja sama dan mencabut infestasi saham di perusahaannya. Tak ingin mengalami kerugian besar, maka mereka memaksa papamu menikah dengan mama. Dia pun bersedia demi menyelamatkan keluarganya."     

"Mama... Apakah kau tidak berfikir, pernikahan tanpa cinta hanya akan meyakitkan saja?" tanya Axel. Dia tak percaya dengan itu semua. Tapi, mmaanya sedikit pun tak nampak jika dia sedang bsrbohong dan mengada-ada.     

"Kala itu mama benar-benar dibutakan oleh cinta. Jadi, tidak berpikir sampai sejauh itu. Kupikir, hanya denhan memilikinya secara resmi dan disaksikan oleh banyak orang saja sudah cukup. Nyatanya, hanya memiliki raganya tanpa hatinya itu jauh lebih menyakitkan. Beberapa kali mama menemui wanita itu agar menjauhi Leonel suamiku. Tapi, dia berkata tidak berani. Leonel mengancam akan menghancurkan keluarganya jika dia berani hanya berfikir untuk pergi darinya. Apalagi, benar-benar menjauhinya. Hingga akhirnya aku pun menyerah membiarkan dia hidup semaunya dengan satu sarat," ucap wanita itu menggantung. Tubuhnya terasa bergetar hebat ketika ia harus mengakui kesalahannya sendiri di depan anaknya. Tapi, menutupi terus juga tak baik jika akhirnya Axel tahu keburukan dirinya dari orang lain.     

"Apa sarat itu, Ma?" Rupanya Axel benar-benar penasaran dengan sarat yang ibunya ajukan.     

"Mama katakan pada ayahmu bebas mau ngapain saja diluar sana, asal dia memberiku keturunan laki-laki sebagai penerus perusahaan keluarga dan bersikap mesra padaku dihadapan umum. Dia sangat keras kepala, jelas dia menolak karena telah bersumpah tidak akan menyentuh wanita lain selain wanitanya itu, yang selalu dia banggakan. Tapi, dengan berbagai pertimbangan, dia pun menyetujui hal itu. Lagi pula, keluarga besarnya menolak keras wanita itu dan hanya mengakui aku sebagai menantu, dan anak dariku lah yang akan disahkan sebagai penerus perusahaan keluarga. Bukan dari wanita lain. Dia awalnya tidak peduli. Tapi, saat itu kakek dari papamu baru sembuh dari sakit jantungnya, dan kebetulan aku memiliki rekaman dirinya bersetubuh dengan wanita itu, dia pun mau menurutinya. Karena, baginya orangtua adalah prioritas utama. Jelas dia tak ingin aku menunjukkan rekaman itu pada mertuaku. Atau, papanya akan drop."     

"Kemudian, setelah aku lahir, papa juga tidak peduli, ya Ma?"     

"Iya. Tapi, mama tidak menyalahlan dia. Karena, memang sejak awal, mama ini bukanlah istri yang diingkan. Jadi, wajar. Mama cuma berfikir setalah kau lahir, hatinya melunak. Tapi, lagi-lagi itu hanya pikiran mama saja. Semua salah." Elizabeth tertawa getir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.