Cinta seorang gadis psycopath(21+)

PENGORBANAN



PENGORBANAN

0Dari balik jendela kaca ruang ICU Chaliya mengintip Andra yang masih terbaring lemah tak sadar dengan banyak alat yang menempel pada tubuhnya. Ia sudah tak bisa lagi menitikkan air mata. Hari-hari yang indah itu seolah terlalu cepat berlalu.     

"Ayo, sembuhlah, Ndra! Kau yang begitu keras kepala harusnya bisa dengan mudah kan melawan penyakit ini? Lihat dirimu! Ini bukan lah sosokmu yang kuat. Di mataku kau tetaplah andra yang kuat dan begitu selamanya. Sembuhlah, Sayang. Agar kita bisa segera melaksakan pernikahan kita yang tinggal beberapa minggu. Kau, bisa kan?" ucap Chaliya seorang diri.     

Derap langkah kaki lebih dari satu orang berjalan kompak dan cepat mendekati dirinya. Cepat-cepat Chaliya menghapus air matanya. Awalnya dia mengira siapa? Tapi, ternyata seorang dokter dan dua orang perawat yang masuk ke ruang ICU itu adalh dokter yang menangani Andra.     

Dengan sabar gadis itu menunggu dokter keluar untuk menanyakan kondisi pasien. Tapi, setelah keluar dan bertanya, jawabannya sungguh mengecewakan.     

"Bagaimana kondisi calon suami saya, Dok?" tanyanya dengan tatapan penuh harap.     

"Untuk selama ini, masih belum ada perkembangan. Pasien masih mengalami kritis, Mbak."     

"Iya," jawabnya dengan wajah tertunduk dan kecewa.     

Merasa lelah, Andra juga masih belum sadar, masuk ke dalam sana juga tak di izinkan, akhirnya Chaliya duduk di kursi yang sudah di sediakan di depan ruang ICU. Tak tahu harus berbuat apa. Ia membuka gakeri berisi foto moment saat bahagia dulu.     

"Axel?" gumamnya lirih saat sebuah panggilan masuk dari kontak bernama Big BOSS itu.     

"Hali, Pak."     

"Bagaimana kondisi Andra saat ini, Cha?"     

"Masih sama. Dia belum bisa melewati masa kritisnya."     

"Kamu yang sabar, ya? Aku masih ada urusan di kantor polisi. Setelah semua beres, aku akan segera ke sana untuk melihat keadaan Andra."     

"Iya, terimakasih."     

Panggilan pun dimatikan. Chaliya takt ahu, Wulan berhasil melarikan diri atau tidak. Yang dia tahu, saat Axel membawa Andra masuk ke dalam mobil dia sudah tak sadarkan diri. bangun-bangun sudah berada di rumah sakit. Ke kantor polisi urusan apa dia juga sama sekali tidak tahu, dan tidak bertanya. Dia tak ingin tahu apa-apa. Yang dia inginkan saat ini hanyalah satu. Kesembuhan bagi Andra.     

"Chaliya!"     

Gadis itu menoleh ke sumber suara yang memanggilnya. Nampak olehnya seorang wanita paruh baya bersama gadis muda usia sekitar sembilan belas tahunan tengah berjalan menuju ke arahnya.     

Chaliya tak kuasa melihat dua perempuan itu. dia langsung beranjak memeluk wanita paruh baya tersebut dan air mata ketiganya sama-sama tumpah.     

"Maafkan Chaliya, Tante tidak bisa menjaga Andra dengan baik. Harusnya, di aitu tidak boleh terluka," ucapnya sambil terisak.     

"Sudahlah! Kau jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri. Percayalah klau semua ini takdir. Ara sudah menceritakan semuanya pada tante. Atas perbuatan Andra yang sangat tidak mengenakkan tante minta maaf, ya?"     

"Tidak, Tante. Dia tidak k salah. Hanya caranya saja yang salah. Tapi, niat dan tujuannya baik, kok."     

***     

"Puas kau, Wiliam sudah membuat aku masuk ke dalam penjara? Dengan begini, misimu tinggal satu. Menyuap pihak rumah sakit agar Andra mati saja tak terselamatkan. Dengan begitu kau bebas menikahi wanita jalangmu itu, hahahaha," ucap Wulan sambil tertawa nyaring.     

"Kau masuk ke dalam penjara atas perbuatanmu sendiri. Bukan karena aku," jawab Axel kecewa. Ia tak menyangka, bagaimana dulu tidak selektif saat memilih Wulan menjadi pasangannya. Harusnya, saat pertama dia menganggap novel kayra Ale aitu adalah benar dan nyata dia sudah lebih dulu waspada dan bertanya secara pribadi dengan psikolog tetang kepribadiannya itu. meskipun pada akhirnya hasilnya ya benar. Tapi, menganggap nyata sesuatu yang tak tentu kebenarannya kan juga bisa masuk ke dalam gangguan psikologi. Di tambah lagi sekarang, menganggap Chaliya adalah Alea dengan wujud baru. Kedua jelas-jelas melihat dia ke bandung membantu Chaliya agar masalahnya dengan anda kelar juga dikata berzina.     

"Ya. aku tahu. Anggap saja kali ini kau sedang beruntung. Lalu, apakah kau akan katakana pada kedua orangtuaku?"     

"Mereka sudah tahu dan dalam perjalanan ke tanah air."     

"Maaf, waktu kunjungan sudah berakhir," jawab sifir yang menjaga lapas.     

Seketika Wulan memasang raut wajah kesal. Dia belum puas mengatai Axel yang mungkin sebentar lagi akan berstatuskan mantan suami. Tapi, karena sudah habis, mau gimana lagi? Tak ada gunanya memberontak. Atau, aka nada hukuman lain di dalam sel. Dikurung seperti hewan saja sudah membuatnya tersiksa.     

"Ya sudah, sebentar lagi kau pasti akan menemui jalangmu itu, kan? Selamat bersenang-senang," ucap Wulan sambil tersenyum kea rah Axel.     

"Anda melakukan kejahan. Apakah anda tidak menyesal?" tanya polwan yang mengantarnya kembali ke kantor dalam sel tahanan.     

"Tidak. Buat pa menyesal? Apakah dengan menyesal waktu bisa diputar kembali? Tidak, kan? Jadi, jalani saja yang ada."     

"Seandainya kau tidak melakukan kesalahan. Kau masih bisa menghirup udara bebas di luar sana."     

"Iya, kau benar. Aku melakukan kesalahan. Asal nusuk saja. gak tahu, jika targetku dilindungi. Tapi, aku masih bisa bebas, kan? Akan kucoba lagi siapa tahu, yang kedua tepat sasaran," jawab Wulan dengan tenang.     

'Dasar, orang gila! Sudat hau salah melakukan tindak kejahatan percobaan pembunuhan. Tapi, kok ya gak ada nyeselnya. Biasanya menangis menyesal. Tapi, kenapa ini sama sekali tidak. Apakah dia seorang psychopath?" batin polisi tersebut.     

***     

Andra baru sadar dari komanya setelah mendapapatkan perawatan secara intensif di ruang ICU selama tiga hari. Atas kesepakatan pihak keluarga, rencananya, Andra kan di pindah ke rumah sakit besar di Jakarta sana. selain fasilitas lebih lengkap, juga memudahkan pihak keluarga.     

"Kamu marah sama aku, Cha?" tanya Andra saat berada di dalam mobil ambilance berdua dengan Chaliya saja. sementara ibunya, adik dan mamanya Chaliya berada di dalam mobilnya Axel.     

"Marah untuk apa?"     

"Yak arena aku nyakitin kamu."     

"Aku hanya marah kau menyembunyikan hal besar ini padaku. Aku ini calon istrimu. Harusnya aku lebih berhak tahu daripada Linzie dan Sisca."     

"Apakah kau cemburu pada mereka bedua?"     

"Untuk apa aku cemburu dengna dua orang yang hanya jadi alat? Aku tahu, tujuanmu baik. Tapi, tetap saja ini salah dan gak benar, Ndra."     

Andra tersenyum dan memegang tangan Chaliya dengan telapak tangannya yang dingin serta seluruh kukunya yang nampak membiru. "Masihkah kau mau menikah denganku yang penyakitan ini?"     

"Kenapa aku menolak? Asal kan itu kau, aku tak peduli. Hanya kamu satu-satunya pria yang ingin aku nikahi bukan Axel, atau siapapun. Hanya Andra saja."     

"Sudah jangan nangis lagi." Sebenarnya ingin sekali Andra menghapis air mata Chaliya. Tapi, menggerakkan tangannya mengarah ke pipi mulus itu saja rasanya dia sudah tak mampu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.