Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MENEMUI WULAN DI PENJARA



MENEMUI WULAN DI PENJARA

1Elizabeth menoleh memandang Wulanyang terus memanggil nama putranya dengan prustasi.     

"Ma, ini bagaimana? Apakah Axel marah sama aku atas kesalahan yang dilakukan oleh kedua orangtuaku?" tanya Wulan sedih.     

"Dia mungkin terlalu lelah. Kau tahu, siapa pria yang tusuk kemarin?" tanya Elizabeth.     

"Andra? Dia karyawan Axel yang dia percayakan memimpin anak perusahaanya di Bandung, kan, Ma?" tanya Wulan. Seolah, e=selama taka da keuntungan dan hubungan kerabat, tak masalah dia melukai siapapun.     

"Ya. Tapi, lebih dari itu. Andra juga putra Leonel. Axel menyayanginya sebagai adik. Tapi, karena dia mengidap leukemia. Tusukan yang harusnya bisa segera sembuh berakibat fatal."     

Wulan terbelalak kaget. Melihat sikap Axel yang nampak marah padanya, pasti tidak akan hari-hari yang baik baginya ke depannya nanti. "Apa? Saudara? Lalu, bagaimana kondisi Andra sekarang, Ma?" tanya Wulan. Penasaran dan juga ketakutan.     

"Dia? Dia akhirnya meninggal karena ulahmu. Sekarang, Axel merasa terpuruk karena khilangan saudara yang baru dia temukan."     

Wulan diam membisu. Bahkan, memanggil mama mertuanya saat pergi begitu saja dia juga tidak berani.     

Baru setengah jam Wulan kembali ke dalam pencara. Lagi, seorang sipir memanggil Namanya karena ada yang mengunjungi. Awalnya dia berfikir siapa. Ternyata kedua orangtuanya sendiri.     

"Mama, Papa. Untuk apa kalian ke sini?" tanya Wulan ketus. Dia kecewa atas apa yang mereka lakukan tanpaa adanya persetujuan darinya.     

"Hey, Wulan? Apa yang baru saja kau katakana? Tidakkah kau merasa senang kami datang ke mari? Bagaimana bisa kau sampai masuk ke sini dan suami dan mertuamu yang hebat itu tidak membantumu?" ucap Miranda. Mulai memprovokasi putrinya.     

"Memang aku bersalah, Ma. Lalu harus apa? Meminta mereka menggunakan uanganya untuk membebaskanku? Oke, aku mungkin bisa bebas dari penjara. Tapi, aku tidak akan bisa bebas dari bulliyan masyarakat dan juga netizen!" jawab Wulan ketus.     

"Soal itu, yang penting kamu tidak mendertita di sini, Nak."     

"Apa? Menderita? Mama peduli sama aku?" Wulan tertawa konyol setelah mendengar apa yang baru saja mamanya katakan.     

"Wulan, begini cara kamu berbicara pada mama kamu, hah? Di mana sopan santunmu sebagai anak?" tanya Nicolas marah.     

"Pa, aku kasih tahu satu hal pada kalian. Peduli, ikut campur itu adalah seuatu yang sangat berbeda," jawab Wulan sambil tertawa.     

"Apa maksud kamu bicara seperti itu, Wulan?"     

"Mama menjodohkan aku sama Axel agar bisa mendapatkan maskawib berupa suntikan dana sebesar limaratus milyar dari keluarganya Axel, bukan? Sekarang, setelah aku bahagia dan meninctai dia sebelum pernikahanku, mama dan papa diam-diam mengurus perceraianku. Kenapa? Apakah ada pria lain yang lebih kaya yang mau memberi mahar lebih padaku?"     

"Plak!" sebuah tamparan keras mendarat di pipi Wulan yang mulai kusam karena tak lagi di rawat.     

"Dasar anak durhaka! Berani bicara begitu?"     

"Kalau memang itu kenyataannya, kenapa memang? Selama ini aku patuh pada kalian. Tapi, saat aku dalam masalah kalian tak sudi untuk datang. Aku tahu, mama sudah hampir dua minggu datang di tanah air. Jika memang peduli, datang ke sini dulu lihat keadaanku di penjara seperti apa. Tapi, nyatanya tidak bukan? Kalian malah sibuk mengurus perceraianku diam-diam tanpa persetujuanku!"     

***     

Di tepi ranjang Chaliya duduk sambil menekuk lututnya. Bayangan tentang Abdra sedetikpun tak dapat lenyap dari ingatannya. Ia benar-benar stress dan terpuruk. Sudah empat hari sejak Andra meninggal Chaliya tidak makan dan minum. Tubuhnya terasa lemas. Saat ia hendk melangkah menuju meja riasnya pun juga terasa limbung.     

Dengan tangan bergetar diraihnya foto berukuran duapuluh lima R yang menunjukkan gambar dirinya dan Andra saat keduanya berada di pulau dewata Bali, berpose di tepi pantai.     

"Ndra, mana bisa aku seperti ini? Aku gak ma uterus-terusan sedih dan menderita. Tanpamu aku rasanya ingin mati saja. buat apa aku hidup jika takut untuk jatuh cinta. Ayahku selingkuh dari ibu, pacarana sama sahabat ibu, kemudian dengan putrinya. Axel juga berpaling setelah tahu kejahatan yang aku lakukan. Lalu kini, dengan identitas baruku, kembali dia tergila-gila padaku hanya karena kekurangan istrinya. Enak sekali dia bisa tetap bahagia setelah melakukan ini padamu?" gumam Chaliya seorang diri.     

Kembali ia ke atas ranjang dan duduk bersandar di sana. ia teringat moment terakhir di rumah sakit. Axel adalah saudara seayahnya. Kenapa tidak menawari tes sum-sum tulang belakang? Apakah rasa sayang pada Abdra sebagai sodara yang ditunjukkan hanyalah bulsyt? Sekedar meraih perhatian darinya saja? lalu, apa sebenarnya yang Axel lakukan saat berdua di kamar? Kenapa tiba-tiba Andra sampai masuk IGD padahal kondisinya baik-baik saja.     

Pikiran Chaliya terus melayang ke mana-mana. Berkali-kali dia berusaha berfikir positif. Tapi, tidak bisa. Sebab di dalam kamar VIP Andra taka da cctv atau kamera tersembunyi yang bisa menunjukkan Axel benar-benar bersalah atau tidak.     

"Tok tok tok! Chaliya. Nak Max mencarimu," ucap mamanya dari luar.     

'Kebetulan sekali?' batin gadis itu kemudian ia menyeringai.     

"Suruh ke sini saja, Ma," jawab Chaliya dengan suara yang dia kuat-kuatkan.     

Tanpa mengetuk pintu lagi Axel langsung masuk ke dalam kamar Chaliya. Nampak olehnya dari ambang pintu gadis itu berdiri membelakanginya dan meletakkan foto berbingkai emas gambar Andra. menunjukkan kalau ia masih larut dalam kesedihan.     

"Chaliya," panggil Axel.     

Seketika gadis itu pun menoleh. Wajahnya terlihat kusam, kusut dan nampak kurus. Belum lagi lingkar hitam di kedua kelopak matanya menandakan bahwa dia tidak memiliki tidur yang bagus.     

"Oh, kau rupanya. Kebetulan sekali, aku juga sedang ingin bertemu denganmu. Tapi, kau malah datang dengan sendirinya," ucap Chaliya setelah membalikkan tubuhnya menghadap pada tamunya.     

"Kau mencariku?" tanya Axel ragu. Sebab, setelah kepergian Andra untuk selama-lamanya nomor Chaliya sama sekali tidak dapat di hubungi."     

"Apa yang kau lakukan pada Andra kala itu? Bukankah saat aku keluar bersama mamamu dia baik-baik saja? Kenapa tiba-tiba saja ngedrop?"     

Axel terdiam. Dia sudah menduga kalau Chaliya memiliki pikiran buruk dan curiga padanya kalau dia yang membuat Andra menjadi demikian. "Maaf. Mungkin aku terlalu banyak mengajaknya bicara," jawab Axel lirih.     

"Kau memang ingin dia mati? Mama juga bilang kalau mertuamu meminta dirimu menceraikan Wulan. Apakah ada konspirasi di balik ini? Aku kasih tahu kau. Sekalipun Andra sudah mati, perasaanku padamu tidak akan berubah. Aku tidak akan pernah menyukaimu!" ucap Chaliya tegas.     

"Oh, ya? Aku suka tantangan," jawab Axel. Tanpa sadar, kata-kata itu membuat Chaliya emosi.     

"Biadap kau memang. Apakah kau sengaja memperparah andra agar dia cepat mati, dan kau ingin mendapatkanku? Sungguh, sifatmu itu tidak layak di sebut manusia, pak Max!" ucap Chaliya kecewa dan marah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.