Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MEMBELI RUMAH BARU



MEMBELI RUMAH BARU

2Setengah jam perjalanan, akhirnya mereka bertiga tiba di sebuah rumah yang etaknya sedikit jauh dari tempat warga yang lain. Tempatnya nampak sejuk, asri, sejuh dan desain bangunan minimalisnya nampak modern.     

"Ini rumahnya, Nona. Bagaimana? Apakah anda suka? Di sana ada dua kamar dan satu kamar utama dengan kamar mandi dalam," ucap salah satu dari mereka.     

"Dari penampilan luarnya aku sih suka. Ini bagus sekali, sesuai yang kubayangkan," jawab Chaliya puas.     

"Kalau begitu, mari Nona kita masuk lihat ruangan di dalamnya," timpal pria satunya yang mengenakan kemeja biru laut dan jas hitam.     

"Apakah kalian membawa kuncinya?" tanya Chaliya dengan mata yang berbinar senang.     

"Iya, kami membawanya. Mari nyonya," jawab mereka hampir bersamaan.     

"Ya sudah, ayo aku sudah tak sabar."     

Begitu mereka masuk ke dalam, masih di ruang tamu saja, Chaliya sudah dihadapkan oleh interios yang sangat menghipnotis. Tatanan ruangan, kamar, Gudang, ruang keluarga, kamar mandi dapur dan meja makan serta kolam renang di sisi rumah dekat ruang makan benar-bnar sangat bagus.     

"Berapa harga rumah ini? Aku sangat menyukainya. Dan mau membelinya," ucap Chaliya puas setelah melihat isi keseluruhannya. Termasuk lantai atas, dengan balkon luas model roof top dan kamarnya.     

"Silahkan anda tanda tangan di sini sebagai bukti pembayaran," ucap Rado, pria berkemeja merah hati dan tak memakai jas.     

"Aku bahkan belum mentranfer uangnya," jawab Chaliya.     

"Kami percaya sama anda, Nona," jawab Riki. Pria berkemeja biru muda.     

Setelah mebayaran lunas, mereka memberikan kunci rumah dan sertifikat yang masih belum dibalik nama. Tapi, seusai perjanjian awal, kapanpun Chaliya ingin mengganti nama kepemilikkan menjadi miliknya, itu sudah gratis.     

"Ini imbalan buat kalian karena mendaptkan rumah sebagaus ini," ucap Chaliya sudah menyiapkan sebuah amplop coklat, dan menyerahkannya pada Rado.     

"Terimakasih, Nona. Lalu, kapan itu di antar ke mari?" tanya Rado.     

"lebih cepat lebih baik, ini uang tutup mulut kalian, untuk imbalan lainnya, menunggu setelah dia kalian bawa, oke?"     

"Terimakasih, Nona. Kami selalu senang bekerja sama dengan anda! Mcuah!" jawab Rado sambil mengecup gepokan uang seratus ribuan dari Chaliya.     

"Begitu pun saya."     

Setelah membereskan semua urusannya, Chaliya segera pulang ke rumah setelah mendatangani kontrak endorse sebuah produkmbody care yang pemoteretannya akan dilaksanakan besok siang. sesampainya di rumah, gadis itu menceritakan pertama prihal mobil dan ponsel yang diwariskan padanya. Kedua, Chaliya menceritakan tentang rumah barunya.     

"Apa? Jadi kau benar-benar sudah membelinya?" tanya Thassane setengah tidak percaya.     

"Iya, Ma. Aku kan ambil jasa frelance marketing. Begitu mendaptkan yang cocok sesuai gambaran, mereka langsung mengabariku, dan aku pun suka," jawab Chaliya.     

"Lalu, kapan rencana kamu akan pindah di sana?" tanya Thassane sedih.     

"Bagaimana kalau sekarang, Ma? Semua sudut rumah ini hanya mengingatkan aku dengan mendiang Andra saja. aku juga ingin bahagia, Ma." Mata Chaliya menatap sayu wanita yang dua tahunan ini menjadi mamanya.     

"Baiklah, tidak masalah. sering-sering kunjungi mama, ya? Atau, jika sewaktu-waktu mama ingin datang mengunjunimu juga tak masalah, kan?" tanya Thassane sambil mengusap kepala putrinya.     

"Tentu saja, Ma. Kenapa tidak?" jawab Chaliya dengan mata yang mulai berbinar.     

"Ya sudah, mari mama bantu kamu beresin barang-barang dan menatanya di sana."     

"Baik, Ma. Terimakasih banyak."     

Karena barang yang dibawa Chaliya tidak begitu banyak, maka tidak perlu kembali sampai dua kali juga sudah cukup mengangkut semua yang dia butuhkan. Apalagi, alat dan prabot dapur sudah lengkap di sana termasuk juga lemari es, televisi mesin cuci dan lain-lain. Jadi, dia tidak terlalu lelah menata dan mengisi ruang, hanya fokus dengan pakaian dan barang pribadinya saja yang taruh kamar.     

"Apakah mama mau bermalam di sini?" tanya Chaliya setelah semuanya beres dan selesai makan malam bersama."     

"Apakah boleh?" tanya Thassane.     

"Kenapa tidak? Tentu saja boleh, mama pilih kamar yang mana? Apakah mau tidur di atas sama aku, Ma?" tawar gadis itu.     

"Tidak, mama tidur di bawah saja. kau tahu, kan mama tidak begitu suka jika kamar ada di lantai atas," jawab Thassane.     

"Baik, lah Ma. Selamat malam, semoga mimpi indah," ucap Chaliya, dan langsung menaiki anak tangga menuju kamarnya.     

Sesampainya di dalam, cepat-cepat Chlaiya mengunci pintunya dan membuka kolong di bawah kasurnya. Ia Tarik keluar tenpat ysng biasa digunakan untuk menyimpan barang terdebut. Di situ, juga ia beri busa tipis, yang kira-kira tebalnya sepuluh cm. cukup empuk memang  jika dibuat untuk tidur. Tempat yang dia tata dan hias serapih mungkin, di mana di sana ada sosok yang tengah berbaring memakai pakaian rapi, jas, dasi lengkap dengan pantofel hitam serta jam tangan rolex yang membuat penampilannya kian mewah dan mempesona. Namun, mata sosok itu tetap terpejam.     

"Hay, sayang! Maaf telah membuatmu menunggu lama. Tadi, aku masih beres-beres kamar, dan lagi, kau juga tahu, kan kalau ada mama aku juga?" ucap Chaliya pada sosok tersebut.     

Sosok itu tetap bergeming seperti posisinya semula. Diam, berbaring, tangan dilipat di atas perut dan terpajam.     

Chaliya berjongkok, mengelus pipi itu yang terasa dingin seperti es, lalu meninggalkan kecupan di sana. "Kau tetaplah di sini, bersamaku selamanya. Sungguh, aku tak bisa jauh darimu. Aku sayang sama kamu, Ndra. Dengan adanya kamu bersamaku, menemanuku di kala lelahku setelah aktifitasku seharian, ini akan membuatku merasa lebih baik, dan lelahku juga seolah hilang hanya dengan melihatmu," ucap Chaliya lagi.     

Saat Chaliya memandang wajah tampan yang putih dan pucat itu,dan mengelus lembut wajahnya. Ponsel di dalam tas yang ia letakkan asal di atas tempat tidurnya berdering. Sebenarnya gadis itu merasa enggan mengangkat telfonnya. Tapi, it uterus berdering saja. padahal ini sudah malam.     

"Ndra, lihatlah orang yang tak memiliki adab dan etika itu, terus saja menelfonku di mala mini. Sungguh menganggu kebersamaanku denganmu saja, bukan?"     

Andra yang terbaring tak bernyawa, tetap utuh dengan bantuan pengawet terbaik dunia yang ia dapatkan dari Rado dan Riki. Mereka memiliki teman professor yang memiliki keahlian dalam membuat formula pengawet mayat. Mayat apapun itu, hewan, yang sudah mati, juga manusia, agar tetap bagus, seperti orang tidur, namun tetap pucat dan dingin layaknya orang mati. Namun, dengan disuntikkan dengan cairan pengawet itu seminggu sekali di bagian titik tertentu, maka jenazah tidak akan bau dan membusuk.     

"Aku akan mengangkatnya dulu. Telingaku terasa bising sejak tadi meskipun sudah berusaha mengabaikannya. Sebentar, ya Ndra!" pamit Chaliya. Memperlakukan mayat yang dia awetkan itu seolah masih hidup dan terus mengajaknya ngobrol, seolah dia bisa merespon.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.