Cinta seorang gadis psycopath(21+)

SEPERTI PECAH BISUL



SEPERTI PECAH BISUL

1Setelah mengutarakan niat serta maksudnya pada Chaliya, dan diketahui oleh mamanya, Axel pun merasa lega. Dia pulang dengan tenang dan seperti membawa banyak kemenangan saja. Di sepanjang perjalanan, seolah tak hentinya dia terus tersenyum saat mengemudikan mobil.     

"Aku yakin, cepat atau lambat kau akan jadi milikku seutuhnya, Cha. Sekarang aku sudah memiliki ragamu. Hari, esok hati dan juga cintamu hanyalah milikku seorang," gumam Axel seorang diri.     

Sesampainya di rumah, dia juga bisa langsung tertidur dengan nyenyak. Karena, tidak ada lagi yang akan dia risau kan. Dalam benaknya hanya ada bayangan yang penuh dengan kebahagiaan antara dirinya dan juga Chaliya.     

Lain halnya dengan Chaliya. Dia puas dengan hasil hari ini. Secara tak langsung, dia sudah mulai mempermainkan perasaan Axel.     

"Karena ini yang kau mau, Xel. Jadi, mari kita mulai," ucap gadis itu sambil menyeringai memandu foto Axel yang dia buka di profil media sosialnya.     

****     

"Hah, akhirnya... masalah yang begitu rumit ini pun terselesaikan juga. Mungkin aku bisa menelfon bocah nakal itu dan menanyakan, sudah sejauh mana perjuangannya sampai," gumam Elizabeth setelah keluar dari kantor cabang perusahaannya.     

"Halo, Xel!"     

"Halo, Ma? Kenapa sepagi ini kau menelfonku?" tanyanya dengan suara serak khas pria bangun tidur.     

"Tentu saja, mama ingin tahu perkembangannya. Sudah sejauh mana?" tanya Elizabeth antusias.     

"Pulanglah agar kau tahu dan melihat sendiri, Ma."     

"Dasar bocah nakal. Ditanya mamanya baik-baik malah main perintah agar mamanya pulang. Apa kah itu benar?" omel Elizabeth, jengkel.     

"Ayolah, Ma... mohon pengertiannya. Aku lelah dan masih mengantuk, daaah Mama. Aku mau lanjut tidur lagi." Tanpa berbasa-basi lagi, Axel langsung mematikan panggilan, kemudian yang dia lakukan selanjutnya langsung kembali lelap tertidur karena memang dia merasa ngantuk yang sangat luar biasa. Toh ini masih jam setengah enam.     

"Dasar gak ada sopan santunnya! Belum selesai orang tua bicara sudah main matiin saja," gerutu Elizabeth. Kemudian ia buru-buru menuju mobil. Di sana, supir pribadinya sudah menunggu dan siap mengantar ke mana pun dia mau.     

"Ke hotel ya, Pak. Buka dua kamar. Untuk kita. Saya lelah karena semalam tidak tidur sama sekali," ucap Elizabeth setelah duduk di belakang.     

"Baik, Nyonya."     

Selama perjalanan menuju hotel, cantiknya Elizabeth memikirkan tentang putarannya dan Chaliya. Melihat dari jawabannya yang sangat malas serta tidak memiliki semangat sama sekali. Wanita tersebut berfikir kalau Axel masih belum mendapatkan hasil apa-apa.     

Sebab, dia merasa paling hafal dan mengerti seperti apa karakter putranya itu. Dia adalah tipe anak yang sangat heboh. Suka melakukan perayaan atau mengatakan hal sekecil apapun kepada dirinya jika dianggap berhasil.     

'Haaaah! Udahlah terserah kamu, Xel. Kau sekarang sudah dewasa. Masa iya, masih harus mengandalkan bantuan dari mama? Akan Mama coba lihat, sampai sejauh mana kau bisa mencapai keinginanmu tanpa harus mama turun tangan,' gumam wanita itu saat mobil sudah memasuki area hotel.     

Tiba di dalam kamarnya, Elizabeth langsung mandi dan tidur. Dia tidak lagi memikirkan sarapan. Sebab, saat kerja lembur, persediaan makanan ringan sampai makanan berat banyak di mejanya. Iya sudah terbiasa sejak masih muda dulu, setiap melakukan pekerjaan atau apapun, ngemil tidak pernah dilupakan.     

***     

Pukul setengah delapan, Chaliya sudah siap untuk bekerja. Dia memakai celana jeans biru gelap dan dipadukan dengan blouse motif bunga-bunga warna navy dan ungu muda.     

Dia nampak sangat cantik dengan setelan itu. Beberapa kali ia berputar di depan cermin. Merasa cocok, akhirnya dia pun keluar untuk sarapan.     

Baru saja tiba di meja makan, terdengar bunyi klakson dari depan.     

Chaliya mendesah kesal. Dia sudah bisa menebak siapa yang datang.     

"Biar aku saja, Ma," ucap Chaliya saat melihat mamanya hendak melihat ke luar.     

Sebutkan membuka pintu lebar-lebar. Berdiri seorang pria memakai celana chinos warna krem dipadukan dengan kemeja hitam lengan panjang. Nampak keren, sih. Dia juga tampan. Tapi, sayang... Chaliya muak dengan pria itu.     

"Kau... Sepagi ini bahkan sudah datang?" tanya Chaliya sambil menunjukkan senyumannya yang hangat pada pria itu.     

"Kan aku sudah bilang, kalau aku akan menjemputmu pagi ini. Di mana tante Thassane?" tanya Axel sambil pandangannya diedarkan ke dalam ruangan tersebut.     

"Ada, dia berada di dalam. Masuklah! Kau pasti belum sarapan, bukan?" tanya Chaliya dengan ramah.     

"Tentu saja belum. Karena kau yang mengajak, maka aku tidak akan menolak."     

"Oh, Nak Axel, rupanya? Kebetulan sekali kami masih belum sarapan. Bagaimana kalau kita sarapan bersama?" tawar Thassane, membuat Axel menjadi kian nyaman dan tak merasa canggung ataupun sungkan lagi untuk makan bersama ibu dan anak tersebut.     

Usai sarapan, mereka berdua pun pamit untuk berangkat bekerja pada Thassane. Di dalam mobil, kembali Axel membahas kejadian kemarin.     

"Maafkan aku. Tentang masalah kemarin, Apakah kau marah dan benci sama aku?" tanya Axel, sambil memandang Chaliya yang menatap lurus kedepan.     

"Tidak. Untuk apa aku marah? Itu sudah terjadi marah pun juga tidak akan mengembalikan semua seperti semula," jawab wanita itu tanpa memandang ke arah Axel.     

"Kapan kau menikah denganku? 1 bulan 2 bulan 3 bulan atau... Dalam minggu-minggu ini saja?"     

Chaliya tersenyum miring. lalu menjawab, "santai saja dulu. Lagian aku juga tidak buru-buru, kok."     

"Baiklah kalau memang itu maumu, kapan pun kau sudah siap untuk menikah, katakan saja aku akan mengaturnya. Aku juga akan membuat pesta pernikahan termegah dan termewah untuk mu."     

Chaliya kembali tersenyum. Lalu menjawab dengan singkat, "Terimakasih."     

"Chaliya!" Panggil Axel setelah tiba di area parkir kantor.     

"Iya," jawab gadis itu seraya menoleh. Namun, saat itu juga ternyata, Axel sudah mendekat tubuhnya arah dan mengecup bibirnya.     

"I love you," bisiknya lirih di dekat telinganya.     

Cari yang memalingkan wajah dia tersenyum sendiri, kemudian dia tertawa terbahak. Entah mengapa ia merasa perlakuan romantis Axel ini justru terasa sangat menggelikan dan lucu sekali.     

"Kenapa kau tertawa seperti itu?" tanya Axel bingung.     

"Aku sendiri juga tidak tahu kenapa," jawab wanita itu sambil terus terbahak seperti orang kesurupan.     

"Chaliya, aku mengatakannya ini serius dan tulus dari dalam hatiku. Tapi, kenapa kau malah tertawa seolah aku itu tengah bercanda saja Ini bukan lelucon Chaliya," protes Axel.     

"Ya, Aku tahu itu. Tapi, aku tidak bisa menahan untuk tidak tertawa. Sebelumnya maaf kan aku," ucap Chaliya geli dan terus tertawa terbahak sambil memegangi perutnya.     

Sementara Axel hanya diam memandang dirinya yang terus-menerus tahu entah apa itu dan terus menunggu sampai ia berhenti dengan sendirinya.     

Merasa diperhatikan, Chaliya pun berusaha keras untuk berhenti tertawa. Lalu memandang ke arah Axel. "I'am sory," ucapnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.