Cinta seorang gadis psycopath(21+)

MENJADI KETUA DIVISI



MENJADI KETUA DIVISI

1"Mohon perhatianya!" teriak seorang pria bertumbuh sekal yang tak lain dia adalah HRD perusahaan.     

Seketika, para karyawan yang nampak sibuk dengan pekerjaannya di dalam ruangan tersebut menghentikan aktifitasnya. Semua pandanga tertuju pada pria berusia paruh baya dan  dan seorang gadis muda berpenmpilan elegant tersebut.     

"Seperti yang kita kehatui, semua. Bu Mayang sudah resign dan di devisi pemasaran tidak ada pemimpinnya. Jadi, pak Max CEO perusahaan kita telah memutuskan dan menetapkan bahwa saudari Chaliya lah yang kini jadi ketua atau pemimpin devisi kalian," ucap petugas HRD tersebut.     

Suara tepuk tangan rius memenuhi ruangan. Sepertinya, mereka semua setuju dan senang jika Chaliya jadi ketuanya. Itu terdengar dari beberapa staf yang berkata pada temannya, "Asik, ketua kita gak judes."     

"Benar, Chaliya orangnya asik dan gak bosy banget. Pasti menegurnya juga gak bikin kesel jika kita ada kesalahan dalam bekerja," sabut yang lainnya.     

"Sudah demikian saja. di sini saya hanya memberikan informasi tentang itu, dan selamat bekerja." Pria bernama pak Handoko atau yang akrab disapa pak Han itu pun meninggalkan ruangan.     

Seketika, tupuk tangan riuh kembali terjadi. Bahkan, beberapa staf pria ada yang bersuit saking bahagianya.     

"Sudah, ya! ayo, kia kembali bekerja," ucap Chaliya, sangat bersahabat.     

Hari pertama menjadi pemimpin devisi cukup menyenangkan juga bagi Chaliya. Meskipun pekerjaan lebih banyak, dan tanggung jawab lebih besar, tapi rasa lelah itu seolah terbayarkan oleh sikap-sikap rekan devisinya yang sangat menghargai dirinya. Sekalipun ada satu dua yang nampak kecewa, biasanya dia adalah orang yang sudah lama belerja di perusahaan itu tapi tak kunjung naik jabatan. Namun, itu tidak membuat nyali dan mental Chaliya menciut. Untuk apa merisaukan segelintir orang yang tak suka padanya? Padahal ribuan diantaranya sangat menyukai dirinya.     

Seperti yang sudah di janjikan, usai acara endorse jam setengah delapan malam, Chaliya menelfon Riki lebih dulu. Sengaja dia mengawali pertemuan, sebab pekerjaannya juga selesai lebih awal. selain itu, dia juga ingin segera kembali dan menceritakan pengalaman dan apa yang terjadi hari ini di kantor pada kekasih di bawah kolong tempat tidurnya itu. Andra tanpa nyawa.     

"Halo, Nona Chaliya. Anda sudah menelfon saya tigapuluh menit lebih awal. apakah anda sudah memiliki waktu luang?" tanya pria dari balik telfon tersebut.     

"Iya, rupanya pekerjaanku selesai lebih cepat dari yang kuperkirakan. Kita mau bertemu di mana?" jawab Chaliya sambil menghapus mekapnya di depan cermin toilet wanita.     

"Posisi anda di mana? Biar saya jemput anda. Pasti anda tidak bawa mobil, kan?"  tanya Riki.     

"Iya, benar. Saya memang lebih suka naik taxi saja. mobil itu, akan saya jaga dan rawat dengan baik karena peninggalan dari almarhum calon suami saya."     

"Ya sudah, saya ke Plaza Sekaran, Nona Chaliya. Mungkin tidak lama juga sampai. Kebetulan saya berada tidak jauh dari sana," jawab Riki kemudian mematikan telefon.     

Sejak dia menghabisi nyawa Rado, Chaliya belum pernah bertemu sama sekali dengan Riki. Rado sempat dikabarkan hilang. Dan menjadi orang yang dicari. Tapi, karena satu bulan lebih tidak ditemukan, polisi menutup kasusnya.     

"Senang bisa bertemu anda kembali, Nona Chaliya. Anda pa kabar?" tanya pria itu dengan santun. tidak ada yang aneh dari gelagatnya. Tapi, dari aroma napasnya, gadis itu mencium bau miras yang cukup kuat. Walaupun dia tidak nampak seperti orang yang sedang mabuk, dia barusaja minum mimnuman berakohol. Jadi, ia harus tetap waspada dan berusaha menyinggungnya.     

"Iya, sudah lama kita tidak bertemu. Anda, apa kabar Tuan Riki?" tanya Chaliya ramah dan mengambil inisiatif mengulurkan tangannya terlebih dahulu.     

Dengan tatapan penuh napsu, Riki memandang Chaliya mulai dari ujung bawah sampai ujung kaki, dan itupun sempat terhenti padangannya di bagian dada gadis itu yang cukup menonjol, lalu meremas erat tangan Chaliya saat berjabat tangan. Dengan penuh nafsu, pria itu menjawab, "Kabar baik juga, Nona." Sambil menusab bibir bawahnya dan terys menatap dirinya dengan tatapan lapar.     

"Oh, syukurlah, Tuan," jawab Chaliya sambil menarik pelan, dan sedikit canggung. "Oh, iya. Ada apa Tuan Riki tiba-tiba mengajak saya bertemu setelah sekian lama? Apakah ada masalah?"     

"Ya, ada. Anda benar sekali. Rupanya tak hanya cantik, tapi juga cukup peka dan cerdas juga, ya Nona ini."     

Chaliya tersenyum malu-malu kemudian menduduk. "Duduklah, dan mari bicara. Apakah anda sudah makan malam?"     

"Kebetulan sekali belum." Pria itu pun duduk. Mereka sama-sama memesan menu dan mulai mengobrol ringan sambil menunggu pesanan mereka datang. Setelah makan, barulah, Riki mengutarakan inti atau pokok masalah yang ingin dia bahas bersama Chaliya.     

Nanun, awalnya Chaliya berpura-pura menanyakan kabar perkembangan Rado. Padahal, sebenarnya, dia lah orang yang paling tahu di mana pria itu berada.     

"Oh, iya. Bagaimana akhirnya tuan Rado itu? Apakah sudah da tanda-tanda keberadaannya?" tanya Chaliya.     

"Tidak. Polisi sama seklai tidak menemukan apapun. Akhirnya dia dinyatakan hilang dan sudah sampai saat ini dia masib belum ditemukan. Entah, dia masih hidup atau tidak. Kasian keluarganya," jawab Riki nampak murung dan mengenang sahabatnya itu.     

"Kasian sekali, ini sudah berapa lama dia menghilang?"     

"Sejak saat itu, sudah terhitung hampir dua bulan. Kasihan sekali, yang ditinggalkan. Padahal, mereka baru beberapa bulan menikah."     

"Istri yangbkehilangan pasti sangat sedih dan terpukul. Saya turut prihatin," ucap Chaliya memang sangat memperlihatkan betapa dia peduli dan simpati. Namun, jauh di dalam dirinya, ia tidak merasakan apa-apa selain menertawakan kebodohan Rado sendiri yang membuat dirinya lenyap lebih dulu tanpa kabar dari muka bumi ini. 'Haaaaah, salah sendiri jadi lelaki sudah beristri ganjen banget. Kau kini akhirnya kehilangan segalanya. Tak hanya harta istri dan keluarga. Tapi, juga nyawamu,' batin Chaliya sambil tertawa tanpa merasa bersalah sedikitpun.     

"Iya. Tapi, sudahlah, mungkin ini takdir, jika memang hilang, semoga segera ditemukan, dalam keadaan apapun itu, meskipun kemungkinan terburuk sudah tak lagi bernyawa. Tapi, jika dia sengaja menghilang karena satu hal, semoga segera kembali."     

"Aamiin," jawab Chaliya. Ia bersukur, bisa menghilangkan hobi serta mengurungkan niatannya menjadikan kembali pengalamannya kali ini ke sebuah cerita. Dengan begitu, setidaknya dia lebih aman, dan tak dicurigai untuk yang kesekian kalinya. Sekalipun sudah taka da Wulan, bisa saja editor lain berfikiran sama karena adanya sebuah pengalaman. 'Yah, sekarang harus lebih rapi dan tertutup. Kan untuk curhat sudah ada Andra, yang gak akan membongkar rahasiaku. Jadi, tak perku lagi repot-repot menumpahkan ke dalam wujud tulisan. Batin Chaliya.     

Bahkan, pada karyawan baru, Bernama Novi, dia juga membimbing dengan sangat baik, sikapnya yang be friend membuat Novi dan yang lain tidak sungkan untuk bertanya, dan tak penah keberatan jika pas kepepet Chaliya minta tolong mengerja     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.