Cinta seorang gadis psycopath(21+)

FOKUS KE TUJUAN AWAL



FOKUS KE TUJUAN AWAL

0Cukup lama Chaliya memperhatikan mayat Andra dengan penampilan yang berbeda itu membuat dirinya kian jatuh cinta saja. Dia tersenyum dan beberapa kali mencium pipi dan kening pria itu.     

"Andra, seandainya bisa aku membagi separuh nyawaku denganmu, apakah kau bersedia untuk hidup kembali? Sumpah, Ndra! Aku sebenarnya sangat capek sekali jika terus menerus hidup begini dalam kebohongan dan dendam. Cuma kau satu-satunya orang yang bisa membuat diri ku merasa nyaman dan tenang, bersamamu hatiku juga merasa damai. Lagi mengingat apa itu sakit dan dendam. Tapi kenapa? Tuhan seolah-olah mengambil semua yang aku cinta. Sudah kurelakan ayah dan ibu kandungku. Aku merasa sudah cukup memiliki dirimu saja. Tapi, kau malah pergi sebelum pernikahan kita. Aku bodoh, Ndra! Bodoh sekali. Sekritis apapun dirimu saat itu, saat kau masih hidup harus nya aku sudah meminta kau agar menikahiku. Supaya di kehidupan kedua nanti kita bisa bersama-sama.     

Seperti yang kau tahu. Memang ragaku kita dimiliki oleh saudaramu, Axel. Tapi percayalah hatiku sepenuhnya tetap untukmu, dan tak akan pernah terganti.     

Ndra! Sayang gak sih sama aku? Kalau memang kamu sayang sama aku, tolong kamu buktikan jangan diam saja. Berapa kali aku menangis di atas jasad mu, ingin kau mengerti, dan merindukan sentuhan kasih sayangmu. Tapi, kau tetap saja diam. Buka matamu! Tersenyumlah padaku dan hapus air mataku, Ndra! Jangan diam saja."     

Nada dering panggilan seketika menghentikan Chaliya yang terus mengeluh pada Andra. Wanita tidur diam sejenak, menghapus air matanya dan berusaha tenang. Siapapun itu yang menelponnya, dia tidak ingin suaranya terdengar parau menunjukkan bahwa dirinya baru saja menangis. Pantang bagi wanita itu menunjukkan kesedihannya apalagi dengan nangis di depan orang lain.     

"Axel?" gumamnya lirih. "Halo, Xel?" jawab wanita itu.     

"Kamu sudah berangkat? Kok nggak bilang-bilang?" tanya proyek itu dari seberang sana saat panggilan diangkat.     

Chaliya diam sesaat. Beruntung otaknya selalu bekerja dengan cepat dan baik. Jadi, dia tidak muncul keceplosan, dan mengatakan bahwa dirinya masih berada di rumah. Sebab, Iya yakin bahwa Axel kini berada di rumah mamanya.     

"Maafkan aku, Xel. Emang sekarang kamu ada di, mana?"     

"Aku baru saja dari rumah mu. Mamamu bilang katanya kau sudah berangkat sejak tadi pukul 7 kurang. Kemana sih kamu ada endosan lagi? Kenapa nggak bilang-bilang?" protes Axel sedikit dongkol.     

"Sekarang kamu sudah berada di kantor? Ya sudah maafkan Aku, mungkin sekitar 10 menit lagi aku juga sudah tiba di sana," jawab wanita itu dengan tenang dan penuh rasa sabar.     

"Baiklah! Langsung ke ruangan ku temui aku jika kamu sudah tiba," jawab Axel kemudian mematikan panggilan.     

Chaliya mendesah kesal. Ia memutar kedua bola matanya lalu berbalik ke arah menghadap ke layar Andre yang tergeletak dengan pakaian OOTD yang biasa anak muda kenakan saat jalan-jalan.     

"Kau lihat bukan? Dia bukan kamu walaupun kalian satu ayah. Tapi, kan kalian beda ibu. Dia terlalu arogan dan sedikit-sedikit gampang marah beda jauhlah sama kamu. Jadi, kamu jangan pernah tanya lagi sama aku kenapa aku tidak bisa mencintainya dan tetap setia menunggu kamu. Walaupun tahu itu bodoh karena mustahil dan ke akan pernah terjadi."     

Chaliya meletakkan ponselnya. Kembali dia duduk di dekat mayat Andra. Beberapa kali tangannya mengelus kening lelaki itu. Kemudian berkata dengan lemah lembut, "Kau tahu? Sebenarnya aku masih ingin menghabiskan lebih banyak lagi waktuku hari ini bersamamu. Tapi karena aku harus kerja, mungkin nanti saja. Aku bakalan janji sama kamu mengerjakan tugas dengan cepat agar aku bisa pulang tepat waktu. Aku di rumah ya baik-baik istirahat sayang," ucap Chaliya. Kemudian, dia mendorong ke bawah kolong tempat tidur dan menguncinya.     

Karena buru-buru atau apa, kali ini Chaliya sengaja membawa mobil milik Andra. Dia akan berencana mampir ke rumah tante Livia nanti sebelum kembali ke rumah. Sebab, sudah lama sekali dia tidak mengunjungi mereka berdua.     

Sesuai permintaan Axel. Begitu tiba di perusahaan, Chaliya langsung menuju ke ruangan direktur utama, atau CEO hanya untuk menemui pria itu.     

"Tok tok tok!" Dengan ragu-ragu wanita itu mengetuk pintu. Tidak lama kemudian terdengar sebuah jawaban dari dalam ruangan tersebut.     

"Masuk!"     

Chaliya membuka pintu perlahan, dan mengintip terlebih dulu sebelum masuk. Tapi, rupanya pria itu sudah tahu siapa yang datang, kebetulan dia juga melihat ke pintu.     

"Selamat pagi, Pak," ucap Chaliya dengan santun.     

"Dari mana saja kau? Cepat, kemarilah!" ucap Axel dengan otoriter.     

"Aku sudah katakan padamu kalau aku ada urusan di luar." Gadis itu pun menutup pintu dan berdiri di belakang Axel. "Apakah kau marah sama aku?" tanya Chaliya sambil merangkul tubuh Axel dari belakang, dan bergelandut manja sambil menempelkan pipinya pada pipi Axel.     

"Ya, sedikit," jawab Axel berlagak cuek.     

"Lalu bagaimana caranya agar kamu tidak marah sama aku?"     

"Nanti istirahat, kamu ikut aku menemui client. Bagaimana? Apakah kau setuju?"     

"Cuma itu saja? Oke baiklah. Kalau begitu aku kembali ke ruangan, dan mulai bekerja," jawab wanita itu.     

"Memang, kamu mau sarat yang lainnya?"     

"Tidak. Aku akan terlambat jika terlalu banyak syarat," jawab Chaliya.     

Namun, dengan sigap Axel menarik lengan wanita itu dan membawanya ke dalam pangkuannya.     

"Ciumlah aku!"     

"Ini terlalu pagi, Xel!"     

"Kenapa? Aku sudah menggosok gigiku tadi." Axel membuka mulut di depan tangannya dan mengeluarkan napas dari mulutnya. Kemudian berkata, "Tidak bau, kok. Ayo! Cium aku!"     

"Tapi, aku takut ini nanti hanyalah modus," jawab Chaliya manja.     

"Modus apa, hah?" Pria itu tertawa tertahan dengan tatapan menggodanya.     

"Bilangnya cuma ciuman. Nanti malah berkelanjutan lagi," jawab Chaliya sambil memalingkan muka     

"Kenapa? Kamu tidak suka?"     

"Gara-gara kamu, aku selalu telat. Jangan sampai anggota divisi ku mencariku dan melapor bahwa aku terlmabat nanti!"     

"Tok tok tok!"     

"Siapa?" tanya Axel.     

Seketika Chaliya pun turun dari pangkuan Axel. Tak ingin perbuatannya dilihat oleh staf lain.     

"Selamat pagi, Pak. Anu.... Ah, Bu Chaliya di sini rupanya?" ucap salah satu dari anggotanya.     

"Oh jadi kamu kesini mencari ketua divisi kamu? Dia sudah datang lebih awal. Hanya saja karena ada yang perlu kami bahas berdua, saya menyuruhnya untuk ke ruangan saya terlebih dahulu. Apakah masih ada hal lain?" tanya Axel dengan bijak sana dan penuh wibawa.     

"Tidak, Pak. Cuma itu saja," jawab wanita itu malu-malu.     

"Ya sudah, kembalilah ke ruanganmu!"     

"Baik, Pak. Permisi!"     

Axel mengangguk pelan penuh kharismatik.     

"Kubilang juga apa? Ya sudah. Aku harus pergi! Daaaa!" Buru-buru Chaliya meninggalkan ruangan Axel dan berlari.     

Sementara Axel hanya tertawa dan menggelengkan kepala saja melihat tingkah kekasihnya yang kian menggemaskan. tentu saja, itu membuat dirinya juga semakin sayang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.