Cinta seorang gadis psycopath(21+)

SURPRISE



SURPRISE

0"Wow, kau memberiku surprise kah? Adi bertemu di rumah tante Livia kau juga tidak ada bilang kalau kau menikahnya dengan Lina?" ucap Chaliya sambil memandang ke arah Axel dengn kedua mata yang berbinar memancarkan kebahagiaan.     

Axel diam, ia mengamati Chaliya yang tidak menampakkan sakit hati atau kecewa sama sekali. Malah, yang terlihat, dia justru terlihat sangat bahagia dengan pernikahannya dengan Lina.     

"Lin, apakah kau sedang hamil, sekarang? Selamat, ya?" ucap Chaliya terlihat sangat tulus dan ikut bahagia dengan berita itu.     

"Iya, kau tahu dari mana, Cha?"     

"Axel yang mengatakan padaku. Katanya, istrinya sedang hamil jalan dua bulan. Tapi, dia tidak mengatakan padaku, kalau kau lah yang jadi istrinya," jawab Chaliya dengan lantang.     

Malah, kali ini, Lina dan Axel yang dibikin canggung dan merasa bersalah. Terlebih Lina. Sejak awal dia juga sudah merasa was-was dan takut. Sebagai teman baik, ia merasa jadi pagar yang memakan tanaman. Sudah tahu, Axel dulu adalah pacar Chaliya, dan hampir menikah. Tapi, kenapa diam au-maunya menikah dengan pria itu.     

Sebagai sesame wanita, sekalipun Chaliya yang meninggalkan Axel dan kabur dari pernikahannya, pasti aka nada nyeri dan nyeseknya rasa di hati jika mengetahui masa lalunya menikah dengan teman dekatnya sendiri.     

"Iya, Cha. Aku sedang hamil," jawab Lina dengan canggung.     

"Kau tinggal di mana sekarang? Apakah kau sudah menikah?" tanya Lina. Sebisa mungkin dia berusaha bersikap rilex. Meskipun sebenarnya dia merasa canggung. Dan itu terlihat sangat jelas di wajahnya.     

"Aku sekarang tinggal di Bandung. Untuk saat ini, aku masih belum menikah," jawab Chaliya sdengan santay. Kemudian, dengan gerakan elegant, dia meraih gelas berisi minuman yang disediakan oleh pembantu rumah Lina dan juga Axel.     

"Oh, aku sering melihat banyak postingan brand kecantikan yang dipromosikan olehmu. Apakah ka sekarang fokus sebagai model?" tanya Lina. Berusaha mengilangkan kecanggungan di anatara mereka.     

"Iya, aku fokus begitu saja. setidaknya, untuk mendapatkan uang, aku tidak perlu capek-capek duduk dan berfikir di depan computer, hahaha."     

Saat mereka tengah asik mengobrol, tiba-tiba ponsel chaliya dari dalam tasnya berdering.     

"Ada telfon. Aku harus mengangkatnya dulu," ucap Chaliya. Dengan cepat dia mengeluarkan benda pipih berwanra merah dari dalam tasnya dan mengangkatnya.     

"Iya, Bu. Aku ini di rumah Axel, apakah ada masalah?" tanya gadis itu.     

" …. "     

"Iya, aku akan segera kembali," jawab gadis itu kemduian mematikan panggilan.     

"Lina, selamat atas kehamilanmu, semoa kau dan calon anak kalian baik-baik saja dan sehat ibu dan anak sampai persalinan nanti. Ibu menelfonku, dan meminta agar aku segera ke sana," ucap Chaliya menghampiri Lina. Dia memberikan pelukan pada teman dekatnya dan saling cium pipi kiri dan kanan saat berpamitan.     

"Ibu siapa, Cha?" tanya Lina penasaran, sebab, untukm menebak jika itu ibu tirinya, tante Livia, dia ragu. Sebab, selama ini, Chaliya juga bahkan tak pernah komunikasi bersama mereka.     

"Ibu siapa lagi, kalau bukan ibu Livia? Kau juga tahu, mamaku sudah meninggal karena tuduhan seseorang yang mengira aku ini pelakor putrinya," jawab Chaliya sambil melirik sinis kea rah Axel.     

Axel yang merasa jika Chaliya menyalahkan dirinya akan kematian mamanya, seketika berkata, "Kau ma uke rumah tante Livia, kan? Aku akan iktu denganmu. Sebab, mobilku ada di sana. tidak aka nada yang mengantar nanti," ucap Axel.     

"Baiklah," jawab Chaliya. Tidak menunjukkan keberatan sama sekali. Padahal, dia benar-benar muak dan tak ingin lagi melihat wajah Axel. Apalagi berdua dalam satu mobil. dia hanya bersikap baik karena ada Lina agar dia tidak berfikir, jika di anatara dia dan suaminya masih ada hal yang masih belum selesai.     

"Sayang, aku ambil mobil dulu ke rumah tante Livia, ya?" ucap Axel, memeluk pinggang Lina dan mencium kening wanita itu di depan Chaliya tanpa rasa canggung.     

Di dalam mobil, Chaliya hanya diam. Seperti Ketika dia meninggalkan rumah Elizabeth sepatahpun tiada berkata. Jangankan ngobrol, atau sekedar mengajak bicara untuk mencairkan suasana. Menoleh ka arah Axel sedikitpun juga tidak.     

Setelah perjalanan selama lima belas menit, dan kebetulan melewati jalanan yang tidak ada bangunan, atau sepri, Axel mengajak Chaliya bicara basa-basi sebelum akhirnya dia to the point ke inti masalah.     

"Kau kenapa diam saja?" tanyanya sambil sesekali melirik kea rah Chaliya yang memandangi nile artnya.     

"Mau bicara apa?" ucap Chaliya. Malah bertanya balik.     

"Apapun. Kau sejak tadi hanya diam. Apa pendapatmu setelah tahu kalau aku menikahi Lina?"     

"Pentingkah? Aku tidak ada pendapat apa-apa. Karena, mau menikah dengan siapapun kau, aku tak peduli."     

Jawaban Chaliya rupanya cukup membuat Axel tersinggung. Dengan dia merasa tersinggung seperti ini sudah bisa dipastikan, jika memang dia memiliki rencana buruk membuat dirinya panas dan cemburu saat mengajaknya pulang ke rumah dan mengenalkan Lina sebagai istrinya. Bahkan, bisa jadi, hubungan di anatara keduanya sebenarnya sangatlah hambar. Terlihat hangat hanya di depan Chaliya hanya ingin emlihat seperti apa reaksinya. Tapi, justru dia sedikitpun tak memberi reaksi apapun. Malah terlihat senang yang ada.     

Axel mengerem dadakan mobil itu dan langsung menepi hingga nyaris ujung mobil menabrak ke selokan. Hal ini, benar-benar membuat Chaliya kaget dan tak bisa bersikap tenang sedikitpun.     

"Xel! Kau ini gila apa gimana, ya? Jika memang kau mau mati, ya mati saja sendiri, jangan ajak-ajak aku!" bentak Chaliya. Baru kali ini mungkin Axel melihat Chaliya semarah ini. Mungkin karena mobil yang emreka gunakan adalah peninggalan dari Andra. makanya dia sampai marah.     

"Kau bilang apa barusan? Aku menikah dengan siapapun kau bahkan tak peduli? Iya? Kenapa bisa? Apakah enam bulan hubungan kita taka da sisa di hatimu sedikitpun?" tanya Axel sambil menempelkan keras telunjuk kanannya di hati Chaliya. Sikapnya menunjukkan bahwa dia adalah gadis yang sama sekali tidak berperasaan.     

"Kenapa? Itu urusanku, bukan? Iya, memang selama enam bulan aku hanya pura-pura cinta saja sama kamu. Jika kau mengatakan tidak adakah sisa hubungan di atara kita di hatiku, bagaimana denganmu? Kau tak bersedih saat kehilangan dua wanita yang pernah kau cintai dan kau dambakan, bukan?" ucap Chaliya tak kalah sengit dengan Axel.     

"Siapa yang kau bahas? Wulan, dan Alea kah?" tanya Axel.     

"Kenapa kau harus bertanya padaku? Kau harusnya yang lebih tahu akan masa lalumu, bukan?"     

"Alea, dia adalah seorang psikopat. Mana mungkin aku mecintai dia? Bahkan, Wulan juga mulai memiliki jiwa itu. berapa kali dia ingin mencelakakanmu, bukan?"     

Chaliya diam hanya tersenyum sinis dan tipis, dalam hati ia berkata, 'Kau takt ahu kah jika Alea ada di sini, satu mobil bersamamu? Mudah sekali kau menjelakkan dia seperti orang bernapas tanpa melihat seperti apa borokmu sendiri.'     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.