Cinta seorang gadis psycopath(21+)

AKU MENCINTAIMU



AKU MENCINTAIMU

2Chaliya perlahan membuka matanya. Ia masih ingat dengan mimpinya. Sadar, bahwa dirinya berteriak-teriak tak ingin Chaliya yang sebenarnya mengambil Dicky darinya.     

"Sayang, kamu mimpi apa, sih?" tanya Dicky dengan tatapan yang intens.     

Chaliya diam, ketika dia berhasil membuka mata, dan tersadar sepenuhnya.     

Malu sekali rasanya, mimpi berteriak tak ingin kehilangan seseorang, di depan orangnya langsung. Seketika tatapannya langsung beredar ke sofa, melihat Dwi dan Chris. Ternyata mereka sudah tidak berada di tempat.     

"Di mana mereka berdua?" tanya Chaliya lirih.     

"Chris dan Dwi? Mereka sudah kusuruh kembali ke kamar. Karena sudah nampak sangat ngantuk sekali. Baru saja aku mandi dan mau tidur, kau tiba-tiba saja berteriak-teriak."     

Chaliya menghela napas panjang dan menghembuskannya dari mulut dengan sedikit kasar. Meskipun dia malu terlihat oleh Dicky. Setidaknya itu lebih baik daripada dua gadis itu juga ikut mengetahuinya.     

"Kamu mimpi apa, sih? Siapa yang akan mengambilku, hehm?" tanya Dicky dengan lembut. Sedikit tersenyum menggoda Chaliya.     

Wanita itu tidak langsung menjawab. Ia memalingkan wajahnya ke samping menghindari tatapan suaminya.     

"Kamu dengar, ya? Jangankan wanita cantik. Sepuluh bidadari pun turun dari kayangan untuk menggodaku, aku tidak akan berpaling darimu. Hanya kamu satu-satunya wanita yang ada di hatiku. Aku berjanji, tak akan meninggalkanmu selama, kau masih mau denganku," ucap Dicky tiba-tiba memeluk Chaliya dari samping.     

Lagi, wanita itu tersenyum. Gombalan yang dikatakan Dicky cukup membuatnya meleh. Bukan gombal, sih. Lebih ke menyuarakan kata hatinya.     

Karena tidak ada respon, Dicky mengambil telapat tangan Chaliya. di sana, dia menggambar hati dengan telunjuk kanan dan berkata, "Kuberikan hatiku padamu. Jagalah selama hidupmu." Kemudian, dia menggenggamkan tangan itu.     

Chaliya tersenyum. Lalu, tanpa merasa ragu lagi, wanita itu langsung mengalungkan kedua lengannya pada leher Dicky dan berkata, "Suamiku, aku benar-benar mencintaimu."     

"Aku juga sangat mencintaimu, istriku," balas Dicky. keduanya sama-sama tertawa. Berciuman, dan saling raba. Chaliya mendongakkan kepalanya saat Dicky menciumi leher jenjangnya, membiarkan dia meninggalkan bekas kepelikan di sana. sementara, kedua tangan wanita itu juga terus mengelus punggung Dicky yang nampak sekal dan berotot, sambil sesekali meremasnya.     

Deru napas keduanya saling bersahutan, kedua tangan Dicky meremas dada dan bokong Chaliya yang memringkan tubuhnya menghadap dirinya. kemudian, ia mengarahkan bibirnya ke puting payudara Chaliya dan memberikan gigitan. Membuat Chaliya mendesah sakit dan nikmat bercampur menjadi satu.     

Satu persatu pakaian di tanggalkan, Chaliya duduk di atas tubuh Dicky yang nampak mabuk melihat keindahan lekuk tubuhnya. Ia membungkuk, melumat bibir suaminya, membiarkan rambut panjangnya yang terusai mengenai sebagian wajah dan dada Dicky yang memberikan sensasi geli dan nikmat bagi pria itu.     

Sementara Dicky... tak mau membiarkan tangannya nganggur, dia melepaskan kaitan bra yang masih mekat pada tibuh Chaliya, meloloskan dari tubuh wanita itu dan melemparkannya asal di atas lantai.     

kemudian, tangannya yang kekar meraih pundak wanita itu, dan membantingnya ke samping, Dia menindih Chaliya, mencium telinga, pipi, bibir dan leher. Terakhir, dia memasukkan miliknya ke dalam tubuh Chaliya yang sudah basah oleh cairan cinta.     

"Aaaah!" desah wanita itu, ketika kejantanan suaminya menusuk dalam hingga mulut rahim.     

Dicky terus memaju mundurkan pingganngya, bahkan Chaliya juga mengikuti ritme goyangan suaminya. kedua tangan mereka saling berpegangan, meremas, mencari pelampiasan atas nikmat yang tak dapat lagi diucapkan oleh kata-kata, selain hanya desahan dan napas yang kian memburu yang jadi saksi.     

Semakin lama, semakin kencang Dicky menusukkan milikknya pada tubuh Chaliya. Semakin kencang pula Chaliya mendesah dan mengeluarkan jeritan.     

Tak ingin dua gadis dan satu asisten rumah tangga mendengar pertempuran ranjang mereka, Dicky menyumpal mulut Chaliya dengan bibirnya. Setengah jam berlalu, tubuh mereka sama-sama basah dan nampak licin oleh keringat, dan mengkilat oleh cahaya lampu kamar yang belum dimatikan.     

Tiba-tiba tubuh Chaliya mengejang, kepalanya mendongak. Dicky tahu, istrinya sudah akan mendapatkan orgasmenya.     

"Kamu tahan dulu, Sayang, kita keluar barengan," ucap Dicky dengan suara yang berat dan terengah-engah. Dia kian mengencangkan gerakannya dan lima menit kemudian Chaliya berteriak sambil menjambak keras rambut Dicky. Keduanya telah mencapai puncak kenikmatan bersama. Kini, keduanya sama-sama lemas, berbaring bersama dengan tubuh yang sama-sama masih telanjang di balik selimut, sama-sama menatap langit-langit kamar dan mengatur napas.     

"Apakah kau lelah, Sayang?" tanya Dicky tanpa memalingkan wajahnya ke arah istrinya.     

"Lumayan," jawab wanita itu.     

"Bagaimana malam ini? Apakah enak?"     

"Ya. Kapan aku pernah tidak menyukai service mu?" jawab wanita itu. Tersenyum genit, menoleh memandang wajah tampan Dicky yang menurut Chaliya bertambah hari bertambah tampan saja. Membuat dia rindu jika hanya sehari saja tak bertemu.     

"Aku juga selalu menyukaimu. Tapi, perlu kau tahu. Aku menikahimu bukan karena hal itu. Aku memang benar-benar mencintaimu tulus dari hatiku yang paling dalam," ucap Dicky, segera memberi penjelasan sebelum istrinya mengalami yang namanya salah paham. Siapapun dan di mana pun, namanya wanita ya sama saja. Jika sudah terlanjur salah paham, akan sangat susah dijelaskan. Jadi, lebih baik segera menjelaskan dari pada berusaha menjelaskan.     

"Aku tahu itu. Maka dari itu, aku pun juga mencintaimu tanpa syarat."     

Dicky tersenyum. Menikmati sentuhan tangan Chaliya yang kini menyentuh pipinya. Diarahkannya tangannya menyentuh punggung tangan Chaliya yang ada di atas pipinya.Karena dia penasaran, maka dia pun bertanya terkait mimpinya tadi.     

"Kamu tadi mimpi apa, sih? Kenapa sampai berteiak seperti itu? Kau nampak sangat ketakutan sekali," tanyanya dengan nada pelan dan lembut.     

"Aku... aku bermimpi ditemui dengan Chaliya yang asli. Dia bilang inginkan kamu," jawab wanita itu sambil menatap dalam kedua bola mata hitam Dicky.     

Mendengar itu, lantas Dicky pun tersenyum. "Aku janji, akan tetap mencintaimu sampai akhir hayatku. Karena di dalam hatiku hanya ada satu nama wanita. Kamu seorang, bukan yang lain."     

"Aku tahu, kau tulus mengatakan itu. Tapi, itu kan, sekarang. Bagaimana jika kau berubah pikiran nanti? Bukankah seiring berjalannya waktu semua bisa berubah?" tanya Chaliya. kedua sorot matanya memancarkan keraguan, sekaligus rasa takut yang luar biasa.     

"Aku tahu itu. Tapi, tidak semua bisa berubah oleh masa. Aku akan pastikan, cintaku tak akan pernah berubah," ucap Dicky meyakinkan sambil mengecup kening Chaliya.     

"Aku tadi, makan siang telat, Dick!" ucapnya tiba-tiba mengalihkan pembicaraan sangat jauh dari topik.     

"Kenapa? Apakah saat kau pingsan tadi, belum sempat makan siang?" tanya pria itu.     

Chaliya membalasnya dengan anggukan. "Ya, baru makan sekitar pukul lima lebih. Jadi, sekarang aku merasa sedikit lapar," jawab Chaliya sambil menatap melas pada Dicky.     

"Baiklah, aku akan memasakkan sesuatu untukmu. Apakah kau mau ikut aku ke dapur?" tawar pria itu. masih belum beranjak dari tempatnya.     

"Tentu saja!" Chaliya memancal selimut. Beranjak mengambil lingeri hitam yang sedikit tebal dan tidak transparan untuk menutupi tubuh telanjangnya. Lalu, diikuti oleh Dicky yang memungut kembali celana boxernya dan kaus oblong warna putih. Lalu, keduanya menuju ke dapur.     

Di dapur, Chaliya duduk di mini bar sambil memperhatikan suaminya memasak sesuatu. Dia tersenyum sendiri, melihat, betapa seriusnya ekspresi wajah pria itu dalam memotong sayuran dan mengolahnya menjadi makanan.     

'Dia kah Tuhan sosok pria yang kau kirimkan padaku? Dia sangat mencintaiku, tampan... tajir pula. Ku harap, ini yang kudapatkan bukanlah sekedar mimpi. Tapi, jika memang ini adalah sebuah mimpi, aku rela, tidak akan terbangun sampai sisa umurku nanti. Aku tak mau kehilangan dia Tuhan walau hanya sekedar dalam mimpi. Miskin pun dia, selama hatinya tetap seperti ini, dan tidak berubah. Aku akan tetap bertahan demi bisa hidup bersama selamanya,' gumam Chaliya dalam hati.     

"Sayang, coba kamu cicipi ini, bagaimana rasanya?" ucap Dicky tiba-tiba sambil menyodorkan sendok berisi sayuran di dekatbibir Chaliya, yang sukses membuat wanita itu yang sejak tadi melamun menjadi terkejut.     

"Eh, kapan kau jalan ke sini? Tau-tau sudah berdiri di dekatku saja," ucap wanita itu.     

"Apa ini?" tanya Chaliya, walau dia tidak melihat ada yang aneh pada masakan yang Dicky buat.     

"Ini nasi goreng, Tapi, tidak pake nasi," jawab pria itu.     

"Ya, bukan nasi goreng, Dick kalau gak pake nasi," jawab Chaliya. Kemudian membuka mulut dan memakannya.     

"Bagaimana rasanya?"     

"Ehmm... ini enak sekali, Dick! Iya, walau tidak ada nasinya, rasanya memang seperti nasi goreng," jawab Chaliya.     

"Apakah kau suka?" tanya pria itu.     

"Ya, aku suka sekali." Chaliya melimpat, mencium pipi suaminya. Semenjak menikah, mereka selalu melakukan itu. Mengecup pipi pasangan yang telah membuatkan sesuatu yang enak untuknya. Jadi, tidak hanya Chaliya saja. Dicky pun juga demikian saat istrinya memasakkan sesuatu yang menurutnya sangat luar biasa. Jadi, rumah tangga mereka selalu harmonis.     

Keduanya pun makan bersama, makanan yang unik yang Dicky ciptakan untuk mengganjal perut di malah hari supaya tubuh tidak melar. Jadi, proses pembuatan dan juga bumbunya tidak jauh berbeda, bahkan sama dengan bumu yang digunakan untuk memasak nasi goreng. Hanya saja, isinya tidak emmakai nasi sama sekali. hanya ada beberapa jenis sayuran, telur dan karbohitratnya digantikan dengan satu butir jagung manis berukuran sedang untuk dua porsi nasi goreng tanpa nasi. Sebenarnya ini lebih tepatnya orak-arik sayur.     

Mungkin karena lapar, dan makan yang dia makan juga enak, Chaliya menghabiskan lebih cepat dari biasanya. Bahkan, milik Dicky juga masih belum habis dia sudah habis duluan, dan menghabiskan segelas air putih yang telah disiapkan oleh Dicky.     

"Tumben, kamu makannya secepat ini?"     

"Mungkin karena aku lapar. Selain itu, juga rasanya enak," jawab wanita itu sambil tertawa puas.     

"Jika kau suka, akau akan sering membuatkan seperti ini untuk makan tengah malammu."     

"Haha, bisa saja kau, tapi selama kau bersedia. Aku pun juga tidak menolaknya," jawanya. Kemudian, kedua bola matanya nampak menjelajah area dapur cantiknya. Lalu, dia tersenyum nakal, dan melirik ke arah suaminya.     

"Kenapa?" tanya pria itu. Seolah dia tahu, kalau istrinya pasti memiliki ide, atau menginginkan sesuatu yang sedikit konyol.     

Chaliya tidak menjawab. Dia melihat pada piring di depan Dicky yang sudah kosong. Tanpa mengatakan sepatah kata pun. Wanita itu beranjak dari tempat duduknya. Dia berkata dengan nada sensual, setengah berbisik di dekat telinga Dicky, "Minumlah, Sayang." Sambil menyuapkan gelas berisi air putih di depan bibir suaminya.     

Setelah Dicky menghabiskan hingga setengah gelas, dan sempat bersendawa, Chaliya menyingkirkan kedua piring dan gelas dari mii barnya tanpa mencucinya. Lalu, dia duduk di atas meja mini bar di depan Dicky dengan gerakan yang cukup erotis dan memikat.     

"Apa, Sayang?' tanya pria itu, sambil mendongak ke atas, membiarkan Chaliya melingkarkan kedua kaki jenjangnya pada tubuh Dicky dan mengekus rambutnya.     

"Aku mau melakukannya lagi," jawabnya berterus terang.     

"Apa? yang barusan itu?" tanya Dicky. Dia hampir tidak percaya. Biasanya, sekali saja bagi Chaliya sudah cukup. Tapi, ini tumben sekali dia minta lagi.     

"Baiklah!" Dicky pun beranjak, dan bersiap hendak menggending tubuh Chaliya untuk di bawa ke kamar.     

"Mau ke mana?" tanya pria itu, menempelkan hidugnya pada hidung Dicky.     

"Kita ke kamar. Katanya kamu mau lagi?" jawab pria itu dengan muka mupeng.     

"Kenapa harus di kamar? Bagaimana kalau kita melakukannya di sini saja?" tanya Chaliya.     

Lagi-lagi Dicky dibuat benging oleh jawaban istrinya. Entah apa yang ada dalam kepala istrinya saat ini. selama hampir sepuluh bulan menikah, mereka hanya melakukan hubungan di kamar dan terkadang di kamar mandi pribadi saja. Tapi, kenapa harus di dapur. Apalagi, di rumah ini mereka tidak hanya tinggal berdua. Ada seorang pembantu dan dua bodyguard yang bisa saja sewaktu-waktu bangun, dan pergi ke dapur untuk mengambil minum karena haus.     

"Sayang, ini dapur. Bgaimana jika bibi, Dwi dan Chris bangun dan ke dapur?" tanya Dicky dengan muka yang syock.     

"Tidak akan. Ini sudah pukul satu. Kalau pun mereka bangun, juga mana mungkin berani ganggu kita? Paling mereka juga akan merasa malu sendiri, pergi. Aatau, maksimal mengintip. Itu pun juka memiliki mental yang kuat. Bagaimana?" tanya Chalia, menantang dengan menurunkan lingerinya hingga menampakkan sebelah payudaranya dan mengarakan pada wajah Dicky.     

"Karena kau mampu meyakinkaku, maka aku tidak akan menolak. Di sini lebih menantang, dan pasti, ada banyak gaya baru yamg mungkin bisa kita coba," jawab Dicky bersemangat. Dia mulai melahap buah dada istrinya, meremas dan memelorotkan lingerinya.     

berbagai gaya mereka lakukan, tidak hanya pada mini bar, merek juga berpindah ke meja kitchen set, dengan cara Chaliya duduk di atasnya. Mengangkat kedua kakinya meletakkan pada pundak Dicky, sementara Dicky terus memaju mundukan miliknya pada kwanitaan Chaliya. Terakhir, mereka melakukan gaya dogy style sambil Chaliya mencuci piring bekas mereka makan agar dapur tetap bersih dan rapi. Atau, jika memibarkan piring kotor di malam hari, dapur mereka akan dijadikan sarang tikus cicurut dan kecoak.     

Setelah hampir satu jam lamanya, mereka mendapatkan kembali orgasmenya bersama. Keduanya benar-benar puas. Saling tertawa, dan kembali ke kamar.     

"Kau pasti lelah. Biar aku menggendongmu," ucap Dicky.     

sampai di kamar pun, Dicky juga meletakkan tbuh Chaliya dengan hati-hati, seolah-olah tubuh itu adalah sebuah porselin berharga yang mudah retak dan pecah jika sedikit saja kasar meletakkannya.     

"Bagaiman? Apakah kau suka yang barusan?" tanya Chaliya tanpa mau melepaskan kedua lengannya yang melingkar pada leher Dicky yang masih berada di atas tubuhnya.     

"Em... gimana, ya? beda saja sensasinya. Kau ada ide seperti ini dari siapa?" tanya Dicky.     

"Dari seorang teman saat masih bekerja dulu. Dia dan suaminya menikah muda. Dari pernikshannya mereka dikaruniai sepasang anak kembar. Karena hanya ada satu kamar, dan bahaya jika main di kamar, mereka melakukannya di tempat lain. Kadang, di ruang tamu, ruang tengah, kamar mandi dan juga ada kalanya di dapur. Saat sang istri bangun subuh untuk menyiapkan sarapan, suaminya nyusul. Dari belakang, dia langsung maen peluk dan memasukkan miliknya ke dalam milik istrinya. Tak peduli, sang istri tengah memotong sayur, menggoreng tempe, atau apa saja," jawab Chaliya panjang lebar.     

Dicky tertawa. membayangkan, seperti apa bisanya kancar. dia saja memasukkan pada milik isterinya. Apalagi, jika dari belakang. "Hahaha, apakah smeudah itu?" tanyanya.     

"Mungkin saja. Selama di rumah, dia katanya tidak pernah memakai celana dalam dan hanya pakai daster. Sedangkan suaminya, juga sama. dia hanya pakai kolor saja. Jadi, enak langsung keluarkan barang, main. jika ada tanda-tanda bahaya mengintai, mereka langsung cabut dan pura-pura ngobrol aman."     

Keduanya pun tertawa, dan akhirnya tertidur entah sampai pukul berapa.     

sementara di dalam kamar Chris dan Dwi tidak bisa tidur lagi. Awalnya, mereka merasa haus dan salah satu dari mereka mereka pergi ke dapur untuk mengambil minuman. Tapi, unrung karena berpapasan dengan majkannya yang menggendong istrinya dari dapur menuju kamarnya. Mereka tidak tahu, jika di dapur tadi terjadi sebuah pertempuran yang sangat senngit di antara mereka. yang mereka tahu, ada dua piring dan gelas basah di rak kecil dekat tempat cuci piring.     

"Tadi, aku pas kembali masuk ke kamar itu melihat Tuan dari dapur menggendong nyonya. Ah, mereka benar-benar so sweet, gak sih?" ucap Dwita.     

"Oh, iya kah? Kira-kira ngapain mereka di dapur, ya?" tanya Christie yang langsung mesum pikirannya dan semangat.     

"Ngapain lagi, kalau bukan untuk makan? Kau juga ada-ada saja," jawb Dwi. Sambil membenarkan selimutnya.     

"Kali saja, kan mereka hanya minum dan melakukan itu, hehehe."     

"dasar, otek mesum! Jika memang melakukan hubungan suami itri, mereka bisa melakukannya di dalam kamar, kan? Lagipula, aku juga melihat dua piring dan gelas yang masih basah di sana."     

"oooo, kirain ada hal lain saja yang mereka lakukan."     

"Sudahlah, jangan berfikir macam-macam. Ini masih malam. Ayo kita tidur lagi. Jangan sampai, kita bangun keduluan tuang dan nyonya pokoknya," ajak Dwi. Kemudian dia memekuk guling membelakangi Christie yang gemar sekali membicarakan hal-hal berbau mesum. Hobinya saja juga nonton bokep. Aduh... mungkin saja, jika dia tidur, dia juga bermain sendiri dengan tangan, atau bahkan di dalam lemarinya yang selalu aman terkunci ada mainan orang dewasa untuk kaum jomblo. Dildo misal.     

"Dasar, kamu Dwi! Kalau diajak ngobrol selalu aja gitu... benar-benar kok ini bukan teman yang asik meskipun sahabat yang baik, sih," lucky strike ketika mendapati sahabatnya telah berbalik badan membelakangi dirinya.     

"Bodo amat, terserah kamu bilang apa. Aku enggak peduli. Lagi pula siapa sih, yang nyuruh bahas kayak gituan? Kayak nggak ada hal lain aja yang bisa dijadikan obrolan saja," jawab Dwi dengan cuek sambil menutup kedua matanya. tak mau lagi peduli dengan Christie.     

"Lagian kan memang itu yang asik untuk diobrolin. Kita mau ngobrol apa coba? Daripada ghibah kan,"jawab gadis tomboy itu mengelak.     

"Emang kamu saja yang dasarnya pemilik otak mesum. lagian ada hal lain kok, selain ghibah yang bisa diobrolin dan lebih menyenangkan dan tidak jorok seperti itu."     

"Ah, tau ah... males ngomong sama kamu. sudah tidur saja sana daripada kita nanti kesiangan. Malu, jika sampai keduluan nyonya dan tuan."     

Akhirnya suasana pun menjadi hening karena mereka berdua sudah sama-sama tertidur pulas kembali melanjutkan mimpinya yang sempat terhenti karena terjaga sebab kerongkongan mereka terasa kering dan haus.     

Sebenarnya hari ini Dicky ada acara pertemuan penting di sebuah cafe dengan seorang klien besar yang datang dari Singapura. Tapi, karena lelah akibat pertempuran semalam dia menjadi lelah dan bangunnya kesiangan.     

Tidak masalah, dia tetap bangun dan pergi ke kantor lagi pula menurut bawahannya, sang client masih terjebak macet.     

Akhirnya, Dicky menyuruh mereka untuk membuat kliennya tidak segera tiba di tempat yang sudah dijanjikan. Kalau bisa harus dia dulu yang tiba lebih duluan agar lebih sopan dan tidak merusak citranya sebagai seorang pengusaha dari Indonesia.     

Awalnya Dicky bermaksud untuk membangunkan istrinya untuk berpamitan sebelum pergi ke kantor. Namun, melihat chaliya yang tampak tertidur dan kelelahan ia pun mengurungkan. Dia hanya meninggalkan satu kecupan pada kening Chaliya sebelum akhirnya berangkat.     

Kerja yang bagus dari semua anak buahnya. akhirnya Dicky tiba lebih awal 10 menit sebelum clientnya tiba.     

Entah seperti apa anak buahnya bekerja, yang jelas selama ini mereka semua sangat bisa diandalkan dan tidak pernah membuat kecewa sekali pun.     

Mungkin itu juga salah satu rahasia kenapa Diki selalu terlihat tampan dan awet muda. Selain dia bahagia dan tak pernah kekurangan materi, dia juga jarang sekali marah.     

"Pak Dicky, Anda sudah tiba duluan... maaf jika anda menunggu saya terlalu lama," ucap seorang pria botak mengenakan pakaian formal bertubuh tinggi besar dan gagah menyalami Dicky penuh hormat.     

"Tidak masalah Tuan, Tan. Sudah jadi keharusan bagi saya untuk tiba lebih awal sebelum client," jawab pria itu penuh wibawa padahal. Yang membuat kliennya telat juga dirinya sendiri ia hanya tidak mau kehilangan Citra dan nama baiknya saja sebagai orang Indonesia yang memang terkenal pemilik jam karet yang selalu molor tak tepat waktu.     

"Maafkan saya... sekali lagi saya minta maaf. Saya benar-benar tidak enak dengan anda karena tadi di jalan tanpa sengaja sopir saya menabrak sebuah angkot yang mana didalamnya ada seorang wanita mau melahirkan. jadi mau tidak mau saya harus mengantarkan wanita itu melahirkan itu ke rumah sakit.     

"Saya tidak menyangka kuantan ternyata sangat berhati besar dan mulia sekali. Anda rela terlambat dan menjatuhkan citra diri Anda demi menolong seorang wanita yang akan melahirkan. Rupanya Saya tidak salah memilih rekan untuk melakukan kerjasama ini," puji Dicky. Dia memuji bukan sekedar basa-basi, karena dia tidak tahu jika di dalam angkot yang dimanfaatkan oleh anak buahnya ternyata ada seorang wanita yang hendak melahirkan.     

Padahal yang dia mau hanya membuat angkot itu rusak dan sang sopir meminta pertanggungjawaban dengan mengulur waktu nya. Sekalipun ada wanita hamil Jika dia lebih mementingkan bisnis, pasti dia juga tidak akan peduli, dan tetap pergi ke cafe yang sudah dijanjikan sebelumnya. Yang akhirnya ia pun akan menunggu karena Diki sebenarnya juga baru saja sampai.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.