Cinta seorang gadis psycopath(21+)

BERTEMU RUH CHALIYA



BERTEMU RUH CHALIYA

2"Brak!" Chaliya terkejut dan langsung menoleh ke arah meja rias. Nampak olehnya sosok rambut panjang berdiri di sana.     

Melihat sosok yang berdiri membelakangi dirinya, tubuh Chaliya, mulai dari leher hingga kaki terasa sangat kaku dan susah sekali untuk digerakkan. Ia juga merinding karena bulu kuduknya yang.     

"Ke... Kenapa kau ke sini? Pergi!" teriak Chaliya, denhan berat.     

Wanita itu menoleh. Menunjukkan senyumannya pada wajahnya yang cantik dan nampak berseri itu. "Kamu tenang, Alea! Jangan takut. Aku datang ke sini bukan untuk menyakitimu. Tapi, untuk mengatakan, bahwa apa yang terjadi denhan Rajatha di masa depan, itu adalah hukuman untuk Axel. Aku sengaja menerormu, supaya kau mau melakukan apa yang aku pinta."     

"Apa maksud kamu? Apakah setelah proses fisika memberikan penawaran pada bayi itu masih ada kemungkinan dia akan terus menyukai darah?" tanya Chaliya. Dia bisa sedikit lebih rilex. Berbicara juga tak seberat sebelumnya. Entah, rasa takut itu lenyap ke mana.     

"Iya. Namun percayalah itu sangat berguna untuk dirimu kelak di masa depan. Agar darah jika hal buruk terjadi Kau tidak menyesal dan menyalahkan diri sendiri. Karena sebenarnya yang disakiti oleh Axel bukan hanya dirimu. Tapi banyak dan semua gadis itu telah mengutuk nya supaya memiliki keturunan yang cacat. Secara fisik, Rajatha memang sempurna. Namun, tidak dengan kepribadiannya."     

Chaliya terdiam dia sempat bengong memikirkan semua ini hingga tanpa dia sadari, ruh pemilih raga yang dia tempati telah menghilang.     

Sempat ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruang. Namun, dia benar-benar tidak ada. Dia sudah pergi entah kemana.     

***     

Karena urusannya dengan Axel sudah selesai, kondisi papanya juga sudah kian membaik, kembali, diam-diam Elizabeth pergi ke rumah Livia. Tapi, kali ini dia tidak lagi perlu mengatur drama pura-pura sakit seperti sebelumnya. Sebab, dia a mau mengajakku ke mana?" tanya Araballe. Sebab, dia merubah dirinya seperti bukan dirinya.     

"Tante ada pertemuan dengan rekan tante. Mereka semua mengajak anak-anaknya, sedangkan kau tahu sendiri anak tante Axel sudah tua untuk diajak reuni. Dia sudah memiliki istri dan anak. Jadi, kurang pas saja."     

"Oh, begitu ya Tante?" jawab Arabella. sambil tersenyum canggung. Dia mengiyakan saja meskipun sebenarnya dalam hati ia merasa ada yang tidak benar dengan tante Elizabeth.     

"Iya ayo jangan bikin teman-teman Tante semuanya pada menunggu lihatlah dirimu pada cermin Kau sangat cantik sekali," ucap Elizabeth sambil menuntun arabella menuju sebuah cermin yang besar menampakan pantulan dirinya dari ujung kepala sampai ujung kaki.     

Arabella terpaku melihat pantulan dirinya di depan cermin. Dia terlihat sangat cantik, dan nyaris tak percaya bahwa sosok gadis berkulit putih langsing, mengenakan dress warna navy, dan hells soft gold dengan tatanan rambut ala bridal hair yang memberikan kesan cantik, menawan dan elegant.     

'Astaga, benarkah yang ada di taman itu adalah aku? Cantik sekali ya, Tuhan!' ucapnya dalam hati.     

"Coba lihat lebih nyata sangat cantik sekali seperti bidadari. Sekarang kamu tidak perlu mengetik atau terjadi ketika bertemu dengan siapapun. Ingatlah, bahwa dirimu sangat cantik," bisik Elizabeth.     

"Ini berkat kamu, Tante. Terimakasih!" ucap Arabella.     

"Ya sudah, kalau begitu, ayo kita berangkat. Jangan sampai nanti kita terlambat!"     

Elizabeth mengajak Arabella menuju sebuah restoran berbintang, yang menyuguhkan nuansa Jerman. Elegant, mewah, dengan cahaya yang sedikit redup. Memberi kesan romantis.     

"Kita makan di sini, Te? Di mana teman-teman tante?" tanya Arabella. Perasaannya mengatakan ini tidak seperti yang dikatakan oleh tantenya.     

Arabella dan Elizabeth duduk berhadapan. Arabella yang belum pernah datang ke restoran semewah itu, jelas merasa sangat canggung. Lain halnya dengan Elizabeth dia sering keluar masuk ke tempat-tempat seperti ini untuk mengadakan reuni dan an-nur juga pertemuan bisnis antar kolega dan client.     

Namun agaknya ada sedikit yang berbeda dari wanita paruh baya tersebut. Dia beberapa kali nampak mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru restoran, tapi lebih sering melihat ke arah pintu.     

Arabella diam tidak menanyakan Kenapa tanya melakukan hal itu. Dia hanya berpikir pasti dia menunggu temannya yang belum datang karena saat dia menuju bangku tersebut yang katanya memang sudah dipesan tidak ada siapapun selain Dia dan Elizabet sendiri.     

"Kemari lah!" ucap Elizabeth sambil melambaikan tangan pada seorang pria muda berwajah tampan dengan postur tubuh tinggi tegap dan mengenakan setelan jas hitam lengkap dengan dasi yang terlihat begitu formal.     

Pria yang penuh dengan karismatik itu tersenyum kemudian berjalan melangkah mendekati meja mereka berdua.     

Arabella yang tengah asyik memainkan sedotan pada minumannya melihat pada pria itu. Dalam hati dia berkata, "Ini, kah teman tante Elizabeth? Bilangnya reunian kukira sesama wanita atau setidaknya jika itu pria usia nya juga sepantaran dengannya. tapi kenapa ini sangat mudah sekali? Bahkan jika dilihat sepertinya lebih muda dari kak Axel."     

"Halo, Tante. selamat malam. maaf jika membuat Anda menunggu lama. tadi, saya terjebak macet," ucap pria itu.     

"Tidak masalah. Kami berdua sebenarnya juga baru saja tiba. Kamu duduklah! Ini putri tante," ucapkan Elizabeth mengklaim Arabella sebagai putrinya. Padahal, selama ini arabella tidak pernah memanggil Elizabeth dengan sebutan Mama seperti Axel yang memanggil ibunya ibu.     

Mendengar pernyataan itu seketika Arabella menghentikan aktivitasnya, karena terkejut. Untung saja Dia tidak sedang minum atau dia akan tersedak.     

Arabella, kenalkan ini Samuel. Dia adalah seorang dokter yang bekerja di rumah sakit Mitra Husada. Dia juga yang kemarin menangani kakakmu ketika mengalami kecelakaan," ucap Elizabeth.     

Arabella tersenyum membalas uluran tangan pria itu, dan menyebutkan nama masing-masing.     

Tidak berselang lama datang seorang wanita dengan pakaian dress malam yang cukup glamour. Walau tidak berkelipan seperti artis yang justru akan terlihat kampungan apabila dikenakan oleh orang biasa. Namun, setidaknya gaun tersebut menunjukkan taraf sosial pemakainya.     

"Jeng, maaf jika aku telat! Ini gimana? masa kita ngobrol soal bisnis dekat dengan anak muda yang sedang berkencan? Rasanya tidak enak. Bagaimana kalau kita pesan satu meja lagi. Biarkan mereka berdua di sini tetap tinggal."     

"Iya juga ya kita saja dulu saat muda ketika berkencan ada orang tua di dekat kita saja rasa canggung. Ngobrol jadi merasa tidak leluasa. Ide kamu benar, Jeng!" timpal Elizabeth. Menyetujui usul dari sahabat karibnya, Emy.     

"Tante, Tante... Kami di sini tidak untuk berkencan!" ucap Arabella, panik dia berdiri berusaha menjelaskan pada teman tante Elizabeth.     

Namun wanita itu tidak ada yang mau mendengar perkataan sang gadis. Mereka malah asik sendiri ngobrol sana-sini ngetan, ngulon, ngalor, ngidul. (Timur, Barat, Utara, Selatan.) Yang akhirnya berujung pada ucapan...     

"Kalian baik-baik ya di sini. Kami akan duduk di meja sebelah sana tidak akan mengganggu kalian," ucap tante emi pada arabella dan Samuel sambil menunjuk ke sisi sudut yang letaknya cukup jauh dari tempat mereka berdua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.